Sebenarnya bukan kali ini saja hakim ditangkap oleh pihak aparatur penegak hukum lain, sudah ada beberapa (oknum) hakim diantaranya hakim agung Gazalba Saleh dan Sudrajat Dimyati yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kemudian perkaranya telah diputus oleh pengadilan. Bahkan untuk pengadilan negeri Surabaya sendiri sebelumnya pernah ditangkap juga seorang hakimnya yang bernama Itong Isnaeni Hidayat (11/1/2022) dan kemudian dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan.Â
Menjadi pertanyaan apakah layak hakim sebagai aparatur penegak hukum penyandang sebutan 'wakil Tuhan' kemudian ditangkap oleh aparatur penegak hukum lain ?
Dilansir dari keterangan Hakim Agung Yanto selaku jurubicara Mahkamah Agung kepada para wartawan (24/10/2024) di Jakarta yang mengatakan seluruh penangkapan ketua, wakil ketua dan hakim dapat dilakukan oleh Jaksa Agung dengan seijin Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam hal tertangkap tangan tidak perlu ijin. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang mengatur pemanggilan, pemeriksaan , penggeledahan, penangkapan dan penahanan pejabat negara terhadap hakim harus seijin ketua Mahkamah Agung (MA).
Dalam ketentuan Pasal 26 Undang Undang tersebut dinyatakan Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung kecuali dalam hal :
a. tertangkap tangan melakjukan tindak pidana kejahatan.
b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau
c. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
Dengan demikian secara juridis formal terhadap seorang (oknum) hakim dapat dilakukan penangkapan oleh aparatur penegak hukum lain, namun perlu dilakukan sesuai prosedur dengan tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) sampai pengadilan memutus perkara tersebut.
Kita semua berharap (seorang) hakim selaku 'wakil Tuhan' senantiasa mengedepankan hati nurani dalam memutus suatu perkara , bukan semata-mata karena menurutkan nafsu (serakah) dalam pemenuhan kebutuhan/kesejahteraan finansial dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan tidak akan terjadi lagi 'wakil Tuhan' yang ditangkap oleh aparatur penegak hukum. Dari sekitar 7000 an hakim di Indonesia saat ini masih banyak hakim yang berintegritas dan selalu menjunjung tinggi moral serta mengedepankan nurani dalam menjalankan tugas (peradilan) demi tercapainya keadilan yang sebenar-benarnya.
Â
Â