Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. sejak 2021 menyukai dunia lari di usia setengah abad. target bisa Full Marathon. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Indah Dunia Berubah Menjadi Gelap Gulita

21 Februari 2020   20:31 Diperbarui: 21 Februari 2020   20:44 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu itu, gue sedang traveling ke kota Malang. Karena perjalanan yang cukup panjang membuat badan serasa mau remuk. Sebelum badan semakin ngedrop, gue memutuskan untuk memanggil jasa pijat (massage) untuk memijat badan gue yang asli letoy banget.

Pilihan gue adalah pemijat Tunanetra.

Kenapa? Ya, karena secara tehnik, mereka jelas sudah dilatih oleh ahlinya untuk memijat dengan baik dan faham titik-titik mana yang perlu dipijat. Selain itu, gue pengen dipijat tanpa banyak pertanyaan atau sebaliknya. (Tapi kali ini, gue yang banyak nanya ke pemijat hehehhe) Biasanya gue memilih tidur sambil menikmati pijatan. Dan pemijat konsentrasi memijat badan gue.

Sempat bingung mau nyari tenaga pijat dimana? Secara gue tidak faham wilayah kota Malang. Nanya ke pihak hotel, mereka memang menyediakan fasilitas pijat. Hanya saja, tenaga ahlinya baru bekerja di atas jam 3 sore. Secara gue butuh pijat pagi hari.

Untung ada sosial media. Gue mulai searching dari mbah google, twitter, Instagram dan sosmed lainnya. Beberapa akun pijat tunanetra gue coba hubungi, namun beberapa pemijat memiliki lokasi yang terlalu jauh dari tempat gue menginap.

Butuh waktu cukup lama untuk tiba di hotel. Ada juga pemijat yang minta bayaran "tidak sopan" secara mereka pemijat Tunanetra. Sampai akhirnya, gue menemukan akun seorang pemijat tunanetra dengan nama akun "Pijat Tunanetra online". Lengkap dengan nomer teleponnya.

Gue langsung menghubungi dan mendapat respon yang sopan dan baik. Untuk 1.5 jam pijat, dia membandrol harga Rp.100.000. Nevermind! Bagi gue itu harga yang reasonable. Karena mereka yang datang ke tempat kita. Setelah memberi tahu alamat tempat gue menginap, si tukang pijat menjawab;

" 20 menit lagi saya nyampe, pak. Saya naik Grab."

20 menit berlalu tapi si tukang pijat belum juga menampakkan batang hidungnya. Sempat membuat gue was-was. Kenapa ini orang nggak nyampe-nyampe, ya? Padahal sudah lebih 30 menit gue menunggu. Gue mencoba menghubungi hapenya kembali tapi tidak diangkat. Di whatsup juga nggak di balas. Hampir satu jam menunggu, titik nadir kesabaran gue hampir memuncak dan memutuskan untuk membatalkan saja. Kelamaan menunggu, cuy!

Tiba-tiba pihak hotel mengetuk kamar gue dan memberi tahu kalau ada yang nyariin gue. Dan, ternyata si tukang pijat. (Oiya, nama si pemijat Mas Nanda)

"Maaf agak lama. Soalnya susah nyari Ojol,nya."

"Nggak apa-apa yang penting sudah nyampe."

Singkat cerita, dia pun mulai memijat badan gue. Mulai dari kaki, betis, paha, punggung, leher, badan, tangan, kepala semua badan yang awalnya serasa kesetrum sangkin sakitnya tapi setelah dipijat mulai terasa ringan.

Gue akui pijatannya enak banget. Badan gue yang kaku semua langsung terasa rileks dan fresh. Asli, awalnya gue sempat teriak-teriak karena kaki dan betis yang uratnya sudah kayak besi sangkin kakunya berubah jadi lebih baik.

Gara-Gara Obat tetes Mata

 Seperti biasa, setiap pijat dengan pemijat Tunanetra, gue sering suka "kepo" kenapa dia buta. Apakah bawaan sejak lahir atau kenapa? Tentu ada historis dibalik ketidak berdayaan mereka tidak bisa melihat indahnya dunia lagi.

Ternyata mas Nanda sempat menikmati indahnya dunia selama 23 tahun. Bahkan, dia mengaku kalau selama 23 tahun dia menjalani hidup layaknya orang normal. Sempat menjadi anak gaul. Bahkan dengan ceria dia bercerita pernah ke Jakarta dan nongkrong di kafe di bilangan Kemang. Suka traveling dll.

Kemudian, dia juga sempat merasakan masa-masa indah pacaran. Dia sempat memiliki seorang kekasih yang juga seorang mahasiswi. Tapi, sejak di vokis buta, hubungan ditentang keluarga si cewek. Akhirnya mereka putus deh.

Mas Nanda semasa masih bisa melihat sempat mengecap bangku kuliah. Dia mengambil jurusan IT, hingga menjelang skripsi. Karena saat menjelang akhir kuliah itulah "tragedi kebutaan" itu datang memporak porandakan hidup dan cita-citanya.

"Saat itu, aku rasakan dunia seperti kiamat!" ucapnya datar.

Awal tragedi di tahun 2013. Waktu itu Nanda baru pulang dari jalan-jalan bersama teman-temannya. Sampai di rumah, matanya terasa perih. Dilihat di kaca matanya memerah. Dikucek-kucek karena gatal dan peril. Kemudian diberi obat tetes mata. Bukannya makin membaik justru makin memerah.

Sempat panik.

Nanda menduga kalau dia memakai obat tetes mata yang salah. Karena sejak diteteskan obat tetes, matanya justru semakin gatal dan perih. Takut semakin parah, akhirnya Nanda ditemai orantuanya memeriksakan ke dokter. Setelah diperiksa dengan seksama, penglihatan Nanda lambat laun semakin berkurang. Semua tampak kabur.

"Saya bingung, kok mata saya nggak bisa melihat dengan jelas?" Kemudian, dari hasil pemeriksaan dokter, ternyata Nanda mengalami penyakit Glaukoma. Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta.

Semua Berubah

Sejak itu, penglihatan mas Nanda pun semakin lama semakin melemah. Sampai pada satu titik, dia tidak bisa melihat sama sekali. Tidak bisa melihat indahnya dunia lagi. Semua gelap. Yang ada hanya air mata dan kekecewaan.

"Jujur, awalnya saya tidak bisa menerima kenyataan ini. Saya merasa hidup saya sehat-sehat saja. Tapi, realitanya, saya tidak bisa melihat lagi. Saya berontak, Saya menangis dan bertanya pada Allah, kenapa ini terjadi pada saya." Ujarnya dengan suara bergetar.

Tiga bulan sejak mengalami kebutaan, adalah  merupakan masa-masa dimana dia harus bisa survive. Harus bisa menerima kenyataan. Harus siap mendapat gelar baru sebagai "Nanda si Buta atau Nanda Tunanetra."

"Beraaattttt banget menerima kenyataan ini. Apalagi banyak teman-teman yang dekat malah mulai menjauh. Mungkin mereka malu berteman dengan orang buta. Tapi, saya terus berdoa dan berdoa minta kekuatan pada Allah." Lanjutnya.

Kini, dengan keterbatasan penglihatan, Nanda tidak ingin hidupnya hanya sekedar meratapi nasib. Perlahan-lahan dia bangkit dari keterpurukannya. Keterbatasan penglihatan tidak membuat kreativitasnya terbatas juga.

Dia memanfaatkan tangannya yang masih berfungsi dengan baik untuk belajar memijat. Belajar menjadi pemijat yang professional. Pemijat yang bisa membuat orang pengen lagi dan lagi. Selain itu, Bekal ilmu IT yang didapatnya saat masih kuliah pun dimanfaatkannya dengan bekerja sama dengan teman-teman yang penglihatannya normal.

Meski kisah ini dianggap masih "biasa" oleh sebagian banyak orang, namun, pernah kah kita menyadari, jika hal tersebut menimpa kita? Siap kah kita menjadi orang yang "bebas" melihat dan "bebas" melakukan apa saja, tiba-tiba harus terpuruk dengan keadaan yang berbalik 180 drajat?

Gue pribadi secara jujur mungkin belum bisa menerima kenyataan seperti itu. Mungkin butuh waktu Survive yang cukup lama dari Mas Nanda untuk bisa menjadi orang yang bisa menerima kenyataan. Menerima gelar baru sebagai seorang Tunanetra.

Untuk Mas Nanda, tetap semangat dan Kisah hidupmu sangat menginspirasi gue untuk tetap semangat menjalani hidup dan juga tetap selalu bersyukur pada sang Khalik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun