Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sandiwara Cinta

18 Desember 2020   14:07 Diperbarui: 18 Desember 2020   14:10 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Bro, Ini Proposalnya "

A: "Bro, ini proposalnya. Jadi sudah aku bikinin pemetaan, riset dan hitungan tentang bagaimana kita bisa menguasai emas kekinian dan pada akhirnya semua akan tunduk ke kita. "

B: "Emas kekinian? Maksud kamu minyak? "

A : " Ah, 80's banget sih kamu. Minyak itu has been. Lampau. Kita sudah porak porandakan negara negara penghasil minyak itu. Hasil memang masih ada sekarang. Tapi ga efisien dan pengolahan nya mahal. Belum lagi biaya operasional konflik supaya kita bisa menguasai hasil nya itu mahal.  Belum lagi ini dan itu. Ribet "

B : " Lantas apa? "

A : " Apa yang ada di tanganmu itu sekarang? "

B " Apa? Uang? Oh ini, ponsel maksudmu? "

A : " Tepat. Kamu tau bagaimana idiom lama bahwa barang siapa yang membawa informasi, maka ia akan menguasai dunia? Nah sekarang kita jauhkan lagi ke arah bahwa akses mendapatkan informasi itu dan energi yang ada disana. Itu lah masa depan. Kamu perlu berita. Kamu mahluk sosial. Kamu perlu dawai pintar dan jaringan untuk itu semua sehingga bisa menembus batas. Dan untuk melakukan itu semua, kamu perlu energi. Apa yang kamu lakukan saat energi dawai kamu habis? "

B :  " Batre Ponsel abis maksudnya? Ya di charge lah. Ribed amat sih penjelasannya. Lantas maksudmu gimana? "

A : " Bagaimana kalau kujelaskan padamu bahwa pengembangan energi yang tidak akan habis itu sudah ditangan? Ya kita tinggal menguasai sumbernya saja ! Kelak, kedepan, kamu ga perlu lagi repot. Dan pada saat yang bersamaan saat kita kuasai sumber energi itu DAN juga informasi, kita adalah penguasa Dunia ! "

B : "Oke. Aku mengerti maksudmu. Kalau gitu proposalmu tentang dua kekuatan Kapitalisme gak akan berhasil. Gunakan cara lama yang sudah mendarah daging.
 Datang, pecah konsentrasi massa. Ambil dukungan, gunakan konsentrasi massa yang ada dan ambil posisi. Gunakan teknik klasik dimana buat benturan itu sesuatu yang berasal dari " hati".  
 
Pihak yang satu tentang Kesetiaan Pada Sumber Alam nya, dan pihak yang lain tentang Kesetiaan Pada Sang Pemberi Sumber Alam itu "

A : " Kemudian ciptakan konflik diantara keduanya dengan propaganda itu sesuai pangsa pasarnya ? "

B : " Selalu Begitu kan? Pertanyaan macam apa  itu. Kalau kau jelas jelas dan jujur dengan proposal Kapitalisme mu, ya gak akan masuk di mereka "

A : " Dan kita bermain di dua kaki? Toh dari kedua pendanaan Bohir  Multi Nasional luar kita dapat kok sponsor dari keduanya ? "

B : " Always itu Selalu, seperti Kabeh itu Semua, Bro.  Kabeh itu Semua. Sekarang yang perlu kita lakukan ya perjelas aturan main, tanam Figur di kedua belah pihak dan biarkan permainan ini berjalan apa adanya. Manapun yang menang, kita akan dapat bagian"

A :  " Ini kenapa aku datang kepadamu, Bro. Kamu selalu pintar merangkai aransemen seperti ini. Seperti lagunya Mendiang dulu,  Sandiwara Cinta "

B : " Ah itu lagu favoritku. Nikel Ardilla kan? "

A : " Iya".

A  dan B : " Mengapa kau nyalakan api cinta dihatiku
Membakar jiwa yang merana
Kata manismu membuatku yakin kepadamu, hingga membuatku terlenaaaa "

C : " Nanti dulu, sebentar dulu. Kalian bwrdua mau ngambil keuntungan dari Bohir Bohor Multinasional sementara kalian ini gak tau bahwa uang uang yang didapat dari Bohir Multinasional ini sebetulnya uang uang kita sendiri yang dulu oleh Kerajaan Nuswantara  dititipkan dan dirampas oleh mereka dan sekarang malah dipakai untuk menjajah Bangsa sendiri? 

A, B dan C, kemudian nyanyi barengan.  Meratapi nasib mental makelaran yang gak selesai karena terlalu lama dilemahkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun