Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Takbir Melangit

14 Juni 2018   21:48 Diperbarui: 14 Juni 2018   21:58 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sound system berfungsi. Penanda saf salat juga telah dibuat. Tali rafia berwarna merah itu menjadi batas saf. Mimbar juga telah berdiri di tempatnya. Suara Takbir melangit, bersahut-sahutan di udara.

Sesekali juga terdengar suara takbir dari kendaraan yang melewati jalan. Berkonvoi. Takbir keliling. Kendaraan dengan hiasan lampu kerlap-kerlip. Aneka warna yang indah dipandang mata. Dilengkapi pelontar suara.

Rombongan remaja tanggung ini pun meninggalkan lapangan.

Rahing tidak pulang ke rumahnya. Langkah kakinya menuju rumah neneknya. Mamak, bapak, om, tante, dan para sepupu telah berkumpul di sana. Malam takbiran memang penuh suasana kekeluargaan.

Nenek sibuk mengikat "burasa" (buras) . Seharian Ia sibuk menyiapkan adonan dari beras. Pagi hari telah bergumul dengan daun pisang. Mulai mengambil langsung di pohon, menyianginya sedikit. Lalu memotong sesuai ukuran yang diinginkan.

Mamak juga ikut membantu. Mereka duduk melingkar di atas tikar pandan. Tali rafia berwarna meliuk-liuk di badan "burasa". Diikat kuat. Siap mengisi panci ukuran jumbo di atas nyala api berbahan bakar kayu.

Nenek meniup api periuk dengan potongan bambu. Sekira 30 sentimeter panjangnya. Kiriman angin dari mulut ditiupkan. Dua kali. Api menyala. Membakar kayu-kayu kering. Tungku terbuat dari susunan batu-bata.

Perihal memasak "burasa" ini bisa sampai subuh menjelang. Di malam takbiran. Tapi, para nenek tetap bugar di pagi hari. Bersemangat menuju lapangan salat Idulfitri.

Rahing ternganga, kantuk menyerangnya. Ia pamit lalu pulang ke rumah. Lelah meringkup di badannya. Tak mau lepas. Pikirannya masih galau. Merana karena Ramadan pergi meninggalkannya. Dalam hatinya bertanya, akankah Ramadan tahun depan masih menyapanya?

Barakallah. (*)

Gowa, 14.6.2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun