Mohon tunggu...
Irham Bashori Hasba
Irham Bashori Hasba Mohon Tunggu... Lainnya - Sekilas Tentang Irham Bashori Hasba

Irham Bashori Hasba adalah pegiat sosial masyarakat, suka ngamati dan menuliskannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alfaduro: Bergerak Melawan Dominasi

26 Agustus 2023   00:35 Diperbarui: 26 Agustus 2023   00:46 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari https://www.hops.id/unik/2949441846/viral-saingan-alfamart-bukan-lagi-indomaret-tapi-warung-madura-di-malang-ini-siap-menantang-re

The inherent vice of capitalism is the unequal sharing of blessings (Sifat tak terpisahkan dari kapitalisme adalah pembagian berkat yang tidak merata): Winston Churchill - Inggris 1874 – 1965

Bagi kita yang berada di era periode 2000-an tentu sangat mengingat betul dengan Nokia, perusahaan telekomunikasi besutan Fredrik Idestam dan Leo Mechelin dari Finlandia yang kala itu berbentuk telpon genggam (Handphone) dan menjadi andalan yang hampir tidak memiliki kompetitor, terlebih melalui produk Handphone tipe 3310 dan tipe 3210 yang benar-benar begitu melegenda kala itu. 

Bahkan saking mendominasinya dalam bidang komunikasi, banyak kalangan kala itu hampir yakin bahwa Nokia tidak akan pernah dapat disaingi oleh siapapun dan hampir dipastikan tidak ada yang mampu menandinginya, meski ketika itu Siemens dan Motorolla juga menjadi kompetitor Nokia yang tidak mampu menyainginya. Bahkan ketika masyarakat ingin membeli ponsel pasti kata yang muncul “Mau Beli Nokia, sama persis dengan Namanya motor ya Honda – tidak ada yang lainnya”. Maka tak ayal pasar informasi dan telekomunikasi benar-benar dikapitalisasi dan didominasi oleh Nokia yang kala itu berhasil meraup kekayaan lebih dari 110 milyar euro atau setara dengan 149,4 Milyar dolar AS. 

Pada tahun 2007, muncul pendatang baru yang cukup menggebrak yakni BlackBerry dengan layanan surat elektronik (e-mail) di seluruh ponsel. Kedua perusahaan tersebut benar-benar berkuasa dan mendominasi.

Hemat penulis, kondisi tersebut membuat lalai perusahaan telekomunikasi terutama Nokia dan BlackBerry sehingga mereka tidak progresif dalam berinovasi, padahal sejak decade 1990-an, sebenarnya telpon pintar terus dikembangkan dan diuji coba melalui smartphone pertama yang bernama IBM Simon pada 1992 dan resmi di rilis pada decade 1994 dan pada tahapan selanjutnya Nokia, BlackBerry dan perusahaan telekomunikasi lainnya benar-benar dimusnahkan pada era 2020-an sejak menjamurnya Smartphone dan semakin mudahnya akses terhadap jaringan internet hingga saat ini. Bahkan Saat inipun, perang dan persaingan inovasi, kecanggihan teknologi dan juga harga pasaran antar perusahaan smartphone terus berebut posisi puncak dominasi.

Tulisan ini tidak secara utuh berbicara tentang teknologi telekomunikasi, namun penulis akan mengajak pembaca untuk bersama-sama menganalisa sebuah proses alamiah dalam realitas sosial terutama pada proses kapitalisasi, dominasi dan akhirnya berujung pada monopoli, seperti terkait perusahaan telekomunikasi sebagaimana terurai diatas. Uraian diatas juga mengingatkan penulis pada perusahaan retail di Indonesia yang begitu menjamur, mengkapitalisasi, dan memonopoli pasaran seperti Alfamart dan Indomart yang hamper ada di setiap sudut kota dan bahkan kecamatan di hamper seluruh provinsi di Indonesia.

Alfamart sebenarnya ada sejak 22 Februari 1989 yang didirikan oleh Djoko Susanto dengan nama asli Alfa Minimart yang menjual rokok di Jakarta dan baru membuka gerai pertamanya di Banten dengan Nama Alfamart pada tahun 1999. Sementara kompetitornya yakni Indomaret telah ada sejak 1988 yang didirikan oleh Soedono Salim (Liem Sioe Liong), Pria Kelahiran Tiongkok dan kemudian berkembang menjadi perusahaan raksasa setelah diteruskan anaknya Anthony Salim dengan bendera Salim Group.

Keberadaan dua brand toko retail tersebut benar-benar memainkan peranan yang sangat signifikan dalam tatanan masyarakat, bahkan hampir dapat dikatakan mampu mengkapitalisasi, mendominasi dan memonopoli pasar kebutuhan konsumen langsung masyarakat. Sebagai imbasnya, setiap ada toko klontong disekitar kedua brand ini, hampir dipastikan toko tersebut akan tutup, sepi peminat dan bangkrut. Hal tersebut wajar sebab kedua brand retail tersebut memberikan layanan falisitas yang menarik, nyaman, modern dan lebih bebas memilih barang daripada toko kelontong yang pengelolaannya sepenuhnya dengan system tradisional dan ala kadarnya, meski barang yang dijual sama dan lebih murah. 

Dalam skala yang lebih besar juga terjadi dan dialami oleh pasar tradisional yang semakin tergerus oleh munculnya Mall dan supermarket modern di setiap daerah. Meski saat ini, terutama pasca pandemic, tak sedikit Mall, retail dan sejenisnya yang berguguran karena semakin masifnya arus online yang menawarkan pelayanan lebih praktis dan efisien.

Terkait laju kapitalisasi, dominasi dan monopoli pasar oleh usaha ritail modern sebagaimana disebut diatas, jika kita mengamati dengan seksama, muncul peristiwa unik dan menarik yang sangat layak diamati terutama pada masa dimana kehidupan kembali normal pasca pandemi, salah satunya muncul geliat kecil namun massif yang dilakukan oleh para pelaku bisnis ritail yang terbilang sederhana dan bahkan identic dengan toko kelontong yang banyak dikenal dengan sebutan Alfaduro. Toko tersebut jika diamati tentu pasti memiliki jejaring pengadaan dan perangkat lainnya layaknya minimarket modern. 

Alfaduro dimotori oleh orang-orang dari Suku Madura. Keberadaanya yang terus bertambah banyak, massif dan tentu digemari kalangan masyarakat karena buka 24 jam nonstop dan tentu dengan harga yang jauh lebih murah daripada minimarket perlu mendapat perhatian tersendiri jika dikaitkan dengan pemaparan penulis sebelumnya dalam tulisan ini.

Kehadiran Alfaduro diberbagai kota dengan toko yang cukup sederhana dan kecil namun murah dapat dipastikan telah mengganggu dominasi dan monopoli dari minimarket modern yang keberadaannya hampir berdampingan dengan Alfaduro. Entah kapan pergerakan dan persaingan usaha itu benar-benar akan bertatapan dalam pertarungannya, pastinya proses itu masih berjalan pelan namun pasti. Salah satu dari mereka sama-sama bertaruh dengan waktu, inovasi, dan perangkat lainnya. Hemat penulis, meski akan bertahan dengan hidup berdampingan, potensi kedua-belah pihak akan tergerus dan rontok masih mungkin terjadi. Tergantung dari bagaimana pertahanan, ketahanan, inovasi dan strategi dari masing-masing mereka. 

Pastinya, proses kapitalisasi, dominasi dan monopoli tidak akan selamanya bertahan jika terdapat alternative yang mampu melawan mereka meski dengan cara perlahan-lahan namun pasti tergantung dari seberapa survive dari masing-masing mereka. Namun perlu menjadi pertimbangan juga bahwa masyarakat memiliki titik klimaksnya sendiri untuk menentukan pilihan mana yang lebih baik bagi mereka, sebab ada benarnya apa yang disebut Churchill bahwa masyarakatlah yang paling merasakan adanya ketidak-setaraan dalam setiap pembagian kerja dan hasil dalam sistem kapitalisme. Entahlah. Mari kita tunggu pergerakan mereka. Selamat mengamati dan menikmati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun