POLITIK PANGAN: TERNYATA BENAR-BENAR NYATA
Akhir-akhir ini, terutama pasca meredanya pandemi covid 19 dan bergesernya konflik internasional dari timur tengah ke benua eropa terutama ketika pecah perang Rusia -- Ukraina yang sampai saat ini belum usai, isu pangan menguat seiring dengan semakin langkanya bahan pangan yang dipengaruhi konflik tersebut.Â
Para pemimpin negara-negara didunia riuh dengan kelangkaan bahan pangan, bahkan presiden Jokowi juga turut memecah kelangkaan pangan dengan berkunjung ke Eropa dan Rusia Ukraina yang sedang berkonflik salah satunya dengan membawa isu pangan sebagai bahan diplomasinya.Â
Berangkat dari hiruk pikuk tersebut, saya tergugah untuk berfikir dan menyambungkannya dengan apa yang saya uraikan diatas dengan sebuah pertanyaan "Apa itu makan?"
Pertanyaan tersebut saya coba tanyakan pada kolega-kolega saya -- tak sedikit dari mereka menganggap pertanyaan saya aneh. Hampir seluruh jawaban mereka adalah "makan ya makan nasi yang bisa membuat kenyang".Â
Saya kemudian bertanya "Apakah kenyang itu dengan makan nasi?" Pertanyaan ini menjadi perhatian saya karena cara berfikir mayoritas masyarakat adalah makan itu ya makan nasi.Â
Bagaimana dengan makanan yang lain, apakah tidak disebut makan dan kenyang? Dari diskusi-diskusi tersebut saya mencoba menyimpulkan dengan sederhana bahwa nasi benar-benar menjadi makanan pokok yang memberi pengaruh besar terhadap cara pandang masyarakat kita atas makan.Â
Jika dikontekstualisasikan dengan kondisi hari ini, bagaimana jadinya jika beras benar-benar langka dan harganya meroket, semisal naik berlipat-lipat? Tentu akan berdampak signifikan bagi masyarakat.Â
Namun disisi yang lain saya juga bertanya "apakah kita benar-benar telah lupa dengan makanan alternatif yang begitu mudah dan melimpah di negeri kita ini? Seperti jagung, singkong, talas, kentang dan makanan alternatif lainnya yang tentu juga mengenyangkan. Benarkah definisi "kenyang" begitu berubah?Â
Sekali lagi saya gelisah "Siapa yang paling beruntung dari cara pandang tersebut?" Mengingat petani selalu saja mengeluh karena bertani padi tidak begitu menguntungkan mereka sebab harga yang tidak sesuai dengan biaya proses dan pupuk yang begitu mahal, ditambah semakin banyaknya hama dan tidak sebanding dengan hasilnya.
MERUBAH PARADIGMA "MAKAN"Â