Mohon tunggu...
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy.
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy. Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kebijakan Publik, Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, PPs Ekonomi Syariah UIN Raden Intan Lampung

Man Jadda Wa Jadda: Siapa Bersungguh-Sungguh Akan Berhasil## **Alloh Akan Membukakan Pintu Terindah Untuk Hambanya yang Sabar, Meskipun Semua Orang Menutupnya**.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menimbang Tindak Tutur dan Kesantunan Membahas Virus Corona

11 Maret 2020   07:19 Diperbarui: 12 Maret 2020   18:26 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menggunakan masker. (shutterstock via kompas.com)

Tindak tutur dan kesantuan pejabat publik, public figure, warga net, dan seluruh pengguna gadget --termasuk kita semua-- dalam berpendapat di media atau menggunakan media sosial perlu mempertimbangkan kesantunan sehingga tidak menimbulkan keresahan masyarakat di tengah-tengah ancaman virus corona yang kian menyebar. Dengan demikian, kita semua diharapkan selalu dapat melakukan tindak tutur yang santun sesuai dengan konteksnya.

Kesantunan dalam membuat statemen atau berpendapat---termasuk membagikan konten ke group WA)--menunjukkan kesadaran diri terhadap tata krama bermedia. Kesantunan sangat terkait dengan kearifan, kerendahan hati, dan simpati, sehingga harus selalu diutamakan. Kita semua hendaknya menggunakan kalimat yang lugas agar  lebih santun dan lebih harmonis.

Terkadang aspek pragmatis yang menghubungkan antara pernyataan dengan konteks menjadi penyebab statemen kita menjadi tidak santun. Di sinilah perlunya mengatur dan mempertimbangkan secara berulang kali tentang apa yang hendak kita sampaikan apakah sudah sesuai dengan konteks atau situasi yang ingin disampaikan. 

Dan apakah konten yang akan kita sampaikan benar-benar santun. Situasi tutur ternyata juga mampu melahirkan tuturan yang kurang santun, karena tuturan merupakan akibat dari situasi tutur yang melingkupinya. 

Begitu juga peristiwa tutur akan sangat mempengaruhi santun tidaknya suatu tindak tutur, karena peristiwa tutur merupakan rangkaian dari tindak tutur yang terorganisasikan.  Oleh karena itu, kita harus memperhatikan situasi dan kondisi saat konten hendak di sampaikan melalui media sosial, atau media yang lain.

Seperti pernyataan salah satu pejabat publik yang mengatakan, sebanyak 115 orang di DKI dipantau, dan 32 orang pasien diawasi terkait virus corona. "Corona Landa Indonesia, Ini genting, harus ada tindak lanjut." 

Semua itu, dapat dimaknai sebagai ucapan pleonasme yang justru menakuti masyarakat, sehingga perlu ditingkatkan taraf kesantunannya.

Ustadz Abdul Somad (UAS) yang mengatakan bahwa "Corono sebagai tentara Allah"--yang akhirnya diralat dan dijelaskan maksudnya dengan lebih panjang---juga merupakan tutur yang perlu ditingkatkan derajat kesantunannya, karena ada pihak yang tersinggung atau merasa dijadikan sasaran 'tembak'.  

Tindak tutur salah satu wali kota yang terkesan memberikan 'branded' dan menganjurkan warganya untuk minum jamu dari Jahe, kunyit, dan temulawak untuk penangkal virus Corona juga dapat dikatakan kurang santun, karena belum teruji secara klinis atau medis. 

Termasuk Menkes yang selalu 'membahagiakan' masyarakat dengan mengatakan "penyakit karena virus conona dapat sembuh sendiri", "masker hanya untuk orang sakit", "tidak perlu fobia dengan virus corona", dan berbagai pernyataan lain, juga dapat dimaknai sebagai tutur tindak yang masih perlu ditingkatkan muatan kesantunannya.

Banyaknya berita hoaks yang ada di media sosial, juga menunjukkan bahwa pembuat dan penyebar berita hoax tersebut belum mampu membedakan mana tindak tutur yang santun dan tidak santun. 

Begitu juga dengan banyaknya cuitan 'negatif tentang virus corona' juga menunjukkan bahwa orang yang memposting tersebut juga kurang mempertimbangkan antara layak dan tidaknya.  

Ada juga anggota dewan yang mengunggah cuitan bahwa, "Ada ratusan pasien virus Covid-19 di Indonesia,"-- meskipun belakangan oleh yang bersangkutan kemudian memberikan klarifikasi--namun tindak tutur tersebut tentu masih perlu didongkrak tingkat kesantunannya.

Ada juga berbagai pemberitaan yang masih perlu dievaluasi tingkat kesantunannya dalam memilih judul berita, antara lain: Beginilah video pasien Suspect Corona di Cianjur Meninggal. Ada juga pemberitaan, WHO tak terkejut soal Corona di Indonesia, Perkirakan akan muncul kasus lagi. 

Waduh! 2 pasien positif corona asal Singapura pernah ke Batam. Stok masker habis, warga merasa miris. Waspada Corona, penumpang KRL Bekasi-Kota Tangannya diplastikin. Jabar siaga 1 corona. Dan berbagai pemberitaan lain yang tingkat kesantunannya masih perlu ditingkatkan lagi.

Di sinilah perlunya menimbang tindak tutur yang santun dengan cara cek, recek, dan kros-cek, dengan disertai pertimbangan masak-masak, sebelum menulis maupun meng-share sesuatu baik konten yang dibuat oleh diri sendiri maupun dari orang lain. 

Politikus salah satu Parpol mengatakan, "untuk mencegah corona, tunda saja formula E di Jakarta." Juga dapat dinilai tingkat kesantunannya perlu ditingkatkan, karena bersifat agak profokatif. 

Ada juga pemberitaan yang mengatakan, "Telah ada isu borong masker dan borong mie instan," juga dapat dikategorikan sebagai tutur tindak yang masih perlu ditingkatkan tingkat kesantunannya.

Salah satu guru besar di salah satu perguruan tinggi yang menemukan Ramuan Jahe, kunyit, dan temulawak sebagai anti virus corono yang belum diujicobakan secara klinis, juga sesungguhnya sebagai tindak tutur yang masih perlu ditingkatkan kesantuanannya.

Hilangnya peredaran masker, hingga banyaknya masker palsu yang beredar--yang pabriknya sendiri sudah di segel oleh Polisi---menyebabkan harga masker yang awalnya 25 ribu naik menjadi 500 ribu bahkan lebih. 

Termasuk hand sanitizer juga menjadi barang yang dicari oleh masyarakat, sehingga harganya berpotensi naik berlipat-lipat. Semua itu juga merupakan  tidak tutur yang kurang santun. 

Laksana berjoget di atas penderitaan orang lain, atau mengail di air keruh untuk mendapatkan keuntungan berlipat-lipat. Semua itu juga dapat dikategorikan sebagai tindak tutur yang kurang santun. 

Contoh tindak tutur yang santun

Jusuf Kalla (JK) dalam beberapa kesempatan mengatakan, "jangan panik, ayo kita waspada." Merupakan salah satu contoh tindak tutur yang santun. 

Kemenhub mengatakan, "Dengan merebaknya virus corona, pengawasan terhadap bandara ditingkatkan dengan memperbanyak thermal scanner. 

Petugas mengarahkan thermal gun ke dahi setiap pendatang." Presiden Jokowi Umumkan 2 WNI positif Corona. Itu semua merupaian contoh tindak tutur yang santun. Aa Gym: "sehubungan dengan merebaknya virus Corona, kepada para jamaan agar tetap tenang, jangan panic, karena rasa panic tidak akan menyelesaikan masalah." 

Kita yang mengaku beriman seyogyanya yakin bahwa virus ini adalah ciptaan Allah, dalam genggaman Allah dan tidak bisa membawa bahaya bagi siapapun tanpa izin Allah." PJ Walkot Makasar: Tindak Apotek jual Masker di atas Harga. Cegah virus Corona, Grap Sebar 5.000 masker. 

Pimpinan DPR: Pemerintah hendaknya jangan sebar data pribadi Pasien Corona. 2 WNI Positif Corona, LRT Jakarta tetap Normal. Pimpinan DPR: Informasi soal Corona Sebaiknya 1 pintu. Semua itu adalah beberapa contoh judul pemberitaan dengan tindak tutur yang santun.

Tindak tutur yang santun juga bisa dilakukan oleh  petugas kesehatan dalam melakukan perawatan, baik kepada pasien, keluarga pasien, tetangga pasien, maupun kepada teman-teman pasien yang pernah bersinggungan langsung. Tindak tutur yang santun tentu akan memberikan motivasi tersendiri bagi pasien untuk semangat dalam berobat hingga sembuh.

Dengan demikian, untaian kata-kata yang terangkai dalam sebuah ujaran pejabat publik, netizen, dan semua di antara kita, mengandung maksud tertentu serta memiliki daya untuk mempengaruhi pendengar/pembaca melakukan suatu tindakan sebagai yang diharapkan penutur. 

Dari segi pragamatis, seluruh pernyataan pejabat publik netizen, dan semua di antara kita dipahami sebagai tindak tutur (speech act) baik yang bersifat eksplisit maupun implisit yang semuanya harus bermuatan yang santun.  Semoga!

*) Dr. Basrowi, Pengamat Kebijakan Publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun