Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Alumni Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menyetop Konversi Lahan Pertanian, Mimpi di Siang Bolong?

9 Oktober 2020   14:39 Diperbarui: 13 Oktober 2020   12:05 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani di sawah. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Jangankan menuai keuntungan, balik modal saja sulit. Akibatnya, beberapa orang lebih memilih untuk menjual lahannya untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari.

Untuk itu, perlu langkah lebih serius dalam membatasi alih fungsi lahan. Di lain sisi kesejahteraan petani harus betul diperjuangkan.

Pemerintah diharapkan mampu menyediakan pupuk, bibit, dan segala macam kebutuhan proses produksi dengan harga terjangkau. Tidak kalah penting semua itu tersedia dalam jumlah cukup dan merata. Dan tentu saja tidak muncul setelah musim tanam telah usai.

Kebijakan pemerintah melalui peraturan perundang-undangan dan turunannya telah berlaku. Tinggal menunggu keseriusan semua pihak dalam aplikasinya. Tidak terkecuali alih fungsi lahan pertanian dengan jargon investasi. 

Sudah banyak contoh penerapan kapitalisme yang meninggalkan jejak perampasan lahan dan kerusakan lingkungan, otoritas pemerintah mesti lebih pro kepada para petani dan buruh di sektor pertanian. Bagaimanapun sektor ini masih menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.

Jika sektor pertanian kembali diminati khususnya oleh para generasi milenial, tidak menutup kemungkinan swasembada pangan akan tercapai. Dengan begitu, segala kekhawatiran akan krisis pangan akan sirna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun