Namun apa daya, kota indah nan sejuk tak bisa menghempang ancaman global akibat virus mematikan, HIV Aids.
Kemajuan teknologi dan akses memperoleh narkoba, tingkat ekonomi yang cukup membuat merebaknya perdagangan narkotika sehingga memicu merebaknya pergaulan bebas dan berjangkitnya HIV, bisa menjadi salah satu penyebabnya.
Pengamatan penulis, usaha Pemerintah Kabupaten Karo belumlah optimal lantaran terbentur anggaran, meski dari elemen masyarakat, salah satunya adalah peran Gereja Batak Karo Protestan GBKP sebagai organisasi terbesar sudah ada, dengan dibentuknya Komisi HIV Aids dan Napza.
Akan tetapi, hingga kini belum menunjukkan perubahan karakter penduduk Tanah Kato secara signifikan untuk menjauhi hal tersebut.
Sementara sinergi yang tak kunjung ada membuat perhatian akan penggulangan masalah ini seolah tak ada hasil. Alih-alih memberi penyuluhan angka pengidap malah semakin pesat meningkat.
Perlu penanggulangan komprehensif dalam hal ini semua stakeholder yaitu pemerintah dan elemen masyarakat semestinya padu untuk memberantas peredaran Miras dan Napza.
KPAD komisi penggulangan Aids Daerah juga harus memberi modul modul anti Napza dan kesehatan reproduksi serta edukasi perilaku seks yang sehat mulai dari anak tingkat SD dan juga kepada orang dewasa.
Selebaran dan talk show radio lebih sering membahas tentang hal ini dan yang terpenting law enforcement para penegak hukum juga harus berintegrasi sebagai lembaga penegak hukum
Bila tidak maka tercipta generasi rentan dan cepat punah dan akan semakin berimbas pada kualitas SDM.
Apapun jua, dalam hal ini peran Bupati Karo, teman penulis bapak Terkelin Brahmana sebagai Bupati merupakan tokoh sentral dan komandan pemberantasan HIV di Tanah Karo.
Bila semua peduli pasti bisa .... masalahnya rasa peduli itu seperti menguap terhembus sepoi angin Gundaling di Berastagi. Tanah Karo kampung halaman ... kini menyedihkan.