Mungkin hal ini merupakan pemandangan yang aneh; seonggok benda tak dikenal terjulur keluar dari pipa paralon yang menempel di atap. Awalnya tak ada yang menyadari hal itu kecuali saya. Lantas seorang kawan menyeru seraya menunjuk ke arah benda kehitam-hitaman itu, “ada burung yang bersarang di situ?!” Aku yang belum menoleh langsung padanya, paham kalau yang dia maksud adalah sarang burung yang terdorong keluar oleh hujan deras semalam yang meluncur menyelancari paralon putih itu.
Memang sekitar lima atau enam hari yang lalu, pagi-pagi sekali, sepasang burung kecil, terbang dan meloncat-loncat di sekitar pipa itu. Mereka sepertinya bercengkrama; merencanakan kehidupan mereka yang kecil dan manis. Bergantian mereka bersiul, lalu terbang berbarengan. Beberapa saat mereka menghilang. Tiba-tiba salah satu dari pasangan tersebut, yang kemungkinan si jantan, pulang. Ia lalu sibuk bolak-balik membawa sesuatu, satu persatu, entah dari mana ia mendapatkannya. Ia memasukkannya ke dalam paralon, bermaksud membuat sarang untuk ia tempati bersama pasangannya.
Dan pagi ini, si jantan kembali lagi, mengajak kekasihnya untuk menemui sarang baru dan hangat itu, di dalam paralon yang membawa air hujan. Tapi sarang itu sudah kuyup, terhambur dan terjulur keluar, sebentar lagi akan jatuh. Tak ada tingkah lain. Mereka hanya kembali bercengkrama, dengan siulan yang masih ceria dan nyaring. Di sela-selanya seolah mereka berdoa, ”Rabb kami, Engkau melihat kami kini tak bertempat tinggal, tapi bumiMu luas dan ketentuanMu tegas. Jika nanti Kau keringkan pipa ini, dan belum Kau keringkan tenggorokan ini dari udaraMu, maka akan kami bangun kembali sarang ini. Tempat kami berdzikir menghitung ni’matMu, setelah seharian membentangi alam mencari penghidupan menyaksikan keniscayaan janji-Mu…”
Tahukah, sepasang burung kecil ini telah berulang-kali melakukan hal tersebut; membuat sarangnya sedikit demi sedikit dalam beberapa jam, sebagaimana seminggu, tiga minggu, atau sebulan yang lalu. Mengapa mereka tak pindah dari paralon itu? Karena itulah tempat terbaik mereka di kota yang sudah miskin pepohonan ini. Untungnya mereka hanya sepasang burung, tidak dikaruniai akal, akal yang kadang loyo di depan nafsu, yang bisa mendorong mereka bersungut-sungut dan mengeluh saat hujan meniadakan rumah mereka, seperti yang dilakukan kebanyakan para mahluk berakal bernama manusia saat hujan mengguyur mereka dalam perjalanan menuju rumah yang hangat dan nyaman.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
Ibnu Katsir berkata: “Hisablah diri kalian sebelum dihisab, perhatikanlah apa yang sudah kalian simpan dari amal shalih untuk hari kebangkitan serta (yang akan) dipaparkan kepada Rabb kalian.” (Taisir Al-‘Aliyil Qadir, 4/339)
Dewdrops
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H