Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Oposisi, PDIP dan Megawati, serta Jokowi Menuju Istana (1)

30 Maret 2018   21:56 Diperbarui: 2 April 2018   17:53 1455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski perolehan suara itu turun jika dibandingan dengan Pileg 2004 lalu, akan tetapi PDIP masih tetap bersyukur karena mampu konsisten beradap pada posisi tiga besar. Kupikir, perolehan suara PDIP itu juga bagian dari konsistensinya untuk tetap memilih jalur oposisi dalam perjuangan politiknya.

Pada Pilpres 2009, Megawati kembali maju bertarung. Kali ini, Megawati melirik partai baru yang sedang berkembang yang dipelopori oleh Prabowo Subianto yang memiliki perolehan suara sekitar 4.646.406 atau 4,46 persen di Pileg. Meski memang jalannya komunikasi PDIP dan Gerindra ketika sangat alot.

Dalam perjalanannya, PDIP sendiri mengakui jika koalisi dengan Partai Gerindra merupakan pilihan yang terpaksa. Pasalnya, ketika itu PDIP cukup tertutup untuk melakukan komunikasi dengan partai politik lain. Dimana Demokrat sudah pasti akan mengusung kembali SBY dan Golkar telah memutuskan untuk mengusung JK.

Rupanya ujian terhadap PDIP dan Megawati masih terus berlanjut. Pasangan Megawati-Prabowo di Pilpres kembali keok untuk kedua kalinya dari Partai Demokrat. Mega-Prabowo hanya mampu mendulang suara 32.548.105 suara atau 26,79 persen.

Sedangkan SBY yang menceraikan JK dan kemudian berpasangan dengan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono memperoleh suara 73.874.562 dengan persentase mencapai 60,8 persen. Dan posisi buncit alias ketiga adalah pasangan JK-Wiranto dengan jumlah suara 15.081.814 dengan persentase 12,41 persen.

Kemenangan 2-0 SBY terhadap Megawati membuat hubungan keduanya menjadi sangat runcing. Hal itu terbukti ketika dalam beberapa kesempatan Megawati selalu mangkir ketika akan berhadapan dengan SBY. Tak hanya Mega dan SBY, Partai Demokrat dan PDIP pun demikian.

Rasa sakit hati Megawati dan PDIP pun membawanya untuk konsisten berada pada jalur politik di luar pemerintah. Itu artinya, PDIP dan Megawati selama dua periode pemerintahan SBY konsisten untuk oposisi. Konsistensi itu pun sepertinya membuat PDIP mulai mendapat perhatian publik.

Apalagi, dalam berbagai kesempatan tagline partai wong cilik ala PDIP kemudian booming yang membuat rakyat kian jatuh hati. Langkah politik PDIP yang berada diluar pemerintah yang membuatnya tak takut untuk melakukan kritik pedas sebagai bumbu manis.

Bahkan, politik mengiba yang diperagakan oleh PDIP seperti menampilan elit politik sedang menangis seperti yang pernah diperlihatkan oleh Megawati, Rieke Diah Pitaloka, dan Puan Maharani membuat hati rakyat kian bergetar untuk memberikan support dan dukungan.

Ditambah lagi PDIP yang mengangkat isu-isu yang sangat krusial seperti kenaikan harga BBM yang sangat bersentuhan dengan rakyat kiat membius hingga kepelosok. Tak hanya itu, dipeloporinya aksi unjuk rasa oleh PDIP yang dihadiri langsung oleh sejumlah elit dan menerbitkan buku pembelaan terhadap wong cilik terasa sangat memabukkan.

Oleh karena itu, tidak mengherankan bagi saya ketika Pileg 2014 PDIP muncul sebagai partai pemenang dengan jumlah suara 23.681.471 atau 18,95 persen. Yang menarik, setelah PDIP keluar sebagai partai pemenang Pileg, tidak serta merta membuat Megawati maju kembali ke Pilpres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun