Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Radikalisme, Justifikasi, atau Legitimasi?

4 November 2019   10:58 Diperbarui: 4 November 2019   11:16 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bendera atau Liwa nya jadi nya ya Hamdalah.  Selalu bersyukur. Bukan lagi ribut perkara "Bendera Tauhid" wong Tauhid itu berada di hati kok. 

Siapa bilang Tauhid itu ada di bendera ?  Bicara bendera nih, entah yang hitam atau yang putih, entah terminologi bahasa yang tepatnya apa. Bendera hitam hanya keluar dua kali saat Rasulullah SAW berperang dan kemudian tentang sebuah nukilan kelak tentang Imam Mahdi. 

Imam Mahdinya sopo sih? Karena jelas kita sudah tidak di jamannya Rasulullah SAW lagi dan sedang berperang. 

Sudahlah. 

Gak capek kita berantem sendiri? Dari jaman peradaban Gunung Padang , Sunda- Galuh, Mataram, Majapahit kemudian Mataram islam kok isinya perang saudara terus menerus gak ada habisnya.

Ini juga jadi satu penanda bahwa isu agama selalu akan di pakai untik justifikasi dan legitimasi politik baik praktis maupun aktif kekuasaan. 

Jangan pada jadi politikus deh, dan merasa bahwa yang dilakukan melulu atas nama agama. Ayo Jadi lah dulu muslim yang (merasa) bodoh, yang terus menerus belajar.

Terus menerus berusaha melakukan kebaikan. Sehingga waktu nya habis untuk melakukan itu karena semakin taat akan semakin menunduk. Dan semakin cerdas akan semakin sedikit yang bertikai. Tapi justru ingin merapatkan, saling membantu dan bersama sama menegakkan kembali Rahmatan Lil Alamin. 

Kalau ada yang masih jadi radikalis karena faktor ekonomi atau hal lain, ya yang membiarkan sejatinya lebih radikal daripada radikalis itu sendiri. 

Kalau gitu gak perlu lagi larangan cadar atau celana cingkrang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun