Mohon tunggu...
Basillius Alfa Kristuaji
Basillius Alfa Kristuaji Mohon Tunggu... Mahasiswa - gusti boten sare

anak 1 dari 3 bersaudara

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dopamin Detox: Jalan Melawan Kemalasan

4 Maret 2021   12:49 Diperbarui: 4 Maret 2021   12:54 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

DOPAMINE DETOX: JALAN MELAWAN KEMALASAN

1. Pengantar

    Kemalasan adalah hal yang pasti sudah pernah dirasakan setiap orang. Rasa malas menyebabkan kita tidak menjadi pribadi yang produktif karena kita lebih mementingkan diri melakukan sesuatu yang tidak penting atau bahkan tidak melakukan apa-apa. Dikatakan bahwa rasa malas tidak mempunyai obat, artinya kita hanya bisa melawan rasa malas dengan motivasi dari dalam diri kita sendiri. Pada kesempatan kali ini kami mencoba menyampaikan suatu gagasan yang dilandaskan pada sains untuk membantu kita memahami mengapa kita merasa kurang termotivasi, dan dengan demikian kita mampu mencoba melawannya dengan sistem yang ada di otak kita sendiri sebagai bagian dari diri kita yang berjuang untuk melawan kemalasan dalam diri.

2. Isi 

2.1 Pengertian Dopamin

       Menurut Kent Berridge, Ph.D., dopamin merupakan zat kimiawi di otak yang berkaitan dengan motivasi, penghargaan, pembelajaran dan kesenangan. Artinya, dopamin adalah hormon yang bertanggungjawab terhadap sensasi kesenangan yang ada dalam otak kita. Bersama dengan hormon lain yang disebut serotonin, endorfin dan oksitosin, dopamin dikatakan sebagai "happy hormones". Dopamin juga berkaitan erat dengan motivasi dan hasrat untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Saat kita merasa senang, otak kita dibanjiri oleh dopamin, tidak peduli bagaimana kita mencapainya: entah itu lewat melakukan hal yang sulit atau instan. Beberapa hal instan yang dapat menghasilkan dopamin adalah: berolahraga, bermain game, bercanda, menonton video lucu, dan sebagainya.

      Setiap hal yang menghasilkan kepuasan nyatanya menghasilkan dopamin dalam otak kita. Berdasarkan contoh di atas, terlihat bahwa dopamin dapat dihasilkan oleh hal-hal yang mudah kita lakukan dan membawa kesenangan. Meski terlihat bagus, nyatanya proses instan tersebut tanpa sadar membawa kita tak lagi menghormati proses dan merusak sistem reward yang ada pada otak kita. Reward tidak lagi kita alami lewat serangkaian usaha dan kerja keras, melainkan kita peroleh lewat hal-hal yang mudah dan 'dangkal'.

2.2 Dopamin Hit: Langkah Awal Menuju Kemalasan

      Hiburan-hiburan dangkal yang banyak ditemukan di internet mungkin dapat membantu kita melepaskan kejenuhan. Tetapi tanpa sadar, hal itu juga yang telah merusak otak kita saat kita menggunakannya secara berlebihan. Intense-instant dopamine hit yang biasa kita dapatkan membuat kita kekurangan motivasi untuk melakukan sesuatu hal yang sulit namun tidak menghasilkan dopamin sebanyak saat kita melakukan hal-hal instan yang menghibur diri kita. Hal ini mungkin dapat menjadi penjelasan, mengapa kita semangat melakukan sesuatu yang mudah dan cenderung lebih tidak berguna, misalnya rekreasi, dan menjadi malas melakukan hal yang sulit namun sungguh berguna dalam hidup kita, misalnya belajar. Rusaknya sistem reward dalam diri kita menyebabkan kita menjadi pecandu yang sakau akan kebahagiaan yang semu. Dengan pola pikir demikian, maka tidak mengherankan bahwa instan adalah 'new normal'. Untuk mengembalikan otak kita ke jalur yang benar, dibutuhkan suatu usaha yang cukup berat.

2.3 Dopamine Detox: Langkah Awal Melawan Malas

      Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembalikan fungsi otak ke jalan yang benar adalah dengan mempraktikkan dopamine detox, atau puasa dopamin. Tujuan dilakukannya hal ini adalah mengurangi dominasi stimulus yang tidak sehat, dengan cara menjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan kebahagiaan (semu) dan kecanduan, seperti sudah disebutkan di atas. Puasa dopamin dimaksudkan untuk memberikan sugesti yang bisa memutus hubungan dari hari-hari sibuk yang dikelilingi oleh hiburan berbasis teknologi, dan menggantikannya dengan aktivitas yang lebih sederhana namun lebih bermanfaat. Dengan kata lain, kita menyingkirkan gangguan dan memperbaiki fokus.[1]

     Dopamine detox dapat memperbaiki sensor yang ada dalam otak kita. Untuk melakukan hal ini, pertama-tama kita harus membiarkan diri tidak menghibur diri dengan eskapisme[2] berlebihan, yakni intense-instant dopamine hit seperti biasa kita lakukan yang menyebabkan kita tidak memberikan reward atas usaha yang kita lakukan. Hal ini mungkin akan membuat kita sungguh bosan, lesu setengah mati, namun justru di sana lah turning point-nya: dengan membiarkan diri bosan, otak akan mereset dirinya. Kita menjadi sangat bosan sehingga hal-hal yang tadinya kita anggap begitu membosankan namun penting, prioritas-prioritas yang seringkali kita abaikan, menjadi menyenangkan untuk dikerjakan. 

    Dengan melakukan dopamine detox, tingkat dopamin yang diperlukan otak kita untuk membuat kita merasa senang direset pada tingkat normal sehingga hal-hal yang tadinya membosankan menjadi lebih menarik untuk dilakukan. Proses ini dapat dibarengi dengan tindakan memberi reward setelah effort yang kita lakukan. Artinya, kita membiasakan diri untuk memberi diri kita penghargaan setelah kita melakukan sesuatu yang membutuhkan usaha, bukannya terus menerus membanjiri diri dengan dopamin lewat hiburan-hiburan dangkal. Semakin besar usaha, semakin besar penghargaan yang bisa kita berikan kepada diri kita. Hal ini dapat dianalogikan seperti berbuka setelah berpuasa seharian. Tidak hanya akan terasa lebih nikmat, namun seharian itu juga kita telah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita.

3. Penutup

    Kemalasan dapat dikatakan sebagai akibat dari kebiasaan kita membanjiri diri dengan dopamin sehingga kita kurang memiliki minat untuk melakukan hal-hal berguna yang seringkali lebih membutuhkan usaha ketimbang hal-hal hiburan yang mudah sekali diperoleh. Dopamine detox merupakan salah satu metode atau cara yang dapat digunakan oleh seseorang jika ingin mengembalikan fungsi otak sebagaimana mestinya dan hidup dengan lebih bermanfaat. Meski demikian, metode tetaplah metode, dan efektivitas metode tentu bergantung pada siapa yang menerapkannya. Dengan kata lain, melawan malas bergantung pada kehendak masing-masing pribadi. Kami berharap apa yang kami sampaikan dapat menjadi referensi bagi kita untuk dapat terus mengembangkan diri dalam kerangka hidup kita, yakni sebagai seorang calon imam. Terima Kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun