Sebelumnya, saya pun mengenakan pakaian ala orang Bali. Ogoh-Ogoh sendiri merupakan pawai menggotong boneka atau patung Ogoh-Ogoh dengan aneka rupa menyeramkan.
Konon katanya, Wujud Ogoh-ogoh adalah simbol dari perilaku buruk manusia yang akan dimusnahkan sebagai tanda dari mensucikan diri umat Hindu sebelum memasuki Hari Raya Nyepi.
Oh iya, tidak lupa juga, sebelum Nyepi, hampir semua super market dan mini market dipadati pengunjung untuk memborong sandang pangan dan aneka cemilan. Karena, keesokan harinya, Umat Hindu tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun selama hari raya Nyepi.
Saya benar-benar terkesima dengan rangkaian acara tersebut. Terkesimak dengan upacara Melasti yang sangat syahdu juga pawai ogoh-Ogoh yang ngeri-ngeri sedap. Karena, ada beberapa warga yang kesurupan saat membopong patung Raksasa berwajah menyeramkan itu. Untungnya saya juga nggak ikut kerasukan.
Lalu, masuklah hari raya Nyepi. Momen yang saya tunggu-tunggu selama ini. Saya merasakan langsung seperti apa Nyepi di Bali bersama keluarga orang Bali.
Saya memilih berdiam diri di dalam kamar sambil menikmati makanan yang telah disediakan teman saya. Sedangkan keluarga teman saya melakukan kegiatan sembahyang.
Malam harinya, suasana di sekitar rumah teman saya tampak sepi dan gelap gulita. Rumah teman saya pun ikutan gelap karena tidak diperbolehkan menyalakan cahaya apapun.
Meski saya dan teman sedikit bandel menyalakan handphone untuk melihat informasi dan berkirim pesan dengan teman di luar. Agar tidak ketahuan pecalang, kami menutupi hape dengan bantal agar cahanyanya tidak mantul keluar.
Nyepi itu benar-benar sepi. Hening dan nikmat sekali rasanya berada di keheningan.
Menurut saya, Nyepi itu banyak sisi positifnya. Kita diajakrkan untuk merenung, intropeksi diri juga menjauh dari hiruk pikuk duniawi.