Mohon tunggu...
Bass Elang
Bass Elang Mohon Tunggu... Seniman -

Dan pada akhirnya senja berubah menjadi malam yang gelap. Tak ada yang berkesan kecuali wajah manismu yang melintas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ocehan Parto

19 Februari 2018   20:13 Diperbarui: 20 April 2018   02:25 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: batamnews

"Malamku menjadi dingin
Tubuhku menggigil bukan karena angin. Kekasih
Tetapi ku mengingat suka duka dengan mu
Kebayang sosok tubuhmu yang begitu anggun
Menggugah perasaanku
Dan, membangkitkan jiwaku ...."

"Kurang ajar!" murka Agus.

Kali ini Parto telah membuat kesalahan lagi kesekian kalinya kepada Agus. Begitu beraninya aksi Parto bersajak ke istri Agus di depannya. Tetapi, Parto selalu gagal mendapat hukuman karena ia pandai ngeles. Seperti, Pejabat-Pejabat, DPR, Gubernur, Bupati, dll.

Mahasiswa dan Mahasiswi gemes dengan kelakuan Pejabat-pejabat saat ini. Aksi salah satu dari mereka tidak segan-segan memberi kartu kuning kepada Pak Tuan yang sedang berceramah. Apa iya? Yess! Ini sejarah lho. Asal jangan Raden Sutawijaya yang "memberontak" kekuasaan bapak angkatnya, Jaka Tingkir. 

Meski sejarah sudah berubah, Parto tak pernah berubah. Ia tetap ngoceh di Jalan Raya dengan menggunakan Toa. Ia sering kali menjadi Orator para Demontrans. Sayang sekali. Maksudnya? Iwan Fals kalau nyanyi dalam beberapa lagu saja dapat bayaran. Parto ndak dapat amplop dalam bentuk apa pun.

Suaranya yang lantang dan serak-basah, Parto ngoceh dengan Toa-nya di depan Istana Merdeka. "Kami akan kondusif, kami hanya ingin menagih janji-janji. Ini rumah kami, ini rumah kami," orasinya.

Agus pun mendengar ujaran Parto yang memanas itu. Namun tak membuat Agus naik pitam, karena ocehan itu bukan untuk istrinya. Ia justru memperhatikan begitu repotnya Aparat Keamanan mengamankan Demontrans itu.  

"Hmmm.. Aku jadi teringat kata-kata Bung Karno; 'Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri'." tutur Agus dalam benak.

Ah! Sayang sekali Orasi Parto di Istana Merdeka itu ndak sampai tembus ke telinga. Maka Parto mikir. Menurutnya, enak ngerayu istri Agus, kan lebih ngefek; bisa bikin Agus geram. 

Sore hari sepulang dari Istana Merdeka, Parto pun mencari istri Agus. Ia hendak memberikan sajak lagi. Rupanya, Agus pun mengetahui langkah Parto, kemudian Agus menghalanginya. "Hai, lu mau godain istriku?" tanya Agus, "Awas saja akan ku pentung kau."

Waduh! Parto langsung lari diancam Agus yang lalu ia pulang untuk tidur. 

Dalam tidur ia bermimpi dengan bidadari cantik yang lebih cantik dari istri Agus. Lalu tak tinggal diam ia mengeluarkan jurus rayuannya. "Hai sang Bidadari... Enaknya bercinta ketika tidak direncanakan cinta kita untuk siapa. Tetapi diam-diam Tuhan mempertemukan kita tanpa disengaja," rayunya.

Saking nakalnya Parto. Ia mendekati Bidadari itu, dan hendak menciumnya. Namun,,,, blaaas!! "To, bangun. Bantu bapak nyangkul di sawah, Nak," perintah ibunya.

"Hadeuh! Ibu ini ganggu aja. Aku tadi hendak mencium Bidadari dalam mimpi. " terangnya.

Mendengar ucapan anaknya, ibunya mesem. "Kamu itu ngaco. Itu bukan Bidadari, tapi Toa yang sering kau pakai buat Orasi, Nak," sanggah ibunya.

Sore senin, Parto berniat mau nongkrong di Jembatan. Biasanya malam senin di desanya ada pasaran. Dengan keren dan PD-nya. Ibunya tiba-tiba menghampiri dan memerintah. "To, mau seninan, ya. Ibu nitip cabe, timun, dan kangkung." 

"Gimana sih, Bu. Ini aku sudah keren gini, malah disuruh beli sayuran." timpal Parto dengan wajah memerah.

"Ya, sudah. Berarti kamu ndak dapat jatah Rokok," Ancam ibunya.

Wkkkkwkkk. Kasihan bener nasib Parto. Udah keren malah disuruh beli sayuran. Apa boleh buat, ia pun mau.

Di pasar senin Parto tak langsung beli sayuran. Ia nongkrong dulu seperti biasanya sambil godain cewek yang lewat. Sayangnya, ibunya SMS. "To, jangan lama-lama beli sayurannya." pesan ibunya yang membuat ekspresi Parto jadi gregetan. Mandeg sudah aksi gombalnya. "Ada aja, ini ibu," geramnya.

Ia pun langsung ke penjual sayur. Astaga!!! Rupanya ada mantan.. 

Parto pulang membawah sayuran dengan muka yang muram campur senang. Sampai di rumah, Parto langsung ke kamar dan mengingat pertemuannya dengan sang mantan. Sepertinya pertemuan itu meninggalkan kesan baginya.

Cieeee,,,  gagal move on, nih!!!

Ketap-ketip matanya tidak bisa tidur. Ibunya masuk tanpa ketuk pintu, dan,,, "Eh, To. Jangan suka ngayal, nanti kesambet." 

"Aduuh, ibu. Ganggu lagi, ganggu lagi." 

"Emang kenapa?"

"Tadi waktu beli sayuran, aku ketemu mantan, Bu."

"Hhhaaa," gelak ibunya, "Oh, jadi kamu belum tidur gegara itu, toh?"

"Iya, Bu!"

"Kamu tahu ndak, kata Mbah Sujiwo Tejo; 'Mengenang mantan sah-sah saja tapi jangan keseringan. Karena mengenang adalah pekerjaan pensiunan." tutur sang Ibu.

Kok, mengenang adalah pekerjaan pensiunan? Ya! Seperti para pejabat kalau sudah pensiunan mereka suka mengenang jasa-jasanya walau kerjanya suka ngeles. Sebagaimana kalau ada Jalan Raya rusak kaya kolam ikan. Mereka saling nglempar: saat Pemda dikritik rakyatnya, ngeles? "Itu urusan Pemprov." Kalau Pemprov dikritik, bilangnya. "Itu urusan Pemda."

Mending nyeburin garam ke lautan. Buat apa? Ngelakuin sesuatu yang tak ada gunanya. Daripada jadi Pejabat suka ngeles. Weeenak ngopi sambil ngerokok. Walau tak semua Perempuan menyukai asap rokok. 

#Bass #Elang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun