Warung Mbok Yem & Warung disekitarnya, Menjadi Warung Tertinggi di Indonesia
Bagi pendaki yang pernah mendaki ke gunung Lawu, nama Mbok Yem sudah tidak asing lagi. Bahkan, mereka yang belum mendaki gunung Lawu sekali pun punya cita-cita pengen ke warung dan makan di warung Mbok yem. Ditambah lagi embel-embel warung tersebut merupakan warung tertinggi di Indonesia. Gimana nggak bangga bisa makan dan minum di warung dengan ketinggian 3, 150 Mdpl.
Untuk bisa mampir ke Warung Mbok yem memang super ekstra tenaga. Karena keberadaan warung tersebut tidak bisa dilalui dengan kendaraan umum. Bahkan dengan pesawat sekali pun. Kita harus mendaki dengan medan yang sangat menguras tenaga hingga melewati pos 5 dan Pasar Dieng atau lebih sering disebut pasar Setan.
Begitu juga dengan gue. Mendengar nama "Warung Mbok Yem" sudah lama banget. Setiap teman-teman pendaki selesai mendaki gunung Lawu, pasti langsung memamerkan foto-foto ketika makan pecal dan ngopi di depan warung Mbok yem. Hasrat untuk bisa berada di warung tersebut pun muncul. Oneday, kalau mendaki Gunung Lawu, gue akan mampir ke warung tersebut.
Setelah terhambat beberapa kali mendaki gunung Lawu, akhirnya Akhir Agustus lalu, keinginan pun terkabulkan. Gue bersama 4 teman mendaki gunung Lawu via jalur Cetho. Gunung Lawu yang digadang-gadang memiliki aroma mistis yang kuat ternyata aman-aman saja saat gue melakukan pendakian. Meski diberi penglihatan dan pendengaran yang lebih peka. Namun saat berada di Gunung Lawu semua berjalan dengan lancer hingga sampai turun ke basecamp dan pulang ke rumah.
       Waktu mendaki Lawu, gue dan teman-teman mendirikan tenda di pos 5 Maksud hati mau ngecamp di Menjangan gagal total karena beberapa teman tidak sanggup melanjutkan pendakian hingga Menjangan. Pos 5 sudah paling bener mendirikan tenda. Karena mereka tiba di pos 5 saja sudah malam. Ya, tepatnya jam 8 malam dengan energi yang mulai lunglai.
Keesokan paginya, kami melanjutkan pendakian hingga puncak. Kami melintasi semua jalur sampai Pasar Dieng  kemudian ketemu lah dengan deretan warung-warung yang diantaranya adalah Warung Mbok Yem. Selama ini gue berfikir kalau di puncak Lawu itu hanya ada warung Mbok Yem. Ternyata keliru. Selain Mbok Wakiyem alias Mbok Yem, diistu ada beberapa warung yang juga menjual aneka jenis makanan yang sama. Mulai dari Nasi Pecel, Soto, gorengan hingga minuman Kopi, teh atau wedang. Jenis makanan dan minuman yang sama. Hanya penjualnya yang berbeda.
Warung-warung yang ada disekitar Warung Mbok Yem justru yang menolong perut kami yang sudah kelaparan. Berhubung antrian pendaki yang hendak makan cukup panjang di warung Mbok Yem, kami memilih alternative lain mencari makan di warung yang ada di sebelah Mbok Yem. Tampak lengah dan kami pun langsung di layani. Perut kenyang dan staminan kembali terisi.
Warung Mbok Yem memang fenomenal. Karena menjadi pelopor penjual makanan di gunung Lawu. Tidak tanggung-tanggung keberadaan warung tersebut hampir berada di puncak Lawu. Hanya 15 hingga 20 menit lagi pendaki sudah yiba di puncak Lawu. Tidak heran kalau banyak pendaki berkunjung ke Warung Mbok Yem ketika hendak muncak atau setelah muncak. Kalau mendirikan tenda disekitaran warung Mbok Yem, berarti staminan mereka tergolong kuat karena mampu mendaki hingga mendekati puncak.
Fakta Tentang Mbok Yem
- Seperti banyak diberitakan, Mbok Yem hanya turun gunung setahun sekali. Tepatnya menjelang Lebaran. Selebihnya, Mbok Yem beserta anak atau kerabatnya memilih tinggal di Warung tersebut.
- Warung Mbok Yem beserta warung-warung lainnya yang ada di Argo Dalem mendapat penerangan tenaga listri dari Panel Surya. Panel Surya bekerja dengan cara menangkap sinar matahari lalu mengubahnya menjadi energi listrik. Tidak heran, ketika masuk ke warung Mbok Yem, disana tersedia Rice cooker, tv, kulkas serta benda-benda yang berhubungan dengan listrik.
- Di depan warung Mbok Yem ada seekor Monyet. Namanya Temon. Usianya pun sepertinya sudah tergolong tua. Hanya saja, Temon sering mengganggu dan diganggu para pendaki yang melintas atau yang ingin ke warung Mbk Yem. Temon akhirnya beraksi dengan mengambil barang milik pendaki yang mendekat. Terkadang juga ada yang kena serangan Temon. Tidak heran kalau, anak atau kerabat Mbok Yem selalu mewanti-wanti pendaki agar tidak mendekati Temon. Termasuk anak kecil yang mencoba ingin bermain dengan Temon langsung di tegur. "Jangan mendekat! Jangan mendekat! Kalau terjadi apa-apa bukan tanggung jawab kami."
- Temon tergolong agresif bagi orang baru. Atau juga karena Temon tidak leluasa bergerak. Untaian rantai melilit perutnya pun cukup menyiksa bagi hewan yang tergolong liar, rantai pendek membuat pergerakannya terbatas. Secara pribadi, gue kasihan sama Temon. Karena dia bukan jenis hewan piaraan melainkan hewan liar yang layak untuk bebas.
- Â Usia Mbok Yem sudah diangka 60-an. Mungkin sekitar 65 tahunan. Usia yang tergolong senja. Namun, belia masih tetap kuat dan aktif melayani permintaan pendaki yang tidak pernah sepi di warungnya. Tapi, banyak yang bilang Mbok Yem agak Judes alias cerewet. Ya, mungkin cerewetnya ibu-ibu terhadap anaknya, ya
Â
      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H