Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. sejak 2021 menyukai dunia lari di usia setengah abad. target bisa Full Marathon. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Suka Duka Menuju Suku Baduy Dalam (Part 2)

18 April 2020   21:09 Diperbarui: 18 April 2020   21:10 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


            Sebelumnya, aku telah mengisahkan perjalanan ke Desa suku Baduy Luar. Berikut lanjutanya menu Desa Suku Baduy dalam. 

           

Dari desa Suku Baduy luar, kami harus menapaki jalan yang cukup menguras energi lagi untuk menuju Desa suku Baduy dalam. Jalan yang harus kami tempuh benar-benar sangat tidak asyik. Tanjakan, turunan, ditambah lagi curah hujan yang masih betah menemani sepanjang perjalanan kami menuju Baduy dalam. 

Sesekali kami harus berhenti untuk merehatkan kaki yang mulai terasa lelah.  Ternyata benar apa kata teman, sebelum aku memutuskan pergi kesini. Dia menyarankan agar memilih waktu yang tepat yaitu musim kemarau lebih baik ketimbang musim hujan. 

Tapi aku mengabaikan anjurannya. Aku mengira Desa Suku Baduy ya, layaknya desa yang tidak perlu menguras tenaga untuk mengunjunginya. Kini terbukti. Lelahnya luar biasa karena berjibaku dengan hujan.

Sekarang aku menganjurkan bagi yang membaca kisah ini, jika hendak ke Suku Baduy, jangan pilih waktu dimusim hujan, kamu akan menyesal setelahnya. Lelahnya dua kali lipat.

Pukul 18:30 WIB, kami mulai memasuki Desa Suku Baduy dalam. Hari mulai gelap. Kami berjalan lebih hati-hati karena takut kepeleset karena jalan licin. Cahaya senter hape menjadi cahaya yang menerangi setiap langkah kami. Segala perangkat elektronik sudah tidak boleh diaktifkan. Itu kata pemandu yang asli berasal dari Baduy dalam. 

Aku sempat kelupaan, waktu itu aku hendak merekam momen jalan kaki di kegelapan menuju Baduy dalam. Namun, dengan sopan bocah 17 tahun yang mendampingi kami berkata," Maaf, kamera tidak boleh dinyalakan." Aku tersadar, langsung mematikan kamera.

foto:very barus
foto:very barus
30 Menit kemudian, kami tiba rumah penduduk tempat menginap malam itu. Suasana desa sangat gelap. Nyaris tidak ada cahaya lampu selain lampu teplok di dalam rumah-rumah penduduk. Wajar kalau kaki kami beberapa kali tersandung bebatuan yang cukup banyak di desa itu. Rasa lelah yang sudah pada puncaknya akhirnya  bisa kami rehatkan. 

Sebelum istirahat malam, terlebih dahulu kami membasuh tubuh kami yang sudah berpeluh keringat dengan mandi di kali (sungai). Jaraknya tidak terlalu jauh dari peukiman warga. Tidak boleh pakai sabun mandi, pakai shampoo, odol dan apa pun yang dapat mencemari lingkungan tidak diperbolehkan. Jadi, malam itu, kami hanya membasuh tubuh dengan air sungai yang lumayan dingin tanpa sabun dan shampoo.

Setelah berganti pakaian, kami berkumpul untuk menikmati hidangan makan malam apa adanya. Oiya, di dalam satu rumah penduduk yang kami inapi, terdapat 10 hingga 15 orang. 

Jadi, malam itu kami tidur beramai-ramai hanya beralaskan tikar dan tas sebagai alas kepala (bantal). Jangan pernah bermimpi kamu bisa tidur nyenyak beralaskan Kasur nan empuk disana. Karena, segala-galanya masih alami.

Selesai makan malam, kami lanjutkan dengan ngobrol-ngobrol dengan pemilik rumah. Tuan rumah mengisahkan sejarah kenapa ada suku Baduy Luar dan Suku Baduy dalam. 

Juga, kenapa tidak boleh memakai benda-benda elektronik di Suku Baduy dalam. Setelah dikisahkan, akhirnya kami faham. Ternyata penduduk Suku Baduy dalam sangat patuh dengan adat istiadat. Sangat takut kena hukum adat dan juga sangat patuh dengan ketua adat.

Malam itu, aku benar-benar begitu menikmati berada disini. Sangat hening, syahdu dan membuat aku sadar kalau hidup ini bisa dijalani seperti penduduk Desa Baduy dalam menajalni hidup, mungkin tidak pernah ada pertikaian. Tidak ada iri dengki, tidak ada kejahatan. 

Tapi, realitanya, hidup di luar Desa suku Baduy itu benar-benar berbeda. Sangat keras dan hampir kehilangan hati nurani. Semoga, Desa Suku Baduy (luar dan Dalam) tidak punah dimakan waktu. Tidak tergusur oleh moderenisasi. Dan, semoga kita bisa belajar arti hidup dari Suku Baduy.

Keesokan paginya, kami melanjutkan perjalanan kami kembali ke Desa Suku Baduy luar dan kembali ke rumah masing-masing. Perjalanan yang benar-benar banyak makna dalam hidupku.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun