Seminggu sebelum Pilkada DKI, saya bercakap-cakap dengan seorang rekan.
“Gimana, siapa kira-kira jagoanmu Pilkada DKI?”
“Nggak ada dan nggak bakalan milih, bang!”
“Kenapa?”
“Ngapain capek-capek milih, toh nanti gitu-gitu aja!”
“Hmmm… Cobalah hak pilihnya dipake, bro…”
Sahabat saya itu, pemuda yang sangat mencintai negara ini. Cerdas, pandai bergaul, telah banyak melakukan kegiatan yang berguna bagi anak muda, bahkan sampai rela tidak dibayar kalau diundang bicara ataupun memberikan pelatihan. Itu karena cintanya pada Merah Putih! Tapi kenyataan lainnya, selama ini, dia memilih golput ketika ada pemilihan presiden, kepala daerah, dan semacamnya. Padahal, dia sendiri sangat merindukan hadirnya pemimpin yang memiliki integritas, cerdas, dan tentunya berpihak pada rakyat.
Pada saat pemilihan, kami berkomunikasi lagi.
“Sudah siap-siap milih, bro?”
“Udah, mau pilih nomer 3!”
“Wah, akhirnya digunakan juga hak pilihnya yah!”
“Iya, bang! Walaupun rada nggak yakin…”
Setelah selesai mencoblos, ia mengirimkan pesan, “Deg-degan nih nunggu hasil quickcount…” Saya juga merasakan hal yang sama. Saya merasa seperti sedang menjadi penduduk DKI, berharap JAKARTA BARU! Terutama terkait pendidikan dan kesehatan, tata kota, penanganan banjir, hunian kumuh, dan kesenjangan sosial, sehingga semakin nyaman dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Hasilnya, pasangan nomor urut 3, Jokowi-Ahok, berada pada peringkat pertama! Padahal, sebelumnya, banyak yang mengira mereka hanya figuran saja dan dianggap lebih layak mengurusi daerah-daerah yang kecil saja. Setelah rampung perhitungan cepat, saya bercerita-cerita lagi dengan sahabat saya itu.
“Kenapa kamu pilih Jokowi-Ahok?”
“Yaaa, karena integritas dan kerja nyata mereka selama menjabat di daerah, bang!”
“Yakin? Bukan karena partai atau latar belakang lainnya?”
“Gini bang, aku nggak jadi golput dan akhirnya memilih mereka, itu bukan karena partai. Apalagi kalangan muda seperti kita. Kita lebih melihat teladan dan kiprah mereka selama ini.”
“Memang, idealnya, kita mesti memilih hanya karena pertimbangan visi, misi, program kerja, dan tentu track recordnya.”
“Iya, kita tunggu putaran kedua. Semoga mereka menang!”
“Baiklah! Kalau Tuhan merestui dan rakyat mendukung, pasti itulah pemenangnya!”
Saya, dengan jujur, walaupun tidak dekat dengan Jokowi-Ahok, sangat berharap mereka menang. Kenapa? Sederhana, seperti percakapan saya di atas. Indonesia butuh pemimpin muda yang berintegritas, program kerjanya pro rakyat, tidak korupsi, dan track recordnya jelas.
Selain itu, walaupun tidak punya hak suara. Bagi saya, pertarungan DKI kali ini terkait dengan prospek perubahan mental dan budaya kepemimpinan Indonesia, sekaligus pertaruhan terhadap kekuatan suara rakyat. Selama ini, rakyat seringkali hanya dijadikan partisipan musiman. Sementara, yang di atas melakukan transaksi-transaksi yang tidak arif. Kalau si anu jadi gubernur, nanti dapat jatah proyek dan jabatan ini-itu.
Jokowi-Ahok, sosok pemimpin yang memanusiakan manusia. Salah satu programnya; Orang miskin menerima fasilitas kartu berobat kelas Gold – Orang kaya dapat kartu tipe Silver (kalau tidak malu) – yang miskin kebanyakan nggak cukup uang untuk berobat, akan terbantu dengan kartu Gold tersebut. Yang punya uang, dengan kartu silver, mereka ikut serta membantu yang tidak mampu – subsidi silang. Sederhana sekaligus realistis serta memanusiakan!
Tidak ada yang menjamin Jokowi-Ahok akan mampu menjawab keseluruhan permasalahan Jakarta. Tapi paling tidak, prestasinya sudah nyata di Solo dan Belitung! Lebih utamanya lagi, kerinduan dan kehausan kita akan kepemimpinan yang pro rakyat, sebentar lagi akan terwujud!
Tidak ada pikiran lain di kepala saya. Sebaiknya, kita memang mendoakan, mendukung, dan memilih karena keduanya PATUT DIPILIH. JANGAN PILIH JOKOWI-AHOK KALAU MEMANG TIDAK LAYAK UNTUK DIPILIH!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H