Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Politik Adem Tren Kekinian , Karena "Mbeling" Itu Indonesia Banget?

24 Maret 2018   14:30 Diperbarui: 24 Maret 2018   14:50 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosial Media. Kekuatannya emang Umami' alias gurih maksimal. Meminjam istilah yang kemudian di populerkan untuk mendeskripsikan rasa gurih yang bukan manis asin asam pedas atau pahit ini, kekuatan sosial media memang seringkali dan memang sudah diperhitungkan untuk menjadi satu sarana untuk berpolitik.  Bumbu sana sini supaya rasa yang biasa menjadi luar biasa. Dengan harapan dan tujuan , untuk menggemukkan suara yang punya kepentingan sehingga kelak bisa dipergunakan sebagai ujung tombak pada saat pemilihan suara. Dengan cara yang kurang sehat. 

Persis plek seperti asal muasal sejarah ketemunya Monosodium Glutamate atau MSG.  Micin ini emang sengaja di buat supaya dulunya nambahin nafsu makannya bibit tentara Jepang sejak usia dini. Harapannya ya sama, gurihnya micin diharapkan bisa menciptakan pasukan dengan size gahar yang (mungkin) ga pinter pinter amat akibat kebanyakan Micin itu. Yang penting loyal dan tabrak dulu kan?

Sempet nih. Era penggunaan sosial media untuk keperluan politik mencapai titik yang memuakkan. Berita dimanipulasi , provokator yang sepertinya dulu karyawan dengan kinerja terbaik  di pabrik kompor pun bermain sehingga awam menjadi 'terbakar'. Tapi mungkin karena terlalu sering disakiti oleh Umaminya politik di Indonesia, pada akhirnya kita jadi kebal ya? Dan lebih baik lagi, malah jadi bersifat positif untuk menanggapi serangan bombastis politis yang jelas enggak Mr. Romantis itu. 

Asik lho, seriusan membaca situasi politik yang semakin adem. Warga yang kembali warna Indonesianya : Bangsa Yang Ramah  Bukan Berarti Takut. 

Udah ga mempan mau dibohongi atau dikomporin (pake) apapun juga. Disikapi dengan tawa sehat dan mbeling. Bahkan ilmu filsafat tingkat tinggi yang belakangan dipakai di mancanegara pun akhirnya keluar.  Yang enggak gumunan ( gampang heran) dan enggak getunan ( mudah nyesel) Ini kan asik? Karena emang sejatinya saat dulu di Yurop  ( baca; Eropah)orang mandi sama gosok gigi aja masih jarang, di Nusantara nih kita udah punya taman n air  bahkan sederet wewangian untuk pemandian disana sini lho. 

 Badan aja bersih, gimana hatinya kan? 

Timeline media sosial terlihat adem.  Yang ribut ya ada sih , tapi asli udah jarang banget. Yang doyan ribut ya paling tinggal mereka mereka itu. Yang keliatannya sih dulu jaman sekolah suka pelit ngasih contekan, pake tas koper keren "President".  Suka ngadu ke guru. Anak yang suka buru buru ngacung kalo ada pertanyaan, sementara orang macem awak ni suka mendadak pura pura sibuk ngadepin buku padahal halaman bukunya blank atau paling banter penuh imajinasi graffiti nama band rock ngetop atau kata mutiara seperti "aku suka singkong- kau suka keju " atau anti sosial lain deh. 

 Pinter sih, tapi rata rata ya gak punya temen.  Hidup cuman sekolah-rumah- warung gara gara disuruh emak trus balik lagi. Gak pernah ngerasain bolos, gak pernah ngejar layangan sampe item. Dan pasti gak pernah ngerasain dikejar kejar petani pake clurit gara gara ngelepas tali tambatan kuda Bendi sampe kudanya lari ke arah sawah.

Oh kalian juga gak pernah? Maaf, penulis agak kebawa suasana nih . Mungkin itu cuman sayanya aja sih yang kelewat mbeling dulunya. 

Nah, sifat mbeling tapi guyub tipikal Indonesia ini kembali terasa di hawa politik media sosial. Contoh terakhir nih, kalau gak percaya. Dikasih amaran berapi api dan melalui kajian eksklusif yang diambil dari mancanegara dan hitungan njlimet tentang bakal ilangnya negara kita di Tahun sekian? Jiaah boro boro pada marah atau paranoid.

 Kita ketawa bareng malahan !

Dari mulai malah bikin cerita sendiri kelak nanti "tahun sekian" itu seperti apa, sampe yang gape ngulik gambar tentu bikin Meme dan lucu lucuan lah. Apa lagi? Positif banget, guyub dan penuh canda.  Nah apa berarti langkah itu gak efektif? Ya gak gitu juga sih. Tentu, tetap ada provokator yang berusaha membakar.  Bro and Sis, Please deh.  Kamu mau ngancem bawa beceng ? Kita tiap hari sarapan  pecel nguleknya pake granat aktif, men !

Maenan anak kecil lah yang begitu.

Tapi jangan khawatir. Tentu tetap ada sih, nieche market  yang menyambut usaha Umami itu dengan sikap hormat dan terbuka.  Terlihat dari status di timeline mereka yang mengucap syukur. Berterima kasih atas concern si Bapak yang care-nya ngelebihin rambu lalulintas yang berbunyi hati hati dijalan. 

Sebagai contoh nih, ada yang khidmat dan bersyukur bilang : " Alhamdulillah, maturnuwun, Pak.  Tanggal tua begini Bapak masih peduli sama kita dan ngasih bahan untuk ketawa ! " Lho? ya ujungnya ketawa sih. Emang tujuannya apa sih sebenernya? Gak jelas juga sih, visi dan misinya.

Bluntly say : " With all due respect, Your "Baper*" approach  which you claimed backed with detailed  data truly put tears on our eyes. Laughing "   Dan bukan kebetulan lagi nih, Pak,kalau untuk data sih kita lebih suka versi Jules Verne.  Sama sama fiksi  sih, tapi kesan retro nya lebih nendang.

Indonesia, memang negara hebat dengan Warga Negara nya yang ok dong dehbanget ya?  Coba nih kalo mau compare apple to appleya ?  Yang sama sama punya candi deh kalau boleh kita jadiin perbandingan ya. Bukan ngebandingin lho, tapi ga apa lah kualat sedikit. 

 Suku Maya, baru dikabarin kalo kalendernya abis aja , waduh.  Itu anak perawan abis berapa buat dikorbanin? Sampe dibikinin filem Hollywood segala,  sampe kantor kotak ( baca; box office).  Bahkan ada yang sampe sibuk nyembah nyembah Alien sana sini berharap diselamatkan.  Nangis beneran mereka. 

Nah kita ?

Kita terkenal hebat apabila sudah masuk ke rasa. Coba deh bayangin.  Urusan demenan ama cewe? Ga tanggung tanggung. Demi Nyai , Alien kita suruh suruh deh bikin candi dalam semalem.  Coklat buat Valentine mah gak keren, Bos. Seribu Candi ! Familier kan dengan kisah ini ? 

Itu lho, kalo kita mau dan gak lupa sama jati diri kita sendiri yang emang sudah keturunan Bangsa yang hebat.  Senyumin, tetep santun, ramah, dan menunduk seperti padi.  Kalem, tapi gak murahan. 

Ada saatnya meneng  ; Diam yang sangat mendasar untuk mendengarkan  secara aktif.  Ada saatnya untuk wening : Hening dalam kejernihan batin, pikiran, rasa . Kemudian, ada saatnya untuk  Anung, atau Hanung ; tidak perlu lagi keinginan untuk memperlihatkan, tapi terasa sangat kebesaran jiwa dalam menyikapi sesuatu. 

Jadi sifat atau rasa pun akan bersandar kesana. Politik yang njelehi pun masih bisa terlihat elegan. Apalagi sehari hari kan ? Karena siapapun yang kalah kita sama sama susah, dan siapapun yang menang kita  bakal sama sama tenang. Apabila kita sudah bisa sama sama berpikir kesana, maka itulah rasa berkebangsaan dan bertanah air yang Mahardika. Satu state of mind yang istimewa yang jelas akan lebih cadas apabila dilakukan bersama sama  

Dan kelak disitu, kita akan merasakan Menang; Tidak hanya menang secara lahiriah atau bentuk kasat fisik saja. Namun kemenangan secara batiniah yang tidak dirayakan dengan sorakan yang semu. Namun rasa amanah yang bahkan nguwongkeatau tetap menghormati mereka yang ( sepertinya) tampak kalah, sehingga tidak ada lagi kepentingan kalah atau menang. Dan bahkan perasaan atau rasa  menang atau (bahkan)  merasa dikalahkan. 

Seorang Ibu, menyampaikan Dawuh Beliau dengan lembut namun lugas.  Bahwa jangan sampai angan angan, ambisi, pamrih atau karep atau keinginan itu berada di depan, mengalahkan rasa atau niat yang luhur. 

 Sesuatu yang awalnya sulit dimengerti bukan karena apa. Murni karena mata yang tak bisa lepas memandang sosok hangat Ibu yang selalu didampingi putrinya, yang seolah seperti bersembunyi nyaman di balik sang Ibu.  Namun kemudian perlahan meresap.   Falsafah yang terdengar sederhana. Namun sejatinya berat untuk benar benar melakukannya. 

Dalam konteks ini, itu adalah 'megah'nya sebuah rasa kemenangan.  Semua selaras, dan bahkan alam pun mengamini. 

Seorang Begawan memberikan Dawuhnya yang hangat dan mengena, tanpa sama sekali menggurui.  Mbeling itu berasal dari kata "Beling" atau kaca. Sifatnya yang tembus pandang, adalah pertanda baik tentang sikap apa adanya, tanpa bungkus yang pura pura. Dan yang lebih penting lagi, cerminan dari hati yang tak perlu dikira kira. Saat salah ya mengaku salah, dan saat benar ya tanpa tendensi apa apa. 

Salam Mbeling.

Jangan dibaca tanpa dengerin lagu yang disematkan ini.  Panjenengan, Saya, gak akan sanggup.


* Baper nya asik ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun