Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pengkerdilan Politik

9 Mei 2018   02:31 Diperbarui: 9 Mei 2018   03:27 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan untuk menjalankan strategi itu, maka isu Suku Agama Ras (SARA) sangatlah empuk untuk diolah. Tentu saja, ini sangat bertentangan dengan konstitusi. Ini jelas dalam undang undang nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (undang undang ITE).

Sebagaimana dalam pasa 28 ayat (2) yang mengatakan "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".

Akan tetapi faktanya hal ini terus saja terjadi. Dan sudah seperti santapan sarapan pagi jelang Pilkada pada suatu daerah. Yang lebih mirisnya lagi, ini juga dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat yang tergabung dalam tim-tim calon yang akan bertarung. Ini paling nyata terjadi jelang Pilpres akhir-akhir ini.

Kubu yang satu mengatakan "Ganti Presiden 2019", yang lain mengatakan "Dia Sibuk Kerja". Pada akhirnya mereka semua sibuk dengan sikap dan gerakannya. Bahkan seperti lupa diri dengan menganggap dirinyalah yang paling benar. Tahu-tahunya rakyat yang tidak tahu apa-apa yang jadi korban.

Sibuk melakukan gerakan kemudian melupakan kemanusiaan. Dimana dua orang bocah menjadi korban meninggal seperti tidak tabu lagi. Sikap dengan sibuk dengan gerakan itu seakan memfilterisasi bahwa soal kematian bukan lagi soal kemanusiaan. Tapi kematian seperti dianggap hanya sebagai takdir menuju Tuhan.

Dipihak lain, terjadi intimidasi yang dilakukan oleh oknum aparat yang tidak toleran berdasarkan hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Padahal jelas dalam undang-undang mengenai hal itu. Tapi toh kenapa menjadi buta. Lihatlah juga bagaimana dengan mudahnya terjadi persekusi. Baik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok.

==========

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri" adalah kalimat yang sangat populer Soekarno. Dugaan saya, situasi yang  terjadi jelang kontestasi Pilkada dan Pilpres inilah yang sedang digambarkan Soekarno dalam kalimatnya itu.

Bagaimana sikap dan pengkerdilan kita terhadap kontestasi Pilkada dimana hanya pada prosesi merebut kekuasaan yang waktunya lima tahun sekali. Dibandingkan dengan melakukan pendalaman untuk menampilkan sikap karya yang diidamkan oleh rakyat. Lihatlah bagaimana perlakuan yang diterima Dokter Terawan yang dipecat dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Coba kita lihat bagaimana komposisi partai politik saat ini dimana lebih care terhadap orang-orang berjois untuk dijadikan kader dibandingkan dengan orang-orang yang berkapasitas dalam kompleksitas leterasi. Lihatlah bagaimana partai melakukan pengkaderan secara instan dengan melakukan comotan kiri-kanan yang pada akhirnya hanya itu-itu saja yang berputar.

Kupikir ini adalah fakta yang kadang dipandang sebelah mata oleh partai. Meski memang disisi yang lain, hal semacam ini bisa dimaklumi dengan sekelumit alasan pembenarannya. Salah satu yang menjadi populer adalah partai tidak akan pernah bisa jalan tanpa ada cost politik yang cukup untuk perjalanan ketemu rakyat dan membagi-bagikan rezeki kepada rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun