Apabila anda sedang berfikir bahwa ujian terbesar Jokowi ada di status hukum seorang Basuki Tjahaja Purnama atau lebih akrab dipanggil Ahok, anda boleh kecewa dan merasa sangat keliru.
Benturan dalam tanda kutip yang terjadi dengan Ahok dimasa pemilihan Kepala Daerah ini bukanlah satu satunya peristiwa yang akan menjadi ujian Jokowi. Ya, memang. Rasa ketidakpuasan komunal yang menginginkan Ahok ‘ditahan’ tanpa mau mengerti dan melihat proses hukum yang sebenar-benarnya memang terus terang memuakkan. Bagi anda yang sudah tergiring untuk ikut dalam demo 411 atas alasan membela agama namun masih dapat menghormati proses hukum yang ada, saya secara pribadi mengucapkan selamat.
Minimal, masih ada kewarasan di dalam diri anda meskipun sudah terbakar oleh sebuah propaganda tentang agama yang dibalut kebencian, namun masih ada keinginan anda yang masuk di dalam kategori ini untuk menjaga keutuhan NKRI.
Selebihnya? Yang setiap hari masih mengusung kebencian bukan hanya ke Ahok namun juga pada Pemerintahan Jokowi? Secara gamblang saya akan ngomong anda bukan orang yang cinta Tanah Air. Kecintaan anda pada agama pun buta, karena tak mampu untuk meredam nafsu untuk sekadar memuaskan kebencian pribadi. Anda, dan rekan-rekan yang senada, tak mau sedikitpun mengalah untuk kepentingan Republik Indonesia.
Setelah drama Ahok selesai nantinya, terlepas dia kemudian diputuskan bersalah atau tidak, menjadi Gubernur atau tidak --catatan elektabilitasnya menurun drastis pada saat ini, meski dukungan tetap ada-- mereka yang ingin bermain di Indonesia, atau tidak mau Indonesia untuk terus berkarya sudah menemukan satu kelemahan besar dari bangsa ini. Persoalan Suku, Agama, Ras, Keyakinan, menjadi isu yang menunjukkan betapa terbelakangnya Indonesia.
Terlebih di mata dunia Internasional.
2017 nanti. Singapura pun memanfaatkan dengan jeli hal ini. Rencana untuk memilih Perdana Menteri dari Ras Melayu seolah olah sedang menampar keras muka bangsa Indonesia. Pluralisme seolah-olah dikedepankan disana. Pendapat subyektif penulis mengatakan Singapura, sedang berusaha mengolok olok bangsa Indonesia. Di sisi yang lain, mereka memberikan satu ‘harapan’ bahwa Singapura adalah save haven bagi mereka yang multi kultural–yang berarti blunder bagi program tax amnesty yang telah dicanangkan kemarin oleh Pemerintahan Indonesia.
Dengan melihat situasi dan ketidakamanan di Indonesia, anda sekalian harus berpikir keras bahwa orang mau menyimpan atau menanamkan investasinya di Indonesia? Logiskah untuk melakukan satu investasi dengan banyaknya faktor x yang tidak dapat anda prediksi? Coba pikirkan kembali.
Ahok selesai, maka masalah lain yang sepertinya akan timbul adalah gesekan Sunni dan Syiah. Kemudian mereka, saya dan anda yang merasa selama ini menjadi “minoritas” akan menjadi gerah. Indonesia, terlepas apapun latar belakang agama, suku dan ras adalah bangsa pejuang. Jangan heran apabila nantinya kaum yang selama ini selalu diam dalam sepi dan dianggap sebagai minoritas akan melawan. Dan saat seseorang yang selama ini merasa sudah cukup sabar melakukan perlawanan, anda yang merasa sebagai mayoritas jangan pernah terkaget-kaget nantinya, bagaimana impact yang ada, akan hasil dari perlawanan ini.
Sekarang, bagi yang jeli tentu sudah merasakan pergerakannya.
Indonesia tidak akan pernah aman dan damai, apabila bukan kita sendiri yang mengupayakannya. Jokowi hanyalah simbol Negara. Saat Anda sedang memaki Beliau, sejatinya anda sedang meludahi diri anda sendiri. Posisi Jokowi terjepit antara poros “imajinari” Timur, dengan tekanan barang-barang impor dari Tiongkok yang merusak pasar tidak hanya di Indonesia namun di mana saja. Saya ulangi, di mana saja ekspor Tiongkok merusak perekonomian lokal Negara Negara lain. Ekspansi bisnis dan industri Tiongkok yang terlalu besar ‘memaksa’ mereka untuk melakukan hal itu.