Mohon tunggu...
Basri Hasanuddin Latief
Basri Hasanuddin Latief Mohon Tunggu... Lainnya - Analis Keimigrasi Pertama di Kantor Imigrasi Kelas III Non TPI Palopo

Lulusan Sarjana pada Ilmu Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin yang saat ini mengabdi sebagai Aparatur Sipil Negara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Visa untuk Digital Nomad

22 Maret 2021   18:38 Diperbarui: 22 Maret 2021   18:48 1604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tanggal 17 Januari 2021 sosok Kristen Gray menjadi perbincangan hangat di kalangan netizen twitter. Awalnya, Kristen Grey membuat status yang viral karena turut mengajak WNA lain untuk tinggal di Bali di masa pandemi Covid-19 yang di mana penduduk Jawa Bali justru menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Status viral ini ditanggapi dengan cepat oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melakukan penelusuran terhadap keberadaan yang bersangkutan.

Dua hari berselang, Kanwil Kemenkumham Bali mengeluarkan Siaran Pers Nomor: W20.HM.01.02-595 yang menegaskan bahwa Kristen Gray diduga melanggar pasal 75 ayat 1 dan pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Kedua pasal ini dikenakan atas dasar ciutan akun twitter @kristentootie yang mengajak WNA pindah ke Bali pada saat pandemi yang bertentangan dengan Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 2 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional dalam Masa Pandemi COVID-19 serta Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: IMI-0103.GR.01.01 Tahun 2021 tentang Pembatasan Sementara Masuknya Orang Asing ke Wilayah Indonesia dalam Masa Pandemi COVID-19.

Selain itu, Kristen Gray diduga melakukan kegiatan bisnis melalui penjualan e-book dan pemasangan tarif konsultasi wisata Bali sedangkan dia hanya memegang visa kunjungan sebagai dasar untuk masuk dan tinggal di Indonesia.

Yang menjadi menarik adalah setelah konferensi pers tersebut, Coconuts Bali (website berita online lokal berbahasa inggris) membungkus berita tersebut dan mengklasifikasikan Kristen Gray sebagai an American digital nomad (seorang digital nomad asal Amerika Serikat) (Coconuts Bali, 2021).

Ketiadaan Aturan Keimigrasian yang Mengikat Digital Nomad

Beverly Yuen Thompson yang merupakan Associate Professor of Sociology di Siena College di Amerika Serikat berpendapat bahwa Digital Nomad adalah pekerja jarak jauh yang bekerja di bidang teknologi seperti desain web, pemrograman atau pemasaran online. Terminologi digital nomad pertama kali digunakan oleh Makimoto dan Manners untuk manifesto penelitian mereka pada topik kemungkinan perubahan gaya hidup yang revolusioner dengan penemuan internet pada tahun 1997 (Thompson, 2018).

Bagi digital nomad, kenyamanan adalah unsur yang fundamental dalam membantu menyelesaikan pekerjaan mereka. Banyak dari digital nomad memilih untuk berwisata sambil bekerja di negara-negara pariwisata salah satunya di Bali. Fakta uniknya, Canggu (sebuah desa di Bali) menjadi salah satu tempat populer bagi digital nomad (Scandasia, 2021).

Kebanyakan digital nomad menggunakan visa wisata atau bebas visa kunjungan untuk masuk ke suatu negara. Mereka pada dasarnya memang berwisata akan tetapi disela-sela wisata, mereka melakukan perkerjaan jarak jauh. Menurut kacamata imigrasi hal ini merupakan bentuk pelanggaran penggunaan izin tinggal yang dapat diganjar tindakan administratif keimigrasian atau tindak pidana. Bekerja sambil berwisata menjadi polemik yang cukup rumit khususnya pekerjaan digital yang sangat sulit dideteksi karena petugas Imigrasi tidak akan tahu ketika orang asing (digital nomad) yang sedang berjemur di Pantai Sanur menyalakan laptop untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

Akan tetapi pada hakikatnya aturan keimigrasian mengenai digital nomad masih abu-abu. Aturan tentang digital nomad belum diatur secara komprehensif dihukum positif keimigrasian. Aturan tentang orang asing yang bekerja di Indonesia (TKA) diatur dalam Permenkumham Nomor 24 Tahun 2016 sebagaimana yang telah diubah dengan Permenkumham Nomor 51 tahun 2016 tentang Prosedur Teknis Permohonan dan Pemberian Visa Kunjungan dan Visa Tinggal Terbatas, Permenkumham Nomor 16 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Visa dan Izin Tinggal bagi Tenaga Kerja Asing dan Permenkumham Nomor 26 Tahun 2020 tentang Visa dan Izin Tinggal dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Aturan-aturan ini tidak mengatur secara spesifik digital nomad karena yang termasuk TKA adalah orang yang melakukan pekerjaan yang dijamin oleh perusahaan di Indonesia. Oleh karena itu pada saat permohonan Visa Tinggal Terbatas untuk bekerja (C312) wajib melampirkan RPTKA dan IMTA.

Sebenarnya dalam pasal 25 Permenkumham Nomor 24 Tahun 2016 mengatur Visa tinggal terbatas dalam rangka bekerja yang dapat diberikan kepada Orang Asing yang sedang berlibur akan tetapi pekerjaan yang diatur hanya terbatas pada bidang pendidikan, pariwisata, kesehatan, sosial, olahraga, dan seni budaya, tidak ada yang menjelaskan tentang digital nomad.

Inovasi Visa untuk Digital Nomad

Ketiadaan aturan yang mengikat digital nomad menjadi perhatian wajib Pemerintah Indonesia khususnya Ditjen Imigrasi yang dapat berkaca dengan negara-negara di dunia yang telah mengeluarkan visa untuk mewadahi digital nomad. 

Salah satu negara yang telah selangkah lebih maju adalah Estonia yang pada bulan Juni 2020 membuka permohonan visa digital nomad dan freelancer yang berlaku sampai satu tahun. Dengan adanya visa khusus digital nomad, dapat menjadi sumber tambahan pendapatan negara dan hal ini sejalan dengan kebijakan selektif yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia (asas kebermanfaatan).

Visa ini berkonsekuensi terhadap bentuk pengawasan petugas Imigrasi yang wajib menyusun strategi bagaimana mengawasi digital nomad yang berada di Indonesia apalagi sulitnya melakukan tracing didunia digital. Oleh karena itu, Ditjen Imigrasi dalam melakukan studi banding dinegara-negara yang mempunyai visa bagi digital nomad.

Dalam waktu dekat, pekerjaan yang wajib diselesaikan oleh Direktur Jenderal Imigrasi adalah melakukan pelacakan terhadap digital nomad di Canggu. Apabila mereka masuk ke Bali menggunakan visa kunjungan, maka mereka dapat dideportasi sama halnya dengan Kristen Antoinette Gray dan pasangannya Saundra Michelle Alexander.

 

References

Coconuts Bali. (2021, January 19). American woman who 'unsettled the public' with Twitter thread will be deported: official. Retrieved January 20, 2021, from Coconuts Bali.

Scandasia. (2021, January 15). Top Asian places for remote working in 2021. Retrieved January 20, 2021, from ScandAsia.

Thompson, B. Y. (2018, December 19). The Digital Nomad Lifestyle: (Remote) Work/Leisure Balance, Privilege, and Constructed Community. International Journal of the Sociology of Leisure. doi:10.1007/s41978-018-00030-y

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun