Setelah salat, Keempatnya tinggal sementara duduk di masjid. Mereka larut dalam kumandang takbir yang dikumandangkan hampir di seluruh surau di desa.
Hari kemenangan sudah tiba. Rahing mantab mengikuti Takbir bersama teman-temannya. Ada yang senang, ada juga yang bersedih. Sedih karena Ramadan telah pulang menghadap kepada Sang Pencipta. Allah tuhan semesta alam.
Belum tentu Ramadan yang akan datang, kita masih berjumpa dengannya. Walaupun masih diberi kesempatan, tapi, ramadan mendatang adalah Ramadan berbeda. Tidak sama lagi. Setiap Ramadan akan melapor khusus kepada Allah.
"Rahing, sudah siap ke lapangan, kan?"
"Iya, celana tigaperempat sudah siap. Memanjat di pohon pun saya siap."Ucap Rahing dengan sedikit cengengesan.
Mereka berempat berbagi tugas bersama remaja masjid lainnya. Ada yang membawa pelantang suara merek Toa. Ada yang mengangkat mimbar. Membawa kabel-kabel listrik. Ada juga yang sigap membawa microfon, ampli, dan tali rafia.
Mereka berjalan menuju lapangan yang akan dijadikan tempat salat idulfitri esok hari. Lapangan itu adalah halaman sebuah pabrik. Berkerikil kecil. Jika salah sujud, runcingnya batu kerikil akan menghantam jidat. Lumayan perih.
Mereka tiba di lapangan. Mengambil posisi masing-masing. Ada yang memanjat ke atas menara, memasang speaker Toa. Ada yang memanjat di atas seng parkiran. Juga memasang pelantang suara.
Setelah siap, operator menyetel ampli. Kaset takbiran dimasukkan ke dalam radio yang multifungsi. Seketika suara takbir memekikkan telinga. Bersahut-sahutan di udara.
Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar...
Hati teduh. Sungguh, hati tenang mendengarnya. Rahing kembali merasakan sesak di dadanya. Ramadan betul sudah berganti syawal. Ia telah pergi  meninggalkan kita. Tapi, rasa senang juga menghampiri. Idulfitri pertanda lambang penyucian atas dosa itu telah datang. Itu hanya berlaku bagi orang-orang yang betul-betul menjalankan ibadah puasa dengan ikhlas.