Kali ini, saya benar-benar pengen curcol soal pinjam meminjam uang. Mungkin hampir semua orang pernah mengalami yang namanya meminjam atau dipinjami uang, termasuk saya. Jujur, saya tergolong orang yang takut meminjam uang. Mungkin karena sejak kecil dididik untuk tidak membiasakan ngutang. "Sebisa mungkin dalam hidup ini jangan pernah mempunyai utang. Tapi, jika pun engkau terpaksa meminjam uang pada orang, usahakan harus dikembalikan sesuai pada kesepakatan." Pesan bokap kala itu.Â
Jadi, wajar kalau dalam hidup, saya paling jarang meminjam uang. Bukan berarti tidak pernah lho. Pernah. Tapi sepanjang saya masih punya utang (belum dibayar) sellau jadi kepikiran. Oleh karena itu, saya selalu mengembalikan tepat pada waktunya. Bahkan, sebelum waktu yang disepakati pun saya kembalikan. Setelah itu, hidup saya baru tenang.Â
Tapi, apakah pernah diutangi?
Oo, tentu. Apalagi teman-teman dekat pernah beberapa kali minjem duit pada saya. Tapi, meski teman dekat, ketika sudah jatuh tempo, urusan mengembalikan utang sama aja kayak orang yang jago ngutang tiba-tiba langsung amnesia alias lupa ingatan. Saat ditagih seribu alasan dan wajah lesu kayak kurang darah  pun dipasang. Pokoknya darama dimulai deh. Sampai akhirnya, utang nunggak hingga berbulan-bulan dan pertemanan berakhir dengan tidak akur lagi.Â
Kejadian ini bukan satu dua kali saja pernah saya alami.
Berkali-kali. Sampai-sampai saudara saya pernah bilang begini,"Lu nggak kapok-kapok ngasih pinjem duit ke teman lo?" Terkadang, sempat sih pasang sikap masa bodo alias menjadi mister tega. Kalau ada yang mau minjem langsung bilang nggak ada duit. Â Dan, ternyata manjur juga.Â
Sampai akhirnya, kejadian naas terulang kembali. Dua bulan lalu, teman baik saya meminjam duit ke saya dengan alasan orangtua sakit dan butuh biaya. Sebenarnya alasan ini klise banget. Tapi, entah kenapa, kalau urusan orangtua saya suka nggak tega. Apalagi sampai bilang mau menjalani operasi. Akhirnya uang 5 juta pun diserah terimakan dengan syarat akan dikembalikan sebulan kemudian.Â
Apadaya, saya ketipu lagi.Â
Memasuki bulan kedua, uang belum juga dikembalikan dengan alasan belum ada duit. Whatever! Urusan ada nggak ada duit, yang namanya hutang ya harus dibayar. Tapi, meski saya galak eh dia jauh lebih galak. Bahkan setiap kali ditagih tidak pernah ngerespon Whatsapp yang dikirim. Hanya dibaca doang. Ditelpon, eh, telpon malah di reject. Sialan. Didatangi ke rumahnya, selalu ngumpet.Â
Begitulah dilema meminjamkan duit.
Sampai akhirnya, saya sempat berfikir, wajar saja kalau ada jasa debt collector, karena ketika ditagih dengan cara baik-baik diabaikan, tentu yang namanya batas kesabaran ada limitnya.
Sehingga tidak jarang perusahaan memakai jasa debt collector untuk menghadapi para peminjam uang/kredit yang bandel. Tapi, saya kan bukan pemilik perusahaan. Saya hanya individu yang suka tidak tega ketika ada teman dalam kesusahan dan butuh bantuan. Hanya saja yang dibantu tidak tahu diri.Â
Sebaiknya, jika kita berani meminjam uang teman/kerabat/saudara atau dengan siapa pun, kita harus tahu untuk mengembalikan sesuai jatuh tempo yang telah disepakati. Kalaupun, pada waktu yang ditentukan anda belum bisa mengembalikan, anda jangan menghilang. Sebaiknya bicarakan baik-baik kembali dan  minta tenggang waktu beberapa hari atau minggu lagi. Dengan cara demikian tentu sikap baik itu menunjukkan anda benar-benar bertanggung jawab akan utang anda. sikap tersebut juga akan membuat orang yang meminjamin duitnya bisa memaklumi juga. Sekali lagi, kalau sudah saatnya mengembalikan utang, jangan kabur atau menghilang dari muka bumi.Â
Ingat karma, lho. Karma never sleep! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H