Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berhijrah Jangan Berhijrah, Kalau Tiada Artinya

19 Januari 2020   14:19 Diperbarui: 19 Januari 2020   14:19 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas apakah agama akan kehilangan esensinya apabila hanya belajar (seakan) lewat media sosial? Tidak juga. Media sosial hanya menjawab keterbatasan waktu dan menjadi wadah kehausan spiritual, baik secara umum maupun ke generasi millenial Hijrah ini.  Bukan berarti kita langsung gebyah uyah sontak bilang wah mereka ini belajarnya ke "Ustadz Google" mesti iman nya kurang dan pemahamannya ga asik nih. Wong ora mondok kok.

Ketimbang begitu mbok lebih aktif aja menggunakan media sosial buat ngajak dateng ke Majlis Ilmu yang beneran.  Share sedikit sedikit siapa tau akhirnya ada yang mau tergerak hadir.  Ga semua orang punya keinginan buat mondok lah. Realistis. Kalau semua mondok, trus siapa nanti yang bikin telur asin atau mie instan buat anak yang mondok? Yang bikin sarung siapa? Yang nanem padi siapa supaya anak pondok bisa makan tiap hari?

Trus nih. Kalau semua orang mondok, lha anak pondok mau dakwah kemana abis lulus? 

Ojo ngono ah. 

sumber: tangkapan layar dari channel youtube SANTRI GAYENG
sumber: tangkapan layar dari channel youtube SANTRI GAYENG
Positif Memaknai Hijrah

Ayolah. Kita sama sama berusaha memaknai positif  atau melihat sisi positif dari  Hijrahnya seseorang.   Apabila ternyata fuluan banyak menyebarkan tautan dakwah dalam media sosial mereka, anggaplah mereka sedang ingin berbagi panen rambutan yang ranum dari pekarangan rumahnya. Ia melihat, merasakan dan menikmati panen rambutan yang manis nih.

Dan Ia ingin berbagi kepada saudara saudaranya.

Ia ingin berhijab, bercadar sekalipun dan menun jukkan "kecingkrangan" nya sekedar lahiriahnya saja? Darimana kita tahu tingkat keimanan seseorang apabila hanya melihat dari atributnya saja? Ini sama halnya dengan ngejudge seseorang berpakaian minim .  Mereka sekedar narsis ?

Ya biarkanlah. Punya keyakinan saja bahwa kita ini pada dasarnya semua narsis kok. Kalau lebih jauh lagi nih, kekhawatiran tentang mereka yang mengklaim dirinya hijrah ini berafiliasi dengan radikalisme, atau paham yang akhirnya berusaha 'menciderai kemajemukan', ya jangan malah di musuhi.

 Ajak ngobrol lah mereka. 

Apabila kita melihat seseorang  yang Hijrah dan masih dirasa gak pas, ya gak menjadikan pas juga untuk terus malah ngjudge mereka dengan kekhawatiran kekhawatiran  yang kalau boleh minjem istilah keren seorang influencer media sosial sempet ngendikan kalau gak siap dengan perbedaan di media sosial ya jangan main media sosial sekalian.  Pendapatku adalah subyektif murni penerimaanku akan sesuatu hal, tapi pendapatku belum tentu benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun