Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Despotisme Keyakinan: Ketika Jumlah Menjadi Ancaman?

8 November 2016   18:08 Diperbarui: 8 November 2016   18:17 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, kita berulangkali 'dipaksa' berdamai atas dasar kepentingan yang menjual nama tuntunan. Semenjak pemilihan Gubernur DKI yang lalu, Pemilihan Presiden, rasionalitas kita menjadi terus menerus dipertanyakan. Kita diminta menjadi bodoh terus menerus, saat oposisi pun tidak punya program yang mumpuni dan pada akhirnya menghalalkan segala cara. Politik memang kotor, tapi lebih menyinggung lagi saat bermain di ranah memecah belah bangsa. Bahkan seorang Bapak yang kebingungan nantinya akan status hukum anaknya pun menjadi rela berkoban demi keluarga untuk memecah belah bangsa. Dan bahkan, mengorbankan anaknya yang lainnya.

Shame on you, Pak.  "Fitnah" yang datang ke keluargamu akan menjadi catatan siapa sebenarnya jatidirimu dan dimana letak kecintaanmu terhadap Bangsamu. 

Datang, pecah kesatuan massa, berpihak, ambil alih kekuasaan. Apabila anda besar dilingkungan dimana sabuk kopel menjadi hakim akan kadar keberanian yang anda miliki, maka anda sudah pasti tahu bahwa taktik memecah belah ini adalah karakter militer.  Saat anda tak mampu dikuasai, maka anda akan diperTuhankan. Karena sudah pasti anda tidak mempunyai sifat sifat Tuhan, ya yang dilakukan adalah bermain menjadi Tuhan dan menciptakan kehancuran. Bukan kebaikan. 

Dan disini, masih atas nama Agama, anda meminta saya, atau mungkin kami untuk lebih baik diam apabila tidak mendukung? Emang ini Negaranya Mbahmu ?

Sudah cukup rasanya berdiam diri. Apabila kita sedang berdalih bahwa ini adalah murni penistaan terhadap agama, saya secara pribadi akan mengambil sikap bahwa ini adalah penistaan terhadap Kedaulatan Negara. Jangan terus menerus membenturkan atas nama mayoritas, karena anda tidak tahu bahwa 'jumlah' ini adalah semu.  Jangan berpendapat didzholimi saat sedang diam melakukan kedzholiman kepada yang lain. 

Satu orang membela Al Quran dengan satu alasan yang santun dan halus bahwa kelak ayat ayat Al Quran itulah yang kelak akan membela dirinya di alam sesudah kematian nantinya. Ini adalah posisi mereka. 

Mudah-mudahan niat kami masih lurus bahwa kami tidak mengharapkan surga atau neraka, karena itu adalah hak mutlak Tuhan. Anda tak akan mampu menyuap apa apa. Bela negara, tanpa harapan imbalan apa apa, sekalipun itu adalah surga atau neraka. Karena bagaimana anda bisa masuk atau bahkan menciptakan surga, saat anda menciptakan neraka untuk orang lain?

Wong anda bukan Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun