Mohon tunggu...
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy.
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy. Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kebijakan Publik, Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, PPs Ekonomi Syariah UIN Raden Intan Lampung

Man Jadda Wa Jadda: Siapa Bersungguh-Sungguh Akan Berhasil## **Alloh Akan Membukakan Pintu Terindah Untuk Hambanya yang Sabar, Meskipun Semua Orang Menutupnya**.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penjual Jamu: Sektor Informal yang Tak Terimbas Covid-19

15 Mei 2020   08:40 Diperbarui: 15 Mei 2020   08:42 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dr. Basrowi*

Jamu sebagai minuman herbal--yang telah diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya--saat ini mengalami popularitasnya seiring dengan merebaknya virus Corona. "Bu Kawul" adalah penjual jamu di lingkunganku yang setiap hari melayani pelanggannya jauh sebelum ada virus Corona. Jam 07.00 pagi atau paling siang 07.30 dia sudah berhenti secara otomatis di depan rumahku meskipun aku tidak bermaksud membeli. Tetapi, sudah dapat dipastikan tetangga depan rumahku atau sampingku pasti membelinya.

Menurut pengakuannya, dulu sebelum ada virus Corona, ia cuma sekali berangkat pagi hingga sore baru habis, terkadang juga tidak habis, hanya untung-untungan. Saat ini, "Alhamdulillah, dua kali berangkat pasti habis terus," kata dia sambil tersenyum sumringah. "Yu...dulu jam setengah delapan pasti sudah sampai sini, sekarang mengapa jadi jam sembilan baru sampai ya?" tanyaku agak kepo.

Dengan gayanya yang sedikit manja-seperti penjual jamu pada umumnya,--ia menjawa, "Maaf Pak De, alhamdulillah, di depan sono banyak yang 'nyegat' Pak De." Dalam hatiku, yu Kawul ini sedang naik daun, meskipun pedangan yang lain sedang sepi 'nyenyet' tidak ada pembeli, namun dia malah bisa tersenyum lebar.

Yu Kawul ini, dalam setiap berangkat dari kos-kosannya di daerah Sumur Batu, selalu membawa 9 botol penuh jamu, ada beras kencur (lengkuas), temu lawak (curcuma), kunyit asam, jamu paitan (brotowali), jahe tolak angin, termos air panas, air gula untuk penghilang rasa pahit setelah minum jamu, telur ayam kampung mentah, dan barang lainnya. Untuk cadangan, dia juga membawa jiligen ukuran sedang berisi jamu yang paling vaforit yang ditidurkan di bawah botol agar lebih ringkas dalam membawanya. Jamu yang paling vaforit menurut pengakuannya adalah, beras kencur dan pahitan.

Dalam sekali keluar rumah, dia sudah dapat dipastikan mampu menjual 200-250 gelas jamu. Kalau satu gelasnya ia target dua ribu rupiah, sudah dapat dipastikan kalau pulang ia membawa uang Rp400-500 ribu. Di saat corona mewabah, dia bisa berjualan sebanyak dua shift. Jumlah jamu terjual sebanyak dua kali dari hari-hari biasa, karena setelah jam dua siang dia keluar rumah lagi, menjajakan jamunya untuk shift kedua.

"Yu, sudah berapa tahun ya, sampeyan jualan Jamu gendong seperti ini?" sambil menggoncang-nggoncangkan botol berisi jamu cair, dia senyum---dengan senyum yang paling manis versi dia---seraya menjawab, "Kalau dihitung-hitung dengan pengalaman jualan jamu di Wonogiri, ya sudah ada dua pulung tahun kali ya, karena saya pindah dari Wonogiri aja tahun 2000, sekarang tahun 2020." Selama dua puluh tahun lebih berarti dia sudah jualan jamu.

Ia bersama suami dan dua anaknya setiap sore hingga malam menyiapkan jamu yang akan dijual esok hari. Beberapa bahan baku, ia beli dari penjual langganannya yang setiap hari datang untuk mengantar berbagai pesanan. Penjual bahan baku ini juga tidak hanya mengantar pesanan Yu Kawul, tetapi juga mengantar pesanan penjual jamu gendong yang jumlahnya banyak sekali di bilangan Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat. 

Para penjual jamu, meskipun penghasilannya sangat besar dibandingkan penjual kecil-kecilan lainnya, tetapi tidak pernah hidup bermewah-mewahan saat di perantauan. Seperti Yu Kawul, Yu Indri, dan Bude Ndari, semuanya hanya kos di kamar yang ukurannya sangat kecil 2,5m x 3 meter, kamar mandi di luar. Kamar multi fungsi itu digunakan untuk produksi jamu, makan, minum, tidur, dan seluruh aktivitas domistiknya. Kamar itu dia sewa dengan harga Rp500 ribu perbulan, dengan listrik membeli token sendiri.

Rata-rata, dia menabung dalam bentuk emas dan hewan ternak di kampung halamannya. Sepertii yu Indri dan Bude Ndari, dia setiap hari sabtu atau minggu rata-rata membeli 1-2gram hiasan emas dalam bentuk apapun terkadang cincin, kalung, giwang, anting, atau lainnya. Setelah agak banyak, dia jual emas itu untuk digunakan membeli anakan sapi seharga 2-3 juta. Pada saat lebaran haji sapi itu dijual dengan harga yang tinggi. Kenaikan harga jual dari harga pokok, biasanya dibagi dua dengan anggota kerabat atau tetangga yang memeliharanya.

Jamu + Telur untuk Stamina

Sejak lama hingga sekarang, yu kawul, yu Indri dan bude Ndari juga membawa jamu kemasan 'sakset' yang disedu dengan air panas. Terkadang ada juga pelanggan yang minta ditambah telur ayam kampung mentah yang khusus diambil kuning telurnya. Sementara putih telunya dikumpulkan yu Kawul untuk digoreng di rumah sebagai lauk makan anak-anak dan keluarganya.  

Kalau yu Kawul berhenti di pangkalan supir taxi, bengkel mobil, dan di tempat kerumunan petugas kebersihan, rata-rata mereka memesan jamu sama yu Kawul dengan minta ditambah telur. Mereka mengatakan untuk stamina. Sementara itu, pada kerumunan ibu-ibu biasanya memesan jamu awet muda seperti jamu pahitan atau beras kencur.  

Promote dan Protect Jamu

Jamu yang saat ini sedang naik daun, tidak terlepas dari hasil penelitian Chairul Anwar Nidom, seorang ahli biologi molecular Universitas Airlangga yang menemukan khasiat jamu dalam meningkatkan daya imun seseorang. Dia menyarankan kepada kita semua untuk minum jamu agar kekebalan tubuh meningkat.

Lagi-lagi, Presiden Jokowi---yang sangat gemar minum jamu---juga tidak kalah pentingnya dalam mem-promote jamu sebagai warisan budaya leluhur yang harus dilestarikan sekaligus dilindungi. Ramuan Jamu sebagai milik komunal selain harus di-promote, perlu juga dilindungi bersama baik ramuannya maupun proses pembuatannya.

Banyak ahli herbal dari berbagai negara seperti Jepang, Korea, India, dan berbagai negara lainnya yang sudah mempelajari jamu khas buatan Indonesia, yang kemudian justru didaftarkan berbagai ramuan jamu tersebut menjadi hak kekayaan intelektualnya miliknya. 

Namanya saja orang Indonesia, kalau disuruh bercerita tentang proses pembuatan, termasuk jenis-jenis bahan baku yang digunakan untuk membuat jamu, dengan senang hati mereka menceritakan kepada siapa pun termasuk kepada orang asing. Tindakan itu---dalam konteks hak kekayaan intelektual--sesungguhnya tidak boleh kerena berpeluang besar dicuri teknologinya untuk didaku hak kekayaan intelektualnya. Sungguh sangat bahaya. Kita, masyarakat komunal sebagai satu-satunya pewaris, menyerahkan hak kekayaan intelektual para leluhur kepada orang asing. Tragisnya, pada saat kita menggunakan ramuan warisan leluhur, kita harus membayar royalty kepada orang asing yang sudah mendaftarkan hak kekayaan intelektual tersebut.

Di sinilah perlunya, kita bersama-sama melindungi hak kekayaan intelektual kita, termasuk warisan leluhur bangsa yang sudah turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Siapa lagi kalau bukan kita semua yang akan mempromosikan sekaligus melindungi jamu sebagai asset komunal bangsa.

Dari Gendongan Menuju Resto Hotel Berbintang 

Dulu, jamu gendong identik dengan masyarakat pinggiran kelas bawah. Namun, sejalan dengan pergeseran waktu, perkembangan ilmu pengetahuan, tekonologi dan informasi, kesan pinggiran dan kelas bawah berinsut ke arah modern dengan hadirnya jamu gendong di semua hotel berbintang yang dihidangkan di resto hotel saat (pasca)sarapan pagi. Bahkan, semua acara internasional selalu disediakan minuman rempah khas Indonesia "Jamu' dengan berbagai ragam rasanya.

Metode itu terbukti sangat efektif dalam mem-promote jamu sebagai warisan kekayaan leluhur yang patut untuk di-protect dari pen-'daku'-an orang asing. Dampak positifnya, citra jamu dapat meningkat dan dapat diterima oleh semua kalangan, dari rakyat biaya, para tetamu hotel, turis asing, peserta international conference, pengusaha, hingga presiden.

Herbal Milik UMKM bukan Industri Farmasi

Ekspor jamu dari Indonesia, terutama jamu yang sudah lolos ijin edarnya, ternyata dapat menembus pasar di berbagai negara belahan dunia. Artinya, jamu sudah dikenal hingga berbagai manca negara, dan mereka percaya akan khasiatnya.

Meskipun di pasaran saat ini masih ada satu dua jamu yang mengandung BKO (berkandungan obat), namun dengan berbagai pendekatan dan persuasi yang telah dilakukan oleh BPOM dan Kemenkes, ke depan diharapkan tidak ada lagi jamu yang berkandungan obat. Herbal is Herbal.

Dengan sifatnya yang demikian, ketika jamu telah dikuasai oleh industri farmasi, maka bukan hanya UMKM yang hancur, tetapi seluruh penjual jamu gendong pun akan terpukul oleh ketidakadilan itu.

Selama 10 tahun lebih penulis meneliti tentang kebijakan publik dan hak kekayaan intelektual tentang Jamu mulai dari Cilacap, Yogyakarta, Wonogiri, hingga Madura seluruhnya mempunyai kekhasan masing-masing.

Sayangnya, mayoritas merek yang mereka gunakan untuk branding belum terdaftar pada Ditjen Kekayaan Intelektual KemenkumHam. Mereka masyoritas membuat merek sendiri, atau agak meniru merek terkenal dengan harapan bisa mendompleng ketenarannya dalam pemasaran.

Semoga dengan adanya wabah Covid-19, memberikan hikmah yang positif bagi jamu, dan dapat menjadi jalan bagi para penjual jamu gendong untuk bisa naik daun. Kini, jamu menemukan identitasnya untuk di-promote, diterima oleh semua kalangan---dari kawula alit hingga kaum elite--dan jamu dapat bergema seantero dunia. 

*) Dr. Basrowi, pengamat kebijakan publik, alumni S3 Unair, dan S3 UPI YAI Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun