Sederetan catatan di papan yang menuliskan masukan dari pasar  dan pengguna tentang produk mereka, letak kekurangan, dan tahapan perbaikan mutu yang tengah mereka lakukan melalui proses trial and error, departemen metalurgi menjadi satu catatan penting keseriusan mereka. Di line up pre assembly pun tak terlalu tampak sebuah kesibukan manufakturing. Demikian pula dengan areal Asembling . Painting dan lainnya. Tak ada robotik. Hanya sebuah ban berjalan dengan tenaga manusia dengan air tools yang terhubung . Â
Meski telah menggunakan 65 % lebih komponen lokal untuk produk sepeda motor mereka,  nampaknya TVS Motor Company masih harus berjuang lebih keras lagi untuk bertarung di pasar sepeda motor lokal yang  pada 2015 lalu 70 % telah didominasi oleh produk Honda dan juga di ceruk pasar ekspor dimana mereka ipun bermain. Terlebih lagi dimana produk diferensiasi mereka dengan para pemain pasar yang lain pun tidak terlalu kentara.Â
Ok, apabila kita bicara tentang produk dan perbandingan head to head dengan  produk dari pemimpin pasar, bicara kualitas memang tidak kalah atau bahkan beberapa bisa dibilang lebih unggul. Saya bicara tentang value for money product.  Mari kita jujur blak blakan bicara performa. Arah angin awam yang semula selalu mengunggulkan produk dari sebuah atpm Jepang ( meski sebenarnya produknya asal asalan kualitasnya) apabila sudah merasakan tentu akan berbicara lain. By the way, anda sudah pernah melihat bentuk TVS Draken 250 yang jadi inspirasi TVS Apache RTR 200 4V ? Anda bisa simak di link disini
Kontinuitas dan Konsistensi
Di artikel saya sebelumnya disini saya 'sempat' mencoba mengulas satu varian produk dari TVS yakni Apache RTR 180. Sayangnya penilaian tersebut saya anggap gagal karena unit tersebut yang disediakan untuk tes ride rombongan TVS Joyride Kompasiana saya anggap kurang laik jalan. 1 Unit dari sekian banyak memang sebetulnya apabila kita berusaha 'santai' menanggapinya memang tak seberapa. Tapi apabila saya sedang memakai kacamata rese' untuk penilaian mungkin saya akan bicara : " Bro, TVS Dewi Sartika sepertinya belum sibuk sibuk amat deh. Lalai scruting 1 unit yang kurang laik jalan itu secara gak langsung menggambarkan kinerja purna jual"
Karena orang yang sudah susah payah berusaha membuat motor tersebut, dan lagi lagi sederetan orang yang sudah bersusah payah berjibaku memutar otak bagaimana menjual produk tersebut ke pasaran  ( dan meyakinkan pasar ) pada akhirnya akan kalah dengan layanan purna jual yang kurang greget. Ini adalah satu proses berkesinambungan.Â
Sesaat sebelum usai di sesi kunjungan manufakturing, beberapa dari kami  bertemu dengan rombongan President Director TVS MotorCompany Indonesia , V Thiyagarajan. Beliau yang didampingi oleh Subramanian ( Head of Factory ) dan Pak Erwin Hadi ( Head of HR ) menyapa dengan ramah kepada rombongan. Menyalami kami satu persatu dan bertanya secara langsung : " How was the visit and what do you think about our factory ? "
Mereka Mendengarkan, dan Masa Depan
Saya pun tidak menjawab dengan kesan tentang fasilitas manufakturing sendiri melainkan dengan sebuah pertanyaan : Kapan TVS 450 masuk ke Indonesia dan mengapa TVS Motor Company Indonesia tidak memulai memproduksi sepeda motor listrik ? Diskusi pun berlangsung menarik, karena melihat kapabilitas produksi mereka dan juga ceruk pasar ekspor yang mereka garap, mungkin sepeda motor listrik bisa menjadi satu alternatif untuk memasuki ceruk pasar yang menarik.
Sebagai contoh Vietnam. Pasar sepeda motor listrik di Ho Chi Minh dan Hanoi cukup besar. Kita tidak bicara tipe motor listrik seperti halnya produk Zero, tetapi sebuah ceruk pasar alternatif yang lebih ke varian scooter. Di Indonesia yang sudah semakin pengap dengan polusi yang dihasilkan oleh kendaraan beromotor sepertinya sepeda motor listrik bisa menjadi satu varian menarik, apabila dipasarkan. Thiyagarajan pun memberikan satu jawaban yang melegakan, bahwa sejatinya TVS pun sudah mempunyai platform sepeda motor hybrid yang sudah mereka kembangkan. Masalah infrastruktur pengisian? Mereka sudah berbicara dengan pihak pemerintah, hanya sebagai penantang di pasar lebih baik menunggu ketimbang menjadi yang pertama untuk memulai.