Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Uang Dapat Membeli Kebahagiaan, Betulkah?

7 September 2024   09:15 Diperbarui: 7 September 2024   09:18 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin kita sering mendengar kata bijak,"Money can't buy happiness". Kalimat tersebut memang sudah menggema sejak aku masih berada di dalam perut ibuku sampai sekarang. Tapi, bagi banyak juga yang menyangkal kalau  slogan tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang kere alias yang tidak punya duit. Mereka malah mengatakan kalau Money can buy happiness.

              "siapa bilang uang tidak bisa membeli kebahagiaan? Itu hanya berlaku untuk mereka yang kere. Yang nggak bisa membeli apa-apa karena nggak punya uang. Buktinya, gue! Kalau gue lagi sedih, gue pergi shopping. Kalau gue galau, gue traveling keliling dunia. Pokoknya uang bisa membuat gue bahagia." Ujar temanku dengan bangganya.

Memang sih, aku sering melihat dia traveling ke luar negeri seorang diri. Bahkan sudah banyak negara di belahan dunia ini yang sudah dia kunjungi. Postingan foto-foto travelingnya berjejer di akun sosmed-nya. Tidak lupa memamerkan barang-barang belanjaannya dengan merek-merek ternama. Mungkin ada puluhan atau ratusan barang branded di rumahnya.

Jika dilihat dari sisi luar, memang dia terlihat Bahagia. Dia membuktikan dengan traveling dan shopping adalah wujud kebahagiaan. Deretan komentar pujian ngantri di kolom komentarnya. Dia pun tersenyum karena orang-orang mengakui kebahagiannya.

Tapi, dibalik semua itu, apakah dia benar-benar Bahagia? Jawabnya TIDAK! Itu terlihat setiap postingan kata-kata bijak yang dia kutip dari akun-akun quotes, isinya tentang kesedihan, kehampaan dan ketidak bahagiaan. Jadi, sesungguhnya kebahagiaan yang dia tunjukkan hanyalah fake alias kebahagiaan semu.  Ketidak bahagiaannya pun semakin dipertegas Ketika dia menelponku dengan isak tangan yang pecah. 

Tanpa sepata kata keluiar dari mulutnya, aku bisa memahami kalau isak tangisnya bisa menggambarkan isi hatinya. Setelah hampir 10 menit menangis di telpon tanpa aku potong sedikitpun, akhirnya dia bercerita sambil terisak.

foto dok www.leaf.nutisystem.com
foto dok www.leaf.nutisystem.com

              "Apa salah gue? Kenapa sepanjang hidup gue, gue tidak pernah merasakan kebahagiaan? Kenapa hidup gue begini hampa? Kenapa tidak ada yang menyayangi gue?"

Aku membiarkan dia terus bercerita agar apa yang selama ini terpendam di dalam hatinya bisa keluar semua. Agar pikiran dan jiwanya plong. Karena, aku tahu, selama ini dia pretending to be happy demi menutupi ketidak bahagiaannya yang sesungguhnya.

              "Kamu tau, gue mencoba segala cara agar bisa mendapatkan kebahagiaan tapi semua sia-sia. Ternyata kemana pun gue pergi. Barang mewah apa pun yang gue beli tidak bisa menutupi ketidak bahagiaan yang gue sembunyikan. Semua hampa." Ujarnya lagi.

Memang betul apa yang dia ungkapkan, Ketika aku berkunjung ke rumahnya, alangkah kagetnya melihat begitu banyak barang-barang atau goody bag dengan merk-merk ternama berserakan hampri disetiap sudut ruangan kamar, ruang tv hingga dimana-mana. 

Bahkan goody-goody bag tersebut masih bersegel alias belum dibuka sama sekali. Bisa dibayangkan, berapa ratus juga dia habiskan untuk membeli kebahagiaan palsu itu? Sebut saja merk Gucci, LV, Hermes, Prada, D&G, Frank & Co, diamond, Mutiara dan buanyakkk banget barang-barang berharga numpuk dirumahnya. 

Jatuhnya malah dia menjadi Hoarder alias orang yang suka menimbun atau menyimpan barang yang tidak penting. Karena sesungguhnya dia tahu kalau barang-barang yang dibelinya itu bukan yang dia butuhkan melainkan hanya lapar mata saja. Memuaskan Hasrat belanjanya. Melampiaskan rasa kesepiannya. Sebagai orang yang memiliki banyak duit, dia mengira dengan belanja dia bisa memenuhi kebahagiaan yang selama ini dicari. Ternyata itu semua hanya bersifat temporary.

foto take from www.indianretailer.com
foto take from www.indianretailer.com

              Begitu juga dengan temanku yang lainnya. Memiliki popularitas di dunia selebritis. Memiliki wajah cantik yang banyak diidam-idamkan waanita dan dipuja-puja pria atas kecantikannya. Sering tampil di layar kaca, film hingga iklan. 

Tapi, dengan popularitas yang dia miliki, apakah dia juga bahagia? Ternyata tidak. Sama halnya dengan sahabat yang sebelumnya, dia paling suka shopping barang branded. Meski dia ogah mempublish ke sosmed barang-barang yang dia beli. Takut dibilang norak. Jaga image karena dia selebritis. Tetap, sebagai sahabat, aku dan teman lainnya tahu sudah berapa ratus hingga milyar uang yang dia gelontorkan untuk membeli kebahagiaan semu itu? Ternyata dia tidak juga menemukannya.

              "Gue capek pura-pura Bahagia di depan public. Di deapn media. Gue ga suka sebenarnya pretending happy." Katanya dengan wajah sedih. "Gue pengen lari dari kepopularitasan ini. Karena di dunia (entertain) sesungguhnya gue tidak pernah menemukan kebahagiaan."lanjutnya.

So, dimanakah letak kebahagiaan itu?

Kalau menurut versi aku, kebahagiaan itu hanya kita lah yang bisa menciptakannya. Meng-create-nya. Kebahagiaan tidak bisa diukur dari segi materi dan popularitas. Kebahagiaan itu abstrak tapi bisa dirasakan. Hanya perasaan kita lah yang bisa merasakannya sehingga bisa mengalir keseluruh organ tubuh kita.

So, create your own happiness. Don't find it but create it!  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun