Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Freddy Budiman Dihukum Mati, Apa Selanjutnya?

29 Juli 2016   15:15 Diperbarui: 29 Juli 2016   15:33 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah dagelan antiklimaks berkepanjangan  pada Jumat dini hari, 29 Agustus 2016 seperti  terbayarkan. Freddy Budiman, terpidana mati untuk kasus 1,4 juta butir ekstasi dan juga keterkaitannya dengan kasus peredaran dan impor narkotika di Indonesia akhirnya pun menghadapi regu tembak.  Hal itu sepertinya mengukuhkan keseriusan Pemerintahan Jokowi dalam penanggulangan narkotika di tanah air, bersama dengan Budi Waseso ( BuWas) semenjak dia menjabat sebagai Kepala BNN mulai 2015 silam.

Sebanyak 40. 253 kasus Narkoba terungkap sampai dengan penghujung 2013, dengan terus bertambahnya pengungkapan kasus yang 'mulai' masuk ke pemerintahan bahkan aparat baik dari Kepolisian dan TNI. Gebrakan BuWas yang tentunya disertai restu dari Presiden Jokowi memang tidak main main.  

Lembaga Permasyarakatan dan juga Rumah Tahanan yang disinyalir menjadi pusat peredaran dan bahkan pabrik pembuatan pun diancam untuk di dobrak, apabila yurisdiksi dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia menolak untuk membiarkan mereka melakukan operasi di dalam sana

Sebuah 'ancaman' struktural yang dilayangkan pun disambut oleh Yasonna Laoli dengan mempersilahkan BNN melakukan kordinasi untuk operasi didalam Lapas dan Rutan dan bahkan pihak Kemenkumham pun secara giat melakukan kegiatan random operasi dan juga penggantian petugas Lapas dan Rutan yang diduga terlibat langsung pada peredaran narkoba baik di dalam maupun keluar masyarakat. Yang kita lihat ? 

Berbagai kerusuhan di Lapas dan Rutan pun terpicu.   Tercatat Tanjung Gusta, Salemba, Kerobokan, Banceuy, Muaro Padang dan yang lain pun bergejolak. Apakah ini menjadi indikasi 'penolakan' para warga binaan dan keterlibatan peredaran narkoba seperti yang di sindir secara lugas oleh BuWas sebelumnya ? Bisa jadi apabila kita berusaha melewati satu inti dari permasalahan yang selalu luput dari kacamata awam :

Lapas dan Rutan di Indonesia yang sudah over kapasitas , dengan banyaknya kasus kasus dimana para pengguna dijebloskan kesana sebagai warga binaan. Pihak Lapas dan Rutan tentu kewalahan dengan hal ini. Perbandingan yang tidak memadai antara petugas keamanan , Sipir yang bertugas dengan banyaknya warga menjadi satu problem nyata pengawasan tersendiri.

Jangan buru buru mencibir atau menyalahkan pihak Lapas atau Rutan tanpa mau melihat akar pokok dari permasalahan sendiri. Kasus kasus narkoba yang terkuak dan juga pada akhirnya menjalani vonis untuk di bina didalam Lembaga Permasyarakatan menjadi salah satu pemicu dari over kapasitas Lapas dan Rutan di Indonesia. Lebih dari 60 % penghuni Lapas adalah kasus Narkoba. Menggantikan kasus kasus umum sebelumnya seperti pencurian umum, kendaraan bermotor tindak kekerasan dan lain hal.

Anak anak muda yang terlibat menjadi perantara didalam bisnis yang menggiurkan ini, diganjar hukuman setidak tidaknya 6 tahun penjara. Para pengedar pun menjalani hukuman yang lebih maksimal, antara 6 sampai dengan 15 tahun. Mereka, secara hukum  dinyatakan tidak patut untuk mengajukan pembebasan bersayarat dan harus "menyia nyiakan" hidupnya sebagai warga binaan. Terlepas dari salah dan benar, faktor ekonomi dan pendidikan menjadi satu catatan yang harus diliat di strata ini. Mereka yang tergiur akan uang tak seberapa  ( apabila dibandingkan dengan masa hukuman ) dari peredaran narkoba ini, tanpa benar benar tahu resiko hukum  yang dihadapi. Dan jangan bayangkan mereka dengan tampang sangar seperti kebanyakan stereotype yang ada apabila menggambarkan kerasnya hidup di penjara. 

Mereka bisa menjadi saya, anda, tetangga anda,  anak atau bahkan Bapak dan Ibu anda sendiri. Orang orang biasa yang baik secara terpaksa ataupun tidak memilih langkah salah tersebut didalam darurat Nasional bernama Narkoba di Indonesia.

Lantas, bagaimana dengan para pengguna ?

Kriminalisasi para pengguna narkoba dengan putusan minimal antara 1 tahun sampai dengan 4 tahun pun menjadi salah satu pendukung semakin banyaknya warga binaan dan penuh sesaknya Lapas. Apa tujuan dari mengkriminalisasikan mereka? 

Apabila keputusan hukum menginginkan mereka menjadi seseorang yang lebih baik, rehabilitasi adalah jalan nya, bukan dengan menjebloskan mereka ke penjara. Bimbingan secara ketat di rehabilitasi, pembekalan baik rohani dan juga kemampuan, fisik dan bahkan program bela negara sangat baik untuk dilakukan. Mempersiapkan mereka untuk kembali , dan berprestasi di masyarakat umum.

Bukan dengan satu ketokan palu dan memasukkan mereka ke dalam satu sistem rumit bernama penjara. Overkapasitas dan minimnya pengawasan di dalam akibat hal ini pun tidak akan menjadikan mereka menjadi lebih baik.  Rehabilitasi , dengan tenaga profesional medis, sosial dan juga digelontorkan nya bujet lebih untuk penanganan rehabilitasi semestinya menjadi satu catatan.

Apabila kita sering melihat poster poster ( bombastis) yang mengatakan " Narkoba menghancurkan masa depan anda", sejatinya sebuah ketokan palu yang mengkriminalisasikan pengguna dengan serta merta menjebloskan mereka ke penjara tanpa pertimbangan yang dalam, itulah yang lebih menghancurkan masa depan para pengguna. 

Indonesia darurat Narkoba . Satu pernyataan dari Budi Wasesa yang tidak main main, karena kenyataan nya kita, warga negara Indonesia adalah satu sasaran empuk dari mereka yang masuk didalamnya. Lihat kasus kasus import Narkoba yang berhasil digagalkan oleh BNN, yang melibatkan banyak warga negara asing disana. Bahkan indikasi terkait keterlibatan uang hasil penjualan narkoba untuk membiayai aksi terorisme pun ada.

Freddy Budiman telah dihukum mati, bersama dengan 3 dan menyusul yang lainnya. Namun persoalan tidak akan selesai disini.  Tulisan ini sekaligus menjadi satu ajakan. Bagi sedulur yang masih main main dengan barang barang ini, sudahilah. 

Apabila merasakan satu ketergantungan yang sangat, berusahalah untuk jujur kepada diri sendiri akan 'kelemahan' tersebut.  Carilah informasi sebanyak banyaknya tentang bagaimana penanganan rehabilitasi terdekat yang dijamin kerahasiaan nya untuk kalian. Serah terima atas kesadaran diri, akan diberikan bantuan sebaik baiknya jadi tidak perlu takut akan sebuah sanksi hukum.Bukankah yang namanya menyesal itu selalu belakangan, apabila didepan itu pendaftaran yak?

Mendaftarlah, untuk bantuan Rehabilitasi, baik medis maupun sosial.  Niatan itu secara tidak langsung sejatinya sedang membantu diri sendiri, keluarga sebagai lingkungan yang terdekat, dan yang lebih jauh lagi tentu negara.  Indonesia saat ini lagi keren keren nya dan butuh semua lapisan masyarakat untuk ikut peran didalam nya untuk kedepan.

Selagi masih ada niat di hati untuk menjadi baik, tidak ada kata terlambat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun