Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Menjinakkan Apache: Antara Legenda, Mistis dan Kenyataan (2)

27 Agustus 2016   14:15 Diperbarui: 28 Agustus 2016   13:43 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini adalah lanjutan dari artikel pertama disini yang sempat mengulas tentang performa Apache RTR series standar pabrikan. Kali ini, saya berkesempatan untuk menjajal unit TVS Apache 200 RTR 4V versi modifikasi yang sebelumnya dipergunakan untuk turing jarak jauh ke wilayah timur Indonesia

Unit Test Ride Terakhir. Sebuah penentuan.

24 Agustus 2016

Istirahat yang cukup di kasur empuk di Resor Giri Tirta Kahuripan pun bikin bangun sedikit kesiangan. Keindahan area sekitar resort dan kolam renangnya tak mampu membangkitkan semangat untuk bangun pagi, karena sederetan motor varian TVS baik unit tes ride maupun milik rekan-rekan TMC Jakarta yang terparkir di pelataran parkir terus terang aja emang lebih menarik untuk dilihat.

Mata tertuju pada Apache RTR 200 4V yang sebelumnya dipergunakan oleh Tim Equatorrad Indonesia di perjalanan menujuTimur Indonesia. Ban dual purpose Swallow SR 117 menggantikan Pirelli Street Demon. Gear merah menyala dari Sinnob dan stang model fatbar lengkap dengan riser pun menempel kokoh. Dan yang jelas, posisi tungkai persneling dan rem belakang yang sudah diganti dengan aftermarket.

Jelas lebih ergonomis dan keren!

Beberapa rekan Kompasianer yang telah menjajal beberapa varian TVS Apache RTR 200 4V yang lain mengatakan unit yang ini justru 'kurang enak' terlebih pada sektor handling karena balutan karet hitam dengan profil kasar dual purpose nya apabila dibandingkan dengan grip mumpuni dari Pirelli Street Demon.

Dengan sedikit senyum dan rasa deg-deg an seperti saat anda lagi berusaha modus ke cewe yang keren, saya hanya menyimpulkan dalam hati karena justru karakter ban tipe scrambler lah yang emang saya gemari. Lebih 'lanang', bandel, emang sedikit loose di jalanan aspal tapi itu justru unsur fun yang didapat.

Dan yang jelas, saat dapet kesempatan untuk lari-lari kecil di trek tanah ya mana yang lebih asik? Dual Purpose, Scrambler or whatever you wanna call it, I feel you, Bro. Mari kita toss tinju dan kita nikmati perjalanan ini!

Setelah selesai sarapan pagi, rombongan pun memulai dengan sebuah pelepasan dari pelataran parkir. Trip kali ini cukup dekat, dari Resor Giri Tirta menuju Waduk Jatiluhur dengan trek yang menarik karena banyaknya tikungan. Warbiyasak, ini lah kesempatan untuk betul betul menjajal performa Apache TVS RTR 200 4V versi modifikasi ini.

Kami memulai dengan berhati-hati dan perlahan. Tak butuh waktu yang terlalu lama untuk ‘memahami’ gebetan kali ini, karena posisi riding yang didukung oleh setang fatbar dan riser pun terasa sangat nyaman. Problem kaki pegal di sector kaki kaki pun hilang karena piranti underbone aftermarket yang terpasang. Perpindahan gigi dan akselerasi terasa lebih smooth, mungkin karena penggunaan gear Sinnob yang terpasang? Bisa jadi. Sementara grip pada sisi ban yang emang sedikit loose karena penggunaan ban dual purpose Swallow SR 117 menggantikan versi standaran pabrik Pirelli Street Demon yang sejatinya benar-benar mewah untuk ukuran ban standaran pabrik, justru jadi sebentuk unsur ‘fun’ tersendiri.

Saya adalah penikmat scrambler, yang sedikit tahu tentang profil ban dual purpose ini. Dan bukankah ini tujuan dari riding yang sebenarnya? Berkendara dengan fun namun tetap aman dan nyaman. Inilah joyride yang sebenar benarnya, versi saya!

Tak butuh waktu lama, untuk tangan menjadi gatal memelintir throttle lebih dalam. Akselerasi dari TVS Apache 200 RTR 4V ini terasa lebih ‘galak’ dari pada versi standar yang ada. Tenaga di putaran bawah dan rpm rendah seperti menyalak. Mohon maaf rombongan, izin untuk sedikit bermain-main di tikungan.

melahap tikungan (1) . Photo by Radja Muhammad Kompasiana
melahap tikungan (1) . Photo by Radja Muhammad Kompasiana
akselerasi yang galak, posisi riding yang nyaman bikin pede melahap tikungan. Dokumen Kompasiana
akselerasi yang galak, posisi riding yang nyaman bikin pede melahap tikungan. Dokumen Kompasiana
Perjalanan selama kurang lebih 1 jam 20 menit dengan jarak 26 kilometer ini terasa sangat menyenangkan. Kelokan dan jalanan yang relatif sepi kendaraan besar jadi sangat mumpuni untuk playground kami. Tak hanya saya, terlihat rekan Kompasiana lain pun menikmati perjalanan sembari menjajal unit test ride yang ada.

Waduk Jatiluhur-Jakarta

Setelah istirahat makan siang dan menikmati keindahan waduk Jatiluhur, sekitar pukul 16:00 kami pun kembali ke Jakarta. Inilah penentuannya! Terbayang sudah, jalanan macet yang menunggu, namun justru jadi momen tepat untuk menguji kelincahan. Sebelum memasuki kemacetan, kami disodorkan dengan satu momen yang menyenangkan. Sebuah jalanan kosong meski tak rata akhirnya ‘memaksa’ --ceileh, dipaksa-- kami untuk ‘sedikit’ adu geber di jalanan yang kosong ini.

apa caption yang tepat untuk foto ini? Isi di kolom komentar ya, berhadiah sabun wangi ! Dokumen pribadi
apa caption yang tepat untuk foto ini? Isi di kolom komentar ya, berhadiah sabun wangi ! Dokumen pribadi
Mas Eno, Mas Arif dan saya sendiri terlibat adu balap lucu yang tetap santun, sampai tiba tiba ada raungan sebuah knalpot yang khas terdengar dari belakang. Sang Legenda, Yamaha RX King dengan rider nya tampak rebah turut menjajal kemampuan di sana. Sempat sedikit mengendorkan gas, karena sebuah pikiran ‘dewasa’ terlintas sejenak yang bilang: “Bro, kamu lagi bawa brand orang lho ini, gak enak nanti kalo dilihat orang terkesan ugal-ugalan di jalan”.  Kemudian terdengar satu bisikan yang lebih menyenangkan: “Udahlah, gak apa-apa, toh juga harus nyobain performa motor ini juga kan? “. Bisa tebak inner voice mana yang menang ? :p

Tak lama, sang legenda pun terlihat kepayahan di belakang TVS Apache 200 yang jelas bukan lawan seimbang. Saya pun mengacungkan jempol ke arah rider RX King. Kami tak saling kenal, tapi kami pun sudah secara otomatis bersahabat karena saya dan dia tahu kami bermain-main dengan satu dasar kecintaan yang sama: Two Wheels Move The Soul, dan kita berada di aspal yang sama.

Gestur bersahabat dari sang pengendara diperlihatkan dengan tangan yang memberikan salam, dan saat saya membiarkan dia mengambil lead posisi di depan dia bahkan memberikan bahasa sinyal ala biker yang memberitahukan posisi jalan berlubang, supaya kami pun tetap berhati-hati di jalanan tersebut. Respect!

Usai sedikit bermain, akhirnya kembali ke realita. Sempat sedikit terjebak kemacetan mengakibatkan rombongan pun kembali terpisah. Tak mengapa, karena justru di kemacetan seperti  ini rombognan yang lebih kecil pun sejatinya lebih ideal. Dipimpin oleh Om Dewa, rekan dari TMC dengan kawalan dari Om Dwi, Om Kelik dan Om Budhi, grup kecil kami pun melanjutkan perjalanan melalui jalur padat Kalimalang.

Trek stop n go, padat dan kawalan rekan TMC yang cukup agresif benar benar menyenangkan. Kontur jalanan di Kalimalang yang ‘memaksa’ rombongan untuk bahkan melewati jalanan berlubang dan terkadang tanah benar benar tak terasa capai menggunakan unit TVS Apache RTR 200 4V versi modifikasi ini. Menyenangkan. Rangka double cradle yang didukung oleh suspensi monoshock dan sistem pengkabutan bahan bakar injeksi menunjukkan performanya.

Disini saya justru takjub dengan rekan-rekan Kompasiana lain yang terlihat mengendarai unit TVS Dazz matic, max 125 yang juga berada di rombongan. Mereka dengan asyik dan gak kedodoran sedikit pun meski terkadang harus melewati jalan berlubang dan kontur tak rata. Alhamdulillah, akhirnya kami tiba dengan selamat di TVS Dewi Sartika, sembari menunggu rombongan kedua yang belum kelihatan.

Review Penutup

Meski gagal memberikan sebuah review yang lebih nendang terkait unit Apache RTR 180, 2 Unit Apache RTR 200 4V terakhir memberikan satu user experience yang menyenangkan.

Motor berkapasitas 200cc yang menggunakan injeksi DFI Logic dari Bosch dan berpendingin oli ini terbukti sangat mumpuni untuk melibas trek tikungan, lurus dan bahkan kemacetan  mengerikan Kalimalang yang membutuhkan akselerasi pendek dan galak. Satu fitur memori memperbolehkan kita untuk melihat berapa kecepatan maksimal yang berhasil dicapai sebelumnya, dan tercatat pada tes waktu itu saya ‘hanya’ berhasil membukukan catatan top speed 121 kilometer per jam. Bisa lebih sebetulnya, namun jujur saja memang nyali yang tidak sampai untuk memelintir gas lebih dalam saat itu.

Di tuntun oleh Om Rio dari TVS, catatan waktu saat bermain dengan trek lurus pun bisa terlihat catatannya di odometer digital yang nyaman dimata ini. Dokumen pribadi
Di tuntun oleh Om Rio dari TVS, catatan waktu saat bermain dengan trek lurus pun bisa terlihat catatannya di odometer digital yang nyaman dimata ini. Dokumen pribadi
Orang Jawa Kuno bilang “Straights are for fast bike, and curves are for fast riders“. Disini pembuktian sudah dilakukan di unit TVS Apache RTR 200 4V yang baru nya cuma dibandrol dengan harga Rp 23 Jutaan. 

sumber : tvs.com
sumber : tvs.com
Uncover The Racer in You?  Chao Lagaye!  (Let’s Race !)

Salam Joyride.

Referensi Tambahan :

Laman Resmi PT. TVS Motor Company 

Equatorrad  MotoAdventure

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun