Dengan adanya dinamika politik yang sangat cair diawal-awal proses Pilkada Makassar dengan memunculkan sejumlah nama yang digadang-gadang maju untuk menantang calon incumbent Danny Pomanto adalah sebuah permulaan. Bahkan, jauh sebelum tahapan Pilkada Makassar, Danny Pomanto telah pecah kongsi dengan wakilnya Syamsu Rizal (Deng Ical).
Padahal, pada Pilkada Makassar 2013 lalu bagaimana pasangan Danny Pomanto-Syamsu Rizal (DIA) yang lahir dari tangan dingin seorang pemimpim Kota Makassar dua periode Ilham Arief Sirajuddin yang kemudian menumbangkan sejumlah pasangan calon yang lahir dari klan politik yang sudah mengakar di Sulsel seperti Irman Yasin Limpo yang merupakan adik kandung Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo.
Hiruk pikuk kebersamaan DIA yang diperhadapakan dengan gelombang politik yang dilewati dengan tidak mudah, ternyata tidak mampu membuat keduanya harmonis. Sehingga membuat Deng Ical melakukan manuver politik untuk melakukan perlawanan terhadap Danny. Kuat dugaan, pecah kongsinya DIA tidak bisa lepas dari pengaruh Ilham Arief Sirajuddin.
Pecah kongsi itu pun berlanjut hingga tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu pecah kongsi yang cukup melelahkan bagi kepala daerah di Sulsel. Meski pada beberapa daerah juga mengalami hal yang sama seperti Jeneponto, Sinjai, Parepare, Palopo. Akan tetapi, yang terjadi antara Deng Ical dan Danny tidaklah sama sebab ada pihak ketiga yang telah terlibat.
Konflik internal Pemerintah Kota Makassar pun tak terhindarkan hingga memasuki tahapan Pilkada Makassar yang kemudian Deng Ical membuktikan diri sebagai politisi yang siap bertarung dengan Danny. Akan tetapi, takdir berkata lain, Deng Ical gagal melaju pada putaran Pilkada Makassar disebabkan tidak mampu mencukupkan jumlah usungan partai politik yang ketika itu berpasangan dengan legislator PKS, Iqbal Djalil (Ije').
Sementara dipihak Danny, tentu sebagai calon yang berstatus incumbent memiliki segudang ketertarikan oleh sejumlah partai politik untuk mengusungnya. Partai Demokrat yang juga sebagai tempat Deng Ical menimba ilmu lebih memilih untuk mengusung Danny. Tentu ini menjadi kecemburuan tersendiri dalam internal partai berlambang mercy itu. Hingga pada akhirnya Deng Ical memutuskan untuk menyeberang ke Partai Golkar.
Selain Demokrat, sejumlah partai politik lain juga ikut melirik Danny. Mulai dari partai politik penguasa yakni PDIP, Golkar, PPP, PKB, dan sejumlah partai baru maupun partai politik yang tergabung dalam oposisi seperti PKS dan Gerindra. Hal ini pun membuat Danny semakin di atas angin yang kemudian membuatnya jumawa.
Namun, pada akhirnya seluruh partai politik mulai menarik diri disebabkan dengan Danny yang kian di atas angin kemudian menjadikannya sedikit angkuh dan sombong. Apalagi, Danny ketika itu memiliki struktur politik hingga tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) se-Kota Makassar. Hal ini pun dijadikan senjata untuk tidak masuk dalam ranah politik praktis untuk bergabung pada salah satu partai yang siap mengusungnya.
Partai Golkar merupakan partai pertama yang melakukan perlawan terhadap Danny. Diinisiasi oleh Ketua DPD II Partai Golkar Kota Makassar, Farouk M Betta bersama seluruh politisi Golkar Makassar menaikkan lambang tanda X yang kemudian viral. Hal itu pun membuat sejumlah partai politik juga ikut terlibat seperti PPP hingga PDIP bahkan Gerindra dan PKS.
Danny kemudian melakukan persiapan untuk melakukan perlawanan melalui jalur independent dengan mengumpulkan sejumlah KTP. Akan tetapi, masih ada partai politik yang setia kepada Danny yakni Partai Demokrat dan beberapa partai politik non parlemen seperti PSI, Perindo, dan Berkarya.
Akan tetapi terlanjur menggeliatnya Gerakan X tersebut kemudian memuculkan figur alternatif di Pilkada Makassar yakni Munafri Arifuddin. Dia adalah seorang yang tidak pernah terlibat politik sebelumnya. Namun, dorongan yang kuat dari sejumlah kalangan membuatnya nekat maju di Pilkada Makassar. Termasuk dorongan dari sejumlah pebinsnis terbesar di Sulsel Aksa Mahmud dan politisi senior Partai Golkar Jusuf Kalla.