Sudah pernah ke Kota Semarang?
Kota Syah Bandar  di Jawa Tengah dengan kontur  menarik ibarat sebuah ‘benteng’ yang melihat lepas ke Laut Jawa ini memang nyaris tidak mengerti arti kata yang susah dan gakaseli Indonesia itu.
Toleransi? Makanan Apa Itu, Mas, Mbak ?
Dari kawasan pesisir pelabuhan. Pecinan, Kauman, Pekojan, Kranggan  bahkan  Semarang atas yang lekat dengan kontur perbukitannya. Kuliner, bahasa sehari hari dan etika bergaul khas Semarang,  banyak memberikan sebuah gambaran akan peleburan berbagai etnis yang dahulunya merupakan pendatang menjadi Semarang. Â
Masjid Menara, Masjid Kauman, Klenteng Sio Hok Bio dan Tay Kak Sie. Gereja Blenduk dan Vihara di Watugong menjadi satu penanda penting akan keragaman keyakinan dan yang tak kalah pentingnya keterbukaan dan kehangatan penerimaan leluhur Jawa.
Sebuah ikon  asimilasi etnis, kultural dan keyakinan dapat dirasakan  di tempat yang semula Masjid dan kini menjadi Klenteng yang terkenal  dengan sejarah armada Kekaisaran Tiongkok dengan Laksamana Cheng Ho dan Juru Mudi Dampo Awang.  Klenteng Gedung Batu.
Arak-arakan sebentuk ilustrasi  yang melambangkan Semarang. Dimulai pada masa sebelum Ramadhan. Kearifan leluhur  akulturasi yang dibawa baik oleh pendatang dan juga masyarakat Jawa.
Kepala yang berbentuk Naga sebagai buah cinta pemikiran etnis  pendatang  Tionghoa, Unta, mewakili bagian tubuh adalah sumbangsih  kerinduan akan budaya , asal dan keyakinan etnis Timur Tengah para pedagang dan mereka yang syiar pada saat itu.
Empat kaki yang kokoh namun sederhana. Pilar yang melambangkan penerimaan dan juga satu olah gerak untuk melangkah bersama-sama dengan Tiyang Jawi di Tanah Jawa yang sakral ini.
Sebuah akulturasi budaya dan keyakinan yang dalam. Sedikit teringat dengan perjuangan Ki Ageng Pandanaran, Â maupun Kanjeng Sunan Kalijaga yang salah satu petilasannya terdapat di tempat yang kini merupakan Kawasan Wisata. Waduk Jatibarang, Goa Kreo Semarang.