Kontan saja mereka naik pitam. Mereka mulai kalap, seperti orang-orang kesurupan setan. Sebagian besar melompat ke muka Gus Bas. Mereka serentak mengacungkan senjata tajam. Mereka benar-benar hendak menghabisi lelaki yang dianggap sok angkuh itu. "Cincang, cincang anjing ini."
Gus Bas mencoba mundur beberapa langkah. Nafasnya ia tahan sekuat tenaga. Hati dan pikirannya ia konsentrasikan kepada Allah. Ia benar-benar pasrah. Kalau harus mati ditangan mereka, maka mati karena didzalimi. Matinya tidak akan sia-sia. Mati Syahid pikirnya.
 Tapi, belum sempat Gus Bas mereka cederai, tiba-tiba dari kerumunan orang-orang itu, seorang lelaki kekar melompat kemuka Gus Bas. Sambil membentangkan kedua tangannya, ia berteriak lantang: "Tunggu, lihat-lihat dulu kalau mau memangsa. Kalian tahu, siapa orang ini, hah?!"
Aneh, tanpa banyak suara mereka serentak diam dan tenang. Bahkan sebagian cepat-cepat mengundurkan diri. Sebagian menyarungkan senjata tajamnya. Sebagian lagi menunduk saja, ada pula yang hanya garuk-garuk kepala, tak satupun yang mengajukan keberatan.
Gus Bas menatap lelaki kekar dan wibawa itu. Tapi mukanya tidak jelas siapa dia. Gus Bas menilai, lelaki itu benar-benar hebat. Ia dipatuhi orang-orang yang sedang kesetanan. Siapakah ia?
Gus bas benar-benar terkejut ketika lelaki itu membalikkan tubuhnya seraya memperhatikan Gus Bas dengan senyum penuh rasa malu. Lelaki itu Syarif, yang selama ini ia cari tapi tidak berhasil ia temui. Syarif hampir sepuluh tahun nyantri kepada Abahnya di pesantren. Syarif yang terkenal alim di pesantrennya akhir-akhir ini terkenal sebagai ketua preman yang di takuti. Syarif kini terkenal sebagai bajingan tengik penguasa kota yang ditakuti lawan dan disegani kawan karena ke-premanannya.
'Jadi kamukah itu Rif....," tegur Gus Bas kalem.
"Ya, Gus. Maafkan saya dan mereka, Gus!," ucap sesal lelaki itu sambil meraih tangan Gus Bas seraya mencium tangannya dengan sangat ta'dzim. "Selama ini saya sengaja menghindar, Gus. Saya malu sama Gus Bas. Saya jahat. Saya kotor. Saya bejat!."
"Ah, sudahlah. Apa kabar Rif bapak-ibumu?"
"Alhamdulillah mereka sehat wal afiat, Gus. Selanjutnya Syarif tidak banyak ulah. Ia mengundang Gusnya untuk singgah ke rumahnya. Ia benar-benar gembira, karena Gus Bas menerima undangannya, bahkan mau bermalam di rumahnya. Suatu kehormatan bagi Syarif.
Gus Bas tersenyum puas. Ia selamat dari malapetaka. Sebagai rasa tasyakkur, ia tak putus bertahmid: "Alhamdulillah." Dengan senang hati ia menerima kata maaf dari mereka yang telah beringas mengancamnya. Kata maaf yang disampaikan Syarif sebagai wakil mereka.