Jauh sebelum berangkat ke Yogyakarta, nama Mangut Lele Mbah Marto sudah masuk ke dalam daftar list kuliner yang wajib untuk dicicipi. Meski gue bukan pecinta Lele tapi, demi teman-teman, apa pun akan kami jabani bersama termasuk makan Mangut Lele Mbah Marto. Dan Mangut Lele masuk ke daftar list di urutan terdepan.
Hari kedua di kota Yogyakarta, gue dan teman-teman menuju Pantai Parangtritis, Pasir Gumuk dan kemudian kuliner ke Mangut Lele Mbah Marto. Meski Parangtritis sudah beberapa kali gue kunjungi tapi yang namanya traveling, once is never enough. Sekaligus ke Mangut Lele yang rutenya masih satu arah. Dari penginapan kami sengaja berangkat pagi hari ke Pantai Parangtritis agar tidak terlalu terik mataharinya. Juga, saat jam makan siang perut sudah lapar-laparnya biar bisa langsung diisi dengan Mangut Lele dan pasukannya yang lain.
Usai menikmati pantai dan bermain Gumuk pasir, langsung deh kami tancap gas mencari lokasi warung Mbah Marto. Mengandalkan google map kami mengideri seputaran kawasan Parangtritis. Awalnya tidak ada yang aneh karena si Google voice bener-bener mengarahkan mobil yang dikemudi sesuai jalur map yang tertera. Tapi, setelah keluar masuk perkampungan, rasa curiga mulai muncul.Â
"Masak iya sih, lokasinya masuk perkampungan begini?" Tanya gue penasaran. Ya, 11 12 dengan teman-teman yang lain juga sama-sama ragu dan tidak tahu keaslian lokasinya. Apalagi ketika google voice menyatakan lokasi yang kami tuju sudah sampai. Kami semakin kaget. Kok warungnya seperti ini? Beda dengan di gambar dan video yang bertaburan di sosmed.
Meski ada tulisan Mangut Lele Mbah Marto Asli. Tapi, lagi-lagi kami membandingkannya dengan foto-foto yang ada di sosmed. "Kayaknya bukan yang ini,deh." Ujar teman meragukan. Karena, penasaran, gue turun dari mobil dan langsung menanyakan pada seorang pria paruh baya yang memang sejak tadi sudah memandu kami untuk masuk ke warungnya. Tapi, lagi-lagi kami ragu dan akhirnya kami mengurungkan masuk dan kembali mencari pakai google map letak Mangut Lele Mbah Marto yang asli. Ternyata masih ada lokasi yang lain. Kami pun meninggalkan warung tersebut. (Meski diakhir kisah, kami akhirnya tahu kalau pria paruh baya tersebut adalah anak Mbak Marto yang  buka warung Mangut Lele juga.)
Setelah bergerilya kembali mencari lokasi warung yang asli, akhirnya kami menemukan warung tersebut. Memang lokasinya hamper sama dengan warung sebelumnya keluar masuk perkampungan yang jalurnya lumayan kecil. Tapi, kali ini bener-bener warung Mangut Lele Asli.
Setelah mobil diparkirkan, kami melihat dapur terbuka yang dikepuli asap tebal. Ternyata disitu sedang terjadi pengasapan lele yang jumlahnya lumayan banyak. Konon katanya ada sekitar 450 ekor lele yang harus dipanggang dan diasapi setiap harinya. Dan semuanya ludes terjual. "Masuk saja kalau mau memoto atau buat video," ujar pria paruh baya dengan ramahnya. Gue dan teman-teman pun langsung mengabadikannya lewat foto dan video.
Kemudian, kami diarahkan ke warung Mbah Marto yang harus berjalan beberapa meter lagi."Warungnya sebelah sana,"tunjukknya. Kalau sudah tiba dilokasi Mangut Lele Mbah Marto, kita juga harus hati-hati. Jangan salah masuk warung lagi. Karena ternyata disekitaran warung Mbah Marto, masih ada warung Mangut Lele lainnya yang menjual menu yang sama. Dan, lagi-lagi penjual warung tersebut masih ada hubungan kerabat dengan mbah Marto (masih anaknya juga).
 Kami masuk ke rumah berukuran sederhana yang sudah dipenuhi pengunjung yang juga hendak makan siang disitu. Antriannya lumayan ramai. Hampir semua meja terisi pengunjung yang sedang menikmati makanan. Kami digiring menuju dapur lewat pengeras suara. Edan, warung sekecil ini ada pengeras suaranya,lho. Kayak memandu turis yang sedang ikut tour wisata.