Tanggal 14 Agustus merupakan hari bersejarang bagi bangsa Indonesia. Dimana pada tanggal itu, Presiden RI Pertama, Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia atas penjajahan Jepan dan Belanda. Olehnya itu, setiap 14 Agustus 250 juta rakyat Indonesia bersuka cita menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan.
Berbagai kegiatan pun dilakukan, mulai dari upacara bendera yang dilakukan oleh pemerintah mulai dari pusat hingga daerah, pun dengan berbagai macam kegiatan yang hanya akan ditemui pada perayaan HUT RI seperti panjat pinang, lomba makan krupuk, sepak bola pakai daster, dan lomba lainnya yang dikemas secara merakyat.
Akan tetapi, apakah dengan kecerian rakyat yang mengikuti berbagai perlombaan itu sudah menunjukan bangsa ini telah merdeka? Apakah dengan wajah-wajah polos rakyat yang berada dipelosok sana telah merasakan kemerdekaan?. Saya pikir bahwa apa yang dirayakan setiap tanggal 17 Agustus itu hanyalah euforia semata.
Tidak menunjukkan sesungguhnya bangsa ini telah merdeka. Bahwa benar memang bangsa ini telah merdeka dari penjajah. Bahwa benar kita harus bersuka cita menyambut kemerdekaan dengan suka cita, akan tetapi relakah kita menggadaikan nurani kita sebagai warga negara yang merdeka hanya dengan euforia semata saja tanpa melihat secara benar atas kondisi kekinian bangsa.
Mestinya bangsa ini mesti membuka mata selebar-lebarnya melihat penyakit para pemangku kekuasaan yang kian hari memperlihatkan kebobrokan moralitas dengan bangga dan tanpa malu disebut sebagai koruptor. Sudah tidak bisa dihitung lagi banyaknya uang rakyat dimakan rakus pada tikus berdasi. Ratusan juta hingga triliunan rupiah habis tanpa sisa.
Disana, digedung yang katanya tempat untuk menyampaikan aspirasi rakyat, duduk dengan manis seorang penikmat korupsi menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akan tetapi masih mampu menjadi seorang yang begitu dihormati hingga memimpin sidang dalam pengambilan keputusan penting negeri ini.
*******
Disisi lain, negara yang kita banggakan ini juga memproklamirkan sebagai negara hukum. Namun, apakah hal itu sudah dilaksanakan sesuai dengan konstitusi yang telah dibuat oleh para pendiri bangsa. Lihatlah betapa mudahnya hukum dipermainkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Memamerkan kekuatan atas kuasa atas dijalur hukum.
Lihatlah betapa kejamnya aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir yang dibunuh diatas pesawat dalam perjalanan menuju ke Amsterdam menggunakan pesawat Garuda Indonesia tahun 2004, kasus Sum Kuning yang mengalami pemerkosaaan yang diduga dilakukan oleh anak keturan pejabat tahun 1970, kasus Marsinah merupakan aktivis buruh yang dibunuh tahun 1993, dan sejumlah kasus lainnya. Saya MENOLAK LUPA.
Yang terbaru kasus hukum yang terbaru adalah mengenai penyiraman penyidik KPK, Novel Baswedan hingga kini pun masih menjadi misteri. Juga pembacokan ahli IT Intitute Teknologi Bandung (ITB) Hermasyah pun kini seakan lenyap oleh kabarnya. Sedangkan, rakyat yang tak memiliki kuasa seakan hukum menjadi alat untuk melakukan perpeloncoan dan penjajahan. Tentu semua ingat bagaimana nasib Nenek Asyani dituntuk satu tahun penjara karena diduga mencuri kayu.
*******
Tak lupa pula saya ingin mengatakan, negara yang katanya kaya raya ini hasil bumi dan lautnya belum dinikmati sepenuhnya oleh rakyat. Berdasarkan data tahun 2013 lalu, sektor pertambangan negara ini dikuasai oleh asing sebanyak 75 %. Jadi tidak heran kita ketika masih ada rakyat yang belum menikmati listrik, infrastruktur jalan yang memadai, hingga pemenuhan pendidikan yang layak.
Olehnya itu, layakkah kita mengatakan bangsa ini telah merdeka? Tentu saja, semua ada opini mengenai hal ini. Lihatlah betapa pemerintah hanya meninabobokan kita dengan pesta euforia, sedang para penguasa yang mengaku sebagai pemerintah itu bisa jadi sedang minum kopi sambil memperbincangkan prospek pembodohan rakyat kedepannya untuk mengamankan kekuasaan.
Awal Januari 2017 lalu, saya masih mendapati vocer listrik harga Rp. 100.000 dengan isi 96.000, minggu lalu saya membeli vocer listrik harga yang sama tetapi isinya sudah turun menjadi 60.000. Katanya, subsidi dialihkan pada sektor yang mendesak yakni infrastruktur. Entah biaya subsidi itu sudah habis atau bagaimana hingga kemudian melirik dana haji. Infrastrukturnya pun dimana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H