Amerika merupakan negara pertama kali merayakan Earth Day, tepatnya, 22 april 1970. Yang melatarbelakanginya ialah jumlah gas karbon dioksida di bumi yang terus meningkat bahkan tidak dapat diprediksi peningkatannya.
Sebenarnya karbon dioksida bukan zat yang beracun di udara, lalu apa yang menjadi masalahnya? Jumlah dari senyawa karbon dioksida di udara akan menghabat pemantulan kembali cahaya matahari yang masuk ke bumi. Cahaya yang tertahan oleh gas di uadara khususnya oleh karbon dioksida menyebabkan suhu bumi meningkat. inilah yang kita kenal dengan istilah efek rumah kaca.
Pada tahun 1970 jumlah karbon dioksia diperkirakan 325 parts per million atau ppm, setelah 49 tahun berlalu jumlanya menjadi 412 ppm, meningkat sebeasar 86 ppm. Hal ini dapat menyebabkan perubahan atmosferm gelogi dan iklim.
Normalnya kelebihan karbon dioksida pada priode tertentu akan terserap ke lautan dan bebatuan tanah. Seperti hujan yang membasahi tanah kering akan mudah terserap, tapi kalau hujannya tiap hari dalam jangka panjang akan menyebabkan kebanjiran. Begitu juga dengan  kenaikan Karobon dioksida begitu cepat dan membanjiri udara, walau tidak terlihat secara kasat mata.
Gambar diatas dapat kita lihat secara spesifik peningkatan kadar karbon dioksida sejak tahun 2006 hingga tahun 2019. Seolah 49 tahun sudah peringatan Earth Day hanya untuk merayakan kadar karbon dioksida yang semakin meningkat.
Banyaknya karbon dioksida ini dapat memicu kondisi ekstrim. Mislanya pada tahun 2010, di Rusia terjadi  gelombang panas yang sangat ccepat menyebar yang menyebabkan kematian diatas 56.000 orang. Pada saat yang sama di Pakistan terjadi banjir yang menyebabkan 2000 orang kehilangan nyawa.
Lantas apa yang menyebabkan produksi karbon dioksida secara global begitu cepat meningkat? Faktor terbesar adalah pemakaian  fosil sebagai suber energi  utama. Di asia sendiri batu bara merupakan penyumbang emisi karbon dioksida terbesar. Dan, kita tahu juga Indonesia merupakan salah satu pengguna batu bara sebagai  bahan untuk pembangkit listrik.
Â