Mohon tunggu...
Bass Elang
Bass Elang Mohon Tunggu... Seniman -

Dan pada akhirnya senja berubah menjadi malam yang gelap. Tak ada yang berkesan kecuali wajah manismu yang melintas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nongkrong di Lintasan Pejalan Kaki

7 Mei 2018   22:00 Diperbarui: 8 Mei 2018   02:03 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Aku duduk selonjoran, tepat di lintasan pejalan kaki yang beralaskan tikar, di pinggir Jalan-Raya Karangampel. Aku melihat setiap kendaraan yang lewat.  Mataku silau oleh lampu mobil-motor. Lebih lagi, pengendara mobil menyalakan lampu panjangnya—menyorot sampai mengenai mukaku. Merah, putih dan kuning warna lampu kendaraan membuat mataku kekunangan. 

     Debu-debu jalan berhamburan. Menyesakan dadaku. Mataku kelilipan: kuucek dengan kain bajuku. 

     Bunyi mesin kendaraan begitu nyaring, ditambah bunyi knalpot motor anak muda: pretetet, et, et, et, et, cukup bising terdengar di telinga kananku. Temanku memandang wajahku sembari mesam-mesem, aku pun memandangnya. 

      "Apa Bass?" tanyanya sedikit belagu. 

      "Tak apa," seruku kembali melihat kendaraan. 

Wedang Bandrek-Susu/dokpri
Wedang Bandrek-Susu/dokpri
      Wedang Bandrek campur susu putih milik temanku, habis diminum. Ia mengangkat gelasnya—menunjukkan isinya yang telah kosong. Ia menyuruh temanku yang lain untuk mengisi ulang. "Isi lagi dong," pintanya sambil menghisap rokok. 

      Temanku, Agus, yang disuruh tak lekas mengisi ulang gelas yang kosong. Ia malah menanyakan waktu pulang. "Bukannya kita mau cabut?" ujarnya menengok ke arahku. 

      "Tenang saja. Gelas Bass masih ada isinya. Itu . . ." kata temanku yang mengenakan kaos putih, Tole. "Kalau buru-buru, cukup segelas yang diisi ulang."

      Agus cengengesan. Penuh ragu. Mungkin ia kira Tole cuma bergurau, lalu mengajak pulang setelah gelasnya sudah diisi ulang. "Iya, kah?" tanyanya ke Tole untuk meyakinkan. 

     "Iya." 

     Agus beranjak dari tempat duduknya, ia jalan ke pedagang angkringan—meminta mengisi ulang gelasnya ke pedagang. "Mang, tambahin Wedang Bandreknya."

      Pedagang mengangguk-angguk. 

Jalan-Raya Karangampel/dokpri
Jalan-Raya Karangampel/dokpri
      "Bass, serius amat." seru Tole tersenyum. 

     "Itu, lagi mengamati kendaraan bermotor, dan menikmati angin malam ini."

     "He-He-He."

     Kembalinya Agus ke arah kami sempoyongan. Tole menertawainya. Agus terkesan lucu—cuma membawa segelas Wedang Bandrek saja hampir jatuh. Lalu Agus dan Tole kembali ngobrolin sesuatu. Entah, aku tak mendengarkan obrolan mereka. 

     Selang beberapa menit, mereka menyeru: izin untuk buang air kecil ke samping toko. Aku masih duduk; semula.

     Mereka kembali. Dan, memancing canda padaku. Aku tak meladeni. Aku memilih menikmati pemandangan jalan di malam hari. Lalu mereka ngobrolin musik. Tangan Tole sungkan diam kalau sudah ngobrolin musik. Tangannya memukuli kakinya, layaknya sedang bermain Drum. 

     Pintu gerbang toko yang berwarna coklat, Tole sandarkan badan belakangnya pada pintu toko itu. Ia menyanyikan lagu dangdut. Aku tengak-tengok ke mukanya. 

       "Bass Elang, menyebalkan." ungkap Tole, senyum. "Registrasi kartu, malah suruh datang ke kecamatan. Suruh buat KK baru. Aneh," celotehnya dengan mata yang sayup. 

     Tole kekenyangan. Ia meluruskan tubuhnya; berbaring. "Ngantuk kalau sudah begini," ujarnya. Ia merogoh-rogoh kantong celana belakangnya. Ia mengambil dompet, lalu menyuruh Agus membayar makanan dan Wedang Bandrek yang sudah dimakan dan diminum olehnya. 

     Sesudah Agus membayar, Tole mengajaku ke Dadap, untuk menyaksikan performance musik temannya: genre Qasidah. Pergilah kami meninggalkan tongkrongan lesehan itu. Tanpa meninggalkan hutang sama pedagang angkringan, Wedang Bandrek.

Dokpri
Dokpri
#Bass #Elang 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun