Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rektor

30 April 2022   15:31 Diperbarui: 30 April 2022   15:34 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di Makassar. Dua perisitwa besar baru saja terjadi. Bersentuhan dengan bulan Ramadhan. Tentu kita semua berharap berkahnya. Pertama, Senin 18 April 2022. Seorang laki-laki kelahiran Bone. Kental dibidang akademik. Peraih penghargaan H-Index Scopus tertinggi. Namanya Prof Batara Surya.

Alumni Universitas 45-- kini Universitas Bosowa. Mengambil jurusan planologi. Diajukan sebagai calon tunggal. Kemudian diputuskan menduduki jabatan rektor. Di tempat dirinya menimba ilmu dulu. Prof Surya menggantikan Prof Saleh Pallu-- menjabat dua periode.

Seusai pelantikan. Dalam sebuah wawancara kepada media. Ada satu hal menarik yang disampaikan Prof Surya. Tidak akan melepas mahasiswa begitu saja. Seusai mereka menyelesaikan masa kuliah. Akan ada tambahan majelis ilmu. Sekitar 4-6 bulan akan digembleng. Agar betul-betul siap tempur.

Salah satu yang jadi perhatian. Tentang penguasaan ilmu wirausaha. Juga tentang penguasaan teknologi. Saya kira ini inovasi. Barangkali juga imaji-- membangkitkan harapan. Di masa depan kelak. Akan banyak pola yang dapat berubah sangat cepat. Salah satunya perkembangan teknologi informasi.

Pikirannya barangkali sederhana. Jika menguasai TI. Dengan jiwa entrepreneur. Lalu adab dan moral yang baik. Segala hal dapat dilakukan-- termasuk kesejahteraan. Termasuk menghentikan kerakusan. Akibat dari ketidakstabilan kemusiaan. Sebab apalah guna ilmu tinggi. Jika adab dan moral begitu rendah.

Kemudian, peristiwa kedua. Rabu 27 April 2022. Atau sekira Sembilan hari. Pasca pelantikan Prof Surya. Kampus merah menyambut pimpinan baru. Kelahiran Kabupaten Takalar. Sekolah berpindah-pindah. Bukan karena nakal. Tapi mengikuti tugas sang ayah-- anggota TNI. Namanya Prof Jamaluddin Jompa.

Prof Jamal menggantikan Prof Dwia Aris Tina Palubuhu-- jabatan pengabdiannya berakhir. Setelah dua periode memimpin Unhas. Prof Jamal bukan orang sembarang. Salah satu pencetus ALMI-- Akademi Ilmuan Muda Indonesia. Sekaligus sebagai ketua pertama.

Dibidang riset. Prof Jamal mendapat penghargaan-- ilmuwan terbaik dengan sitasi publikasi internasional. Itu kemudian mengantarnya memperoleh kusala 2018 Chancellor's Award Recipient dari James Cook University. Tidak berhenti disitu. Prof Jamal terus berkarya.

Tahun 2019 menerima penghargaan Pew Fellows for Marine Coservation Project dari The Pew Charitable Trusts. Ini tidak lepas dari risetnya soal ekosistem laut. Utamanya daerah pesisir. Ketika pemerintah memperkenalkan Kawasan Konservasi Laut (KKL) tahun 2004. Prof Jamal ikut terlibat.

Prof Jamal berfokus pada kondisi ekonomi. Khususnya wilayah pesisir. Mengidentifikasi potensi konflik. Dan memberikan solusi. Tentang pemanfaatan sumber daya yang ada. Tentu harapan yang lebih baik. Secara berkelanjutan dan berkeadilan. Fokusnya pada terumbu karang, padang lamun, dan mangrove.

Tidak salah jika Prof Jamal dekat dengan warga pesisir. Sebab Prof Jamal memberi contoh. Tidak hanya mengurai teori di ruang kuliah. Tapi mempraktekannya di lapangan. Mengupayakan peningkatan kesadaran warga.  Mendorong partisipasi masyarakat, pelaku usaha, pemerintah, dan LSM.

Jika berkaca dari sejumlah gerakan. Juga tentang prestasi. Baik Prof Surya di Unibos. Dan Prof Jamal di Unhas. Ada harapan pendidikan di masa mendatang menjadi lebih baik-- di Makassar. Kita tentu berdoa. Agar keduanya konsisten dan komitmen. Pada ruang-ruang akademik-- yang merdeka.

Tidak kemudian terjerumus. Ke dalam lubang politik praktis. Seperti beberapa rektor. Baik di Sulsel maupun di daerah lain. Membuat moril akademisi-- ternoda dan terlukai. Dengan tidak mengesampingkan ambisi pribadi-- rasa-rasanya rektor semacam itu. Seperti duri dalam daging. Untuk ruang akademis.

Kita sangat merindukan. Kampus sebagai marwah pencerahan-- untuk negara dan bangsa. Lepas dari bisikan politik. Apalagi hanya melanggengkan kekuasaaan. Juga kepentingan pribadi-- untuk menduduki jabatan kepala daerah. Sudah saatnya kampus berevolusi.

Tidak ada lagi kata rangkap jabatan. Seperti beberapa waktu lalu. Dan menjadi sorotan publik. Dimana sejumlah rektor nyambi sebagai direktur. Termasuk salah satunya ada dari Sulsel. Pendidikan di kampus adalah harapan bangsa dan negara-- untuk melahirkan pemimpin Indonesia emas 2045.

Pendidikan adalah hal yang sangat urgent. Pada semua negara. Tidak terkecuali Indonesia. Semua tentu tahu. Bahwa pendidikan merupakan salah satu indikator-- majunya sebuah negara dalam berbagai sektor.

Pendidikan ialah nafas menyonsong kesejahteraan seluruh rakyat. Khusus didua kampus-- Unibos untuk Prof Surya dan Unhas untuk Prof Jamal-- untuk menjadi nahkoda. Mengarungi gelombang. Dan arus perubahan yang cepat. Terutama dibidang pendidikan.

#akumencintaimu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun