Mohon tunggu...
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy.
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy. Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kebijakan Publik, Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, PPs Ekonomi Syariah UIN Raden Intan Lampung

Man Jadda Wa Jadda: Siapa Bersungguh-Sungguh Akan Berhasil## **Alloh Akan Membukakan Pintu Terindah Untuk Hambanya yang Sabar, Meskipun Semua Orang Menutupnya**.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Inklusi Keuangan Syariah bagi Kesejahteraan Umat

20 Februari 2020   11:51 Diperbarui: 20 Februari 2020   11:58 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Dr. Dr. Basrowi*

Pemerhati Kebijakan Publik, Alumnus S3 Ilmu Sosial Unair Surabaya, S3 MSDM UPI YAI Jakarta, dan sedang menyusun tesis Inklusi Keuangan Syariah di UIN Raden Intan Lampung

Mengapa inklusi keuangan syariah  di Indonesia sangat rendah hanya 11%, sementara setiap hari masyarakat di Indonesia tidak lepas dari muamalah penggunaan uang sebagai alat tukar? Penyebabnya sangat komplek, dan ini perlu segera diselesaikan secara syar'i, agar angka kemiskinan di Indonesia menurun.

Inklusi keuangan syariah  diukur dari akses penggunaan jasa keuangan syariah dan hal itu merupakan tujuan penting dari pembangunan ekonomi syariah, khususnya pengembangan keuangan syariah; karena itu sampai saat ini selalu diperdebatkan tentang peran inklusi keuangan syariah  sebagai alat kebijakan penting yang dapat membantu untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi syariah di Indonesia.

Dampak Positif Inklusi Keuangan Syariah  

Dampak positif inklusi keuangan syariah  terhadap pertumbuhan ekonomi telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi syariah.  Peningkatan inklusi keuangan syariah juga dapat mengurangi kemiskinan di perdesaan, meningkatkan lapangan kerja, dan meningkatkan tabungan pada sektor lembaga keuangan syariah.

Data terkini World Bank, menunjukkan bahwa hanya ada 36% atau sekitar 90 juta masyarakat dewasa Indonesia yang memiliki rekening di bank baik syariah maupun konvensional. Artinya, tingkat inklusi keuangan baik syariah maupun konvensional di Indonesia tahun 2017 baru mencapai 48%, sementara itu, Malaysia sudah mencapai 85 persen, Thailand 81% bahkan Singapura sudah mencapai 98 %, China 79%, India 53%.

Data dari Global Findex, 2017 juga menunjukkan bahwa hanya ada 36% atau sekitar 90 juta masyarakat dewasa Indonesia yang memiliki rekening di bank baik syariah maupun konvensional. Jumlah ini tertinggal jauh dari Malaysia yang mencapai 81%, China 79%, India 53%. Dengan kata lain, inklusi keuangan  Indonesia baik syariah maupun konvensional hanya 36 persen.

Sedikitnya 60-70% Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga belum memiliki akses terhadap perbankan syariah. Padahal hampir 53 juta masyarakat miskin yang bekerja di sektor UMKM memiliki potensi yang sangat besar untuk menaikkan angka inklusi keuangan syariah.

Memang, Bank Indonesia telah meluncurkan program National Strategy for Financial Inclusion (NSFI) sebagai upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap jasa keuangan baik syariah maupun konvensional, namun program itu belum mampu berperan sebagai salah satu inovasi yang dapat mempeluas akses pada pasar keuangan syariah tanah air.

Peran Literasi dalam Meningkakan Inklusi Keuangan Syariah

Langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah  adalah meningkatkan literasi keuangan syariah. Mengapa? Karena literasi keuangan syariah sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan keuangan dan memberikan pemahaman tentang pentingnya berinvestasi, serta kegiatan bisnis lainnya yang memerlukan kerjasama dengan jasa keuangan syariah. 

Alasan berikutnya adalah karena literasi keuangan syariah mampu mempengaruhi perilaku keuangan individu dan memungkinkan meningkatkan partisipasi dalam aktivitas finansial syariah. Masyarakat dengan tingkat literasi finansial syariah yang rendah memiliki kemungkinan besar untuk tidak melakukan aktivitas di pasar keuangan syariah, sedangkan dengan tingkat literasi keuangan syariah yang tinggi cenderung untuk melakukan  aktivitas finansial syariah.

Pengetahuan tentang keuangan syariah adalah bentuk modal manusia, dan ada kausalitas antara pengetahuan keuangan syariah dan kesejahteraan ekonomi. Ketika seseorang telah mempunyai akses terhadap lembaga keuangan syariah, maka mereka akan terbuka pikirannya untuk melakukan bisnis mengembangkan usaha, dengan modal yang dapat diperoleh dari lembaga keuangan bank dan nonbank syariah. 

Dengan adanya kerja sama dengan lembaga keuangan syariah, maka motivasi untuk berusaha lebih keras, dan hal itu akan berdampak pada meningkatnya tingkat kesejahteraan sesuai syar'i.  

Strategi lain untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah  juga dapat dilakukan melalui penggunaan Financial technology (fintech) syariah. Saat ini, masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan layanan Fintech berbasis pembayaran dengan persentase 38% dan diikuti oleh layanan pinjaman sebesar 31%. Hal ini menunjukkan ketersediaan Fintech syariah di Indonesia mampu membantu pemerintah dalam menyediakan layanan keuangan pembayaran dan pinjaman syariah yang lebih luas dan efisien.

Peran Regulasi Pemerintah 

Sejauh ini, proses adopsi dan inovasi teknologi membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, peran regulasi pemerintah juga dibutuhkan dalam mengakomodasi inovasi finansial digital syariah, terutama mengawasi dan menjaga stabilitas dari gejolak persaingan pasar yang tidak adil sangat dibutuhkan.

Berdasarkan laporan dari Accenture menyampaikan bahwa fintech baik syariah maupun konvensional merupakan salah satu sektor ekonomi dengan pertumbuhan tercepat. Investasi dalam industri ini telah mencapai USD12,2 miliar di tahun 2014 sementara di tahun 2008 baru mencapai USD930 juta. Indonesia dilaporkan sebagai salah satu negara di kawasan Asia dengan pertumbuhan pasar fintech yang cukup tinggi. 

Pertumbuhan pasar fintech baik syariah maupun konvensional di Indonesia mencapai 1.842 persen dari USD1,82 juta tahun 2013 menjadi USD35,35 juta di tahun 2016. Bahkan pasar fintech Indonesia lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang hanya USD8,29 juta dan Thailand USD3,72juta. Pergeseran perilaku masyarakat Indonesia pada aspek layanan digital serta tingginya penetrasi pengguna internet dan smartphone menjadi salah satu pemicu pesatnya perkembangan fintech  baik syariah maupun konvensional di Indonesia.

Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) mencatat terdapat 144 start-up fintech baik syariah maupun konvensional yang telah bergabung. Dari berbagai jenis layanan fintech tersebut, skema yang berkontribusi paling besar dan dengan pertumbuhan tertinggi di Indonesia ialah peer to peer (p2p) business lending. Dimana aktivitas ini pada tahun 2015 hanya meraup pasar sebesar USD0,11 juta dan tumbuh pesat sebesar USD21,65 juta di tahun. 

Namun, berdasarkan laporan OJK periode Desember 2019 terkait ikhtisar keuangan fintech (peer to peer lending) baik syariah maupun konvensional, bahwa jumlah lender sebesar 199.539 akun atau meningkat sebesar 72 persen dari Bulan Januari 2018. Sementara itu akun borrower meningkat 461 persen dari 330.154 akun di bulan Januari 2018 menjadi 1.850.632 akun. 

Adapun akumulasi pinjaman baik syariah maupun konvensional sebesar Rp6,16 triliun atau meningkat 105 persen dari Bulan Januari 2019 dengan rata-rata nilai pinjaman yang disalurkan sebesar Rp94.050.384 dan angka pinjaman terkecil sebesar Rp5.000.

Total nilai investasi pada Fintech di Indonesia baik syariah maupun konvensional mencapai 2.29 triliun rupiah menurut data Daily Social and Statistics. Laporan World Economic Forum dalam artikel Fintech Indonesia, memprediksikan bahwa negara Indonesia akan menjadi salah satu pasar digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020.

Prediksi tersebut menunjukkan peluang berkembangnya layanan keuangan syariah digital di Indonesia dalam waktu dekat untuk memenuhi kebutuhan layanan jasa keuangan syariahbbagi masyarakat. Dengan demikian, perkembangan intech syariah yang pesat dapat dijadikan sebuah peluang yang efektif dalam mengembangkan inklusi keuangan syariah. Kalau hal ini dapat terlaksana dengan baik, maka itu akan sangat membantu kemajuan industri keuangan syariah di Indonesia.

Simpulan uraian di atas bahwa, maslahah literasi keuangan dan penggunaan financial technology syariah akan mampu meningkatkan inklusi keuangan syariah dan menurunkan angka kemiskinan. Semoga saja ketika literasi keuangan syariah dan penerapan fintech syariah dapat terlaksana dengan baik, maka inklusi keuangan syariah  masyarakat akan meningkat dan akan berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Aamiin.

*) Pemerhati Kebijakan Publik, Alumnus S3 Ilmu Sosial Unair Surabaya, S3 MSDM UPI YAI Jakarta, dan sedang menyusun tesis Inklusi Keuangan Syariah di UIN Raden Intan Lampung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun