Kembalinya “Demokrasi”
Selasa (27/05) sore, saya menyaksikan pidato Jokowi pada Rapimnas Nasdem di Metro TV, katanya,“Kita harus meninggalkan tradisi lama politik kita. Kalau ketemu, ada yang minta jatah menteri 7, ada yang 8, ada yang cawapres. Kita mesti berani menciptakan tradisi baru, nilai-nilai baru. Ini pendidikan politik, untuk Indonesia yang lebih baik.”
Masih Selasa sore, seorang abang menelepon.
“Sar, itu Jokowi tulus dan benar-benar pernyataannya dia bahwa, kemenangan akan sangat bergantung pada rakyat dan relawan-relawan. Jadi kita harus optimalkan satu bulan ini. Sama-sama kita hantar Jokowi. Meskipun kita korban uang, waktu, dan perasaan. Sebentar lagi kita punya presiden yang berpihak pada rakyat.”
Jokowi sadar tidak bisa membeli suara rakyat. Yang dia yakini, bersama-sama dengan rakyat dapat memenangkan pertarungan. Beliau sampai tidak hapal nama-nama komunitas relawan yang mendukung, semakin hari semakin menjamur. Melibatkan rakyat dengan membuka rekening kampanye.
“Kita sudah membuka rekening kampanye. Kita libatkan rakyat, berapapun sumbangannya diterima, mau seribu, sepuluh ribu, satu juta, kita terima. Dan yang pasti kita ikuti aturan penerimaan sumbangan,”ujarnya.
Rakyat adalah penentu kemenangan dan arah suatu negara. Jokowi dan JK sedang mempraktekkannya. Mengajak rakyat bergotong-royong untuk Indonesia Hebat!
Swing Voter
Saya sempat bilang pada seorang teman,“Eh, aku rasa banyaknya pemilih Jokowi ini yah. Kawan-kawan kelas menengah dan terpelajar. Tapi kok mereka malu-malu yah bantuin kampanye Jokowi di sosial media?”
Teman saya itu berkata,“Iya, banyak, mereka nggak mau menambah ruwetnya lalu-lintas status, opini, dan berbagai bentuk kampanye yang seliweran di media sosial. Mereka memilih bergerak senyap.”
Satu orang seperti saya bisa memperkenalkan sosok dan program Jokowi-JK kepada beberapa sahabat. Dan teman-teman yang bergerak senyap itu sedang melakukannya.