Apapun yang dilakukan Dulla tiada yang mau peduli. Semua yang terlontar dari mulut lelaki itu tiada berarti. Semua menganggap teriakan-teriakan kosong seorang Dulla gila. Dengan teganya orang-orang kampung membiarkannya kehujanan dan kepanasan. Mengapa orang mau ibadah haji malah jadi bahan ejekan? Mereka semua yang gila?, keluh Dulla dengan suara lirih lemas.
Dalam keadaan yang sangat tidak berdaya, Dulla pasrah kepada Yang Maha Kuasa. Ia tidak henti-hentinya bertasbih, bertahmid dan bertakbir dalam hati, tanpa suara. Sebab kalau semua ucapan dzikirnya diucapkan dengan suara, semua orang akan menontonnya dan benar-benar mengatakan Dulla gila.
Ternyata kepasrahan yang tulus membuahkan hikmah besar. Pada saat orang-orang sekampung sedang menontonnya, Pak Kades bersama-beberapa orang kerawat desa datang. Di antara mereka ada seorang penggede. Pak Kades tidak seperti biasanya, kali ini bermuka pucat pasi, tapi bukan karena sakit. Dari raut mukanya terbaca ia sedang menyimpan sesuatu yang membuatnya malu besar!
"Bapak-bapak dan ibu-ibu serta saudara-saudara. Saya minta Dulla dilepas. Kita telah salah sangka kepada Pak Dulla. Ia tidak gila. Ia benar-benar telah lunas ONH-nya. Bapak ini yang mengurus semuanya." Ucap Pak Kades menunduk.
Semua orang terperangah. Sebagian ada yang membuka pasungan Dulla. Sebagian lagi menangis. Tanpa perintah, yang sadar akan kesalahannya segera menyalami Dulla meminta maaf. Ada pula yang kecewa telah termakan omongan kerawat desa, sedangkan yang kecewa berat langsung memprotes Pak Kades beserta stafnya.
Sementara bapak panggede itu menggeleng-gelengkan kepala. Tak habis pikir mengapa semua orang seenaknya menganggap Dulla gila. Kok tidak ditanyakan terlebih dahulu kebenaran Dulla yang hendak naik haji. Sungguh kesalahan dan kebodohan yang memalukan.
 Sedangkan Dulla tidak menaruh dendam sedikitpun. Ia mesem-mesem saja telah mengalami kejadian yang mengenaskan. Kepada Pak Kades ia bilang : "Tak apalah semua itu terjadi." Ia bersyukur kepada Allah sebab hal itu termasuk sengsara membawa nikmat. Sengsara setelah beberapa tahun bekerja melarat, sengsara setelah sekian hari dipasung orang. Nikmatnya, ia sungguh-sungguh akan berangkat ke Mekkah dan Madinah, nikmat karena ongkos naik hajinya benar-benar telah lunas. Nikmat sebab semua orang tahu bahwa dia yang benar, dan tidak gila! Ia bukan Dulla Gila seperti yang telah disangkkan orang-oang se kepadanya. Dia tidak Gila!