Sempat panik.
Nanda menduga kalau dia memakai obat tetes mata yang salah. Karena sejak diteteskan obat tetes, matanya justru semakin gatal dan perih. Takut semakin parah, akhirnya Nanda ditemai orantuanya memeriksakan ke dokter. Setelah diperiksa dengan seksama, penglihatan Nanda lambat laun semakin berkurang. Semua tampak kabur.
"Saya bingung, kok mata saya nggak bisa melihat dengan jelas?" Kemudian, dari hasil pemeriksaan dokter, ternyata Nanda mengalami penyakit Glaukoma. Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta.
Semua Berubah
Sejak itu, penglihatan mas Nanda pun semakin lama semakin melemah. Sampai pada satu titik, dia tidak bisa melihat sama sekali. Tidak bisa melihat indahnya dunia lagi. Semua gelap. Yang ada hanya air mata dan kekecewaan.
"Jujur, awalnya saya tidak bisa menerima kenyataan ini. Saya merasa hidup saya sehat-sehat saja. Tapi, realitanya, saya tidak bisa melihat lagi. Saya berontak, Saya menangis dan bertanya pada Allah, kenapa ini terjadi pada saya." Ujarnya dengan suara bergetar.
Tiga bulan sejak mengalami kebutaan, adalah  merupakan masa-masa dimana dia harus bisa survive. Harus bisa menerima kenyataan. Harus siap mendapat gelar baru sebagai "Nanda si Buta atau Nanda Tunanetra."
"Beraaattttt banget menerima kenyataan ini. Apalagi banyak teman-teman yang dekat malah mulai menjauh. Mungkin mereka malu berteman dengan orang buta. Tapi, saya terus berdoa dan berdoa minta kekuatan pada Allah." Lanjutnya.
Kini, dengan keterbatasan penglihatan, Nanda tidak ingin hidupnya hanya sekedar meratapi nasib. Perlahan-lahan dia bangkit dari keterpurukannya. Keterbatasan penglihatan tidak membuat kreativitasnya terbatas juga.
Dia memanfaatkan tangannya yang masih berfungsi dengan baik untuk belajar memijat. Belajar menjadi pemijat yang professional. Pemijat yang bisa membuat orang pengen lagi dan lagi. Selain itu, Bekal ilmu IT yang didapatnya saat masih kuliah pun dimanfaatkannya dengan bekerja sama dengan teman-teman yang penglihatannya normal.
Meski kisah ini dianggap masih "biasa" oleh sebagian banyak orang, namun, pernah kah kita menyadari, jika hal tersebut menimpa kita? Siap kah kita menjadi orang yang "bebas" melihat dan "bebas" melakukan apa saja, tiba-tiba harus terpuruk dengan keadaan yang berbalik 180 drajat?