Malu lah kalau kita selalu mengobarkan konsep khilafah tapi kaku dengan hanya syariat atau lakunya saja, tapi batin nya ga kena kan? Merasa selalu benar sendiri saja sudah salah. Boleh dan wajib merasa bahwa keyakinan yang dianut adalah yang terbaik. Tapi jangan pernah lupa pada satu hal yang terpenting. Bahwa Tuhan, Gusti, Allah itu Maha.
Bukankah mudah bagi Tuhan untuk menciptakan Surga, Suargo, Heaven, Nirwana, ShangriLa atau Jannah bagi masing masing pemelukNya? Â Coba deh direnungkan kembali, tanpa mengecilkan sama sekali tuntunan yang diyakini, dan tetap dengan konsep Maha itu sendiri. Kita aja masih eksplorasi Mars tanpa benar benar tau apa yang ada disana kok mau bertindak seperti Gusti Allah. Kan bodoh namanya.
Aku apa kata ummatKu, dan apabila Aku berkehendak maka terjadilah. Itu bukan kehendakmu, mblo. Â Sangat mudah bagi Gusti Allah untuk menciptakan Jannah, ushushon hanya bagi ummat Muslim saja, dan kemudian menciptakan 'ruang' yang lain berupa Suargo bagi penghayat kepercayaan Kejawen misal. Surga bagi yang universal, Heaven , Nirwana, atau apapun dan bagaimana pun cara kita menyebutkannya.
Kok mau dikecilkan? Dan yang paling penting lagi ya jelas jelas bagaimana cara kita bersyukur dengan menjaga 'surga' yang sudah kita miliki bersama ini yang sekarang bernama Indonesia. Yang enggak ilang 2030 nanti lho, Mblo. Ucap itu yang baik, karena itu doa. Sori nih, rada kebawa politis.Â
Pancasila Adalah Nurani
Dalam bernegara dan bahasan diatas, ya Pancasila itu hadir sebagai dasar. Tau kan pengertian dasar? Sebuah fondasi. Yang memangku perbedaan masing masing individu, golongan , keyakinan, suku dan ideologi. Dimana kita tidak bisa berada pada satu posisi tanpa sebuah dasar. Ini yang harus betul betul dipahami terlebih dahulu. Ia ( Pancasila) adalah dasar yang merangkum semuanya. Â Ia mewakili satu kebebasan berpikir, yang tentu berdasar kesana. Â Tidak sempurna, jelas, karena kembali lagi meski semua petunjuk yang datang dari Tuhan itu pasti baik, pada akhirnya yang menentukan baik dan tidaknya penerapannya adalah manusianya sendiri.
Yang menjadikan Ia, Pancasila itu sakti atau tidaknya bukan keramat, atau karomah tiap kalimatnya, melainkan bagaimana kita menyikapinya.
Dasar, yang menjadikan satu pemahaman baku setidaknya bagi penulis sendiri. Bahwa negara yang mengayomi, selalu berada di bawah dan diatas kepentingan pribadi, Â suku, ras, golongan dan keyakinan atau agama sekalipun. Mutlak dipahami dan dimengerti.
Tanpa terkecuali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H