Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. sejak 2021 menyukai dunia lari di usia setengah abad. target bisa Full Marathon. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tentang Jale

10 Februari 2021   18:38 Diperbarui: 10 Februari 2021   19:03 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi diambil dari Thinkstock

Hmm, Tentu tidak semua orang memahami artinya. Mungkin hanya orang-orang tertentu saja yang mengerti artinya dari kata Jale. Bagi yang faham, mereka akan senyum-senyum Ketika membaca atau mendengar kata tersebut. Serasa memiliki energi positif yang cukup tinggi sehingga si pendengar atau yang membaca senyum-senyum.

Meski, bagi sebagain instansi berlabel "Media Cetak/Elektronik" ada yang  men-tabu-kan kata tersebut. Ya, tabu jika dikumandangkan keras-keras maksudnya.

Soalnya, meski ada rambu-rambu tidak boleh menerima jale, tetep saja mereka berlapang dada Ketika menerimanya. Paling banter ada kalimat," ntar, di belakang saja...." (Maksudnya, ngasih si jale di belakang atau saat lagi sepi.) Huh! Tuman!

Apa sih Jale itu?

Baiklah, saya akan memutar balik memori saya tentang dunia per-jale-an. Kata tersebut sangat kondang di kalangan pencari berita. Meski sejujurnya, awalnya saya kurang faham kata "Jale" itu diambil dari mana. Atau hanya sekedar sinonim. Tapi Ketika saya buka rumah Mbah Google, eh, nongold eh si Jale dengan arti yang sesungguhnya  

Jale sangat familiar dikalangan wartawan. Baik wartawan cetak, elektronik & TV. Setiap kali ada liputan yang mengandung unsur "liputan undangan" biasanya panitia atau koordinator persnya selalu menyuguhkan "Jale" dipenghujung pertemuan berbarengan dengan goody bag yang berisikan aneka souvenir yang berhubungan dengan acara tersebut.

Tapi tidak jarang juga si Jale disuguhkan sebelum acara dimulai. Ya, ibarat appetizer alias makanan pembuka atau Dessert sebagai makanan penutup. Dimana pun posisi si Jale pasti selalu menyenangkan.  

Dan, biasanyanya si penerima Jale selalu sumringah. Tuh kan, bisa menambah imun tuh.

Bahkan, Ketika sebuah perusahaan mengundang wartawan untuk menghadiri acara yang mereka gelar, si Wartawan tanpa sungkan bertanya,"ada Jale-nya, nggak?" Jika yang mengundang itu orang yang mereka kenal cukup akrab. Bahkan, pertanyaan tersebut dibalas dengan guyonan yang juga sama-sama dimengerti "Jelas!!" sambil tertawa lebar.

Ibarat kata sandi, Jale sering membuat acara yang digelar berjalan dengan sukses dengan hadirnya banyak pewarta yang meliput. Baik dari media ceta, elektronik dan tv. Jale juga berpengaruh dengan ditulisnya acara yang baru diliput mereka, lho. Meski, tidak semua media mau menerima suguhan Jale dalam amplop putih itu.

Ada larangan keras oleh perusahaan tempat mereka bekerja menerima apa pun Ketika sedang meliput. Katanya si haram. Meski, tidak jarang juga tolakan itu hanya sebatas simbol semata. Ketika si jale dimasukkan ke dalam tas, si penerima anteng-anteng saja sampai pulang ke rumah. 

Dulu, waktu masih menyandang gelar Jurnalis, saya dan beberapa teman sering dimintai tolong oleh penyelenggara acara untuk mengundang rekan-rekan media (cetak, elektronik & tv), karena memiliki banyak relasi dengan rekan-rekan media, tawaran tersebut pun saya terima dengan syarat untuk mengundang media dibutuhkan Jale agar mereka mau datang. Meski sempat berdebat dengan si penyelenggara acara, akhirnya mereka pun setuju.

Meski pernah juga ada  penyelenggara  acara merasa yakin tanpa jale acaranya bisa berjalan dengan lancar. Terbukti, acara yang mereka gelar gagal total karena sepinya peliput acara. Rasa sesal tiada guna, bukan? Acara yang dibuat spektakular menjadi hambar tanpa adanya pemberitaan di media cetak dan elektronik. Kalau pun ada, tidak seperti yang mereka harapkan.

Kalau itu, saya mengundang teman-teman media untuk hadir di acara yang digelar via BBM atau SMS ya? (Yang jelas, waktu itu masih jaman kejayaannya Blackberry dan Nokia, jadi ngirim undangannya lewat BBM. Tapi, sekarang jaman kejayaan BBM sudah pindah tahtah ke WAG alias Whatsup Grup). Teman media yang diundang biasanya membalas undangan tersebut dengan kalimat yang sama-sama difahami dibumbui dengan guyonan.

"Jelas nggak?" saya menjawab singkat namun padat makna "Jelasss...!!"

Biasanya, rekan-rekan yang diundang memegang teguh komitmen saat sudah menerima si Jale. Beberapa hari kemudian, hasil liputan acara tayang di media dimana mereka bernaung dan melaporkan hasil liputannya lewat BBM atau membawa hasil liputannya dalam bentuk fisik di pertemuan berikutnya.

Saya tidak tahu, apakah istilah Jale masih berkumandang di dunia pencari berita saat ini?

Entahlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun