Mohon tunggu...
Dr.Dr.Basrowi.SE.ME.MPd.PhD
Dr.Dr.Basrowi.SE.ME.MPd.PhD Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat adm bisnis Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, S3 Asia e University

Man Jadda Wa Jadda

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penjual Jamu: Sektor Informal yang Tak Terimbas Covid-19

15 Mei 2020   08:40 Diperbarui: 15 Mei 2020   08:42 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Herbal Milik UMKM bukan Industri Farmasi

Ekspor jamu dari Indonesia, terutama jamu yang sudah lolos ijin edarnya, ternyata dapat menembus pasar di berbagai negara belahan dunia. Artinya, jamu sudah dikenal hingga berbagai manca negara, dan mereka percaya akan khasiatnya.

Meskipun di pasaran saat ini masih ada satu dua jamu yang mengandung BKO (berkandungan obat), namun dengan berbagai pendekatan dan persuasi yang telah dilakukan oleh BPOM dan Kemenkes, ke depan diharapkan tidak ada lagi jamu yang berkandungan obat. Herbal is Herbal.

Dengan sifatnya yang demikian, ketika jamu telah dikuasai oleh industri farmasi, maka bukan hanya UMKM yang hancur, tetapi seluruh penjual jamu gendong pun akan terpukul oleh ketidakadilan itu.

Selama 10 tahun lebih penulis meneliti tentang kebijakan publik dan hak kekayaan intelektual tentang Jamu mulai dari Cilacap, Yogyakarta, Wonogiri, hingga Madura seluruhnya mempunyai kekhasan masing-masing.

Sayangnya, mayoritas merek yang mereka gunakan untuk branding belum terdaftar pada Ditjen Kekayaan Intelektual KemenkumHam. Mereka masyoritas membuat merek sendiri, atau agak meniru merek terkenal dengan harapan bisa mendompleng ketenarannya dalam pemasaran.

Semoga dengan adanya wabah Covid-19, memberikan hikmah yang positif bagi jamu, dan dapat menjadi jalan bagi para penjual jamu gendong untuk bisa naik daun. Kini, jamu menemukan identitasnya untuk di-promote, diterima oleh semua kalangan---dari kawula alit hingga kaum elite--dan jamu dapat bergema seantero dunia. 

*) Dr. Basrowi, pengamat kebijakan publik, alumni S3 Unair, dan S3 UPI YAI Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun