Jurnalisme masa kini terus bergerak ke arah jurnalisme masa depan. Penonton atau audiens tidak lagi pasif dan hanya mengkonsumsi berita.Â
Audiens pada jurnalisme masa kini ikut aktif dalam membuat berita.Â
Perkembangan yang cepat ini membuat jurnalis masa depan setidaknya menguasai lima skill digital.
Jurnalisme masa kini juga mengalami banyak perubahan. Perubahan ini terjadi karena masa pandemi Covid-19 yang tiba-tiba menghambat semua sektor.Â
Apa itu Jurnalisme Masa Kini?
Sebelum ini kita sudah membahas sedikit tentang bagaimana audiens bukan saja menjadi konsumen berita.Â
Tapi audiens sudah dapat menjadi konsumen dan memproduksi beritanya sendiri.Â
Hal-hal ini terjadi di jurnalisme masa kini.
Masyarakat sudah memiliki kemudahaan sepenuhnya dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi sebuah berita.
Pada awalnya pers hanya dijalankan oleh orang yang professional saja. Orang professional adalah orang yang memang ahli dan paham tentang kegiatan pers.
Tapi dalam jurnalisme masa kini semua orang dapat melakukan kegiatan pers.
Berita yang telah dibuat dapat dengan mudah kita sebarluaskan dengan bantuan internet dan teknologi.
Kita dapat mempublikasikan hasil tulisan kita di blog, media sosial, ataupun platform lain dengan mudah.
Hal ini membuat jurnalisme masa kini terbagi pada dua jenis jurnalisme yaitu online dan multimedia.
Apa itu Jurnalisme Masa Depan?
Jurnalisme masa kini sudah berbasis digital. Â Artinya sebagai jurnalis masa depan kita harus benar-benar menguasai dunia digital.
Pada jurnalisme masa depan ini, akurasi berita akan terpengaruh dengan kecepatan penyebaran media.
Jurnalisme jadi memiliki dua jenis gaya pelaporan yaitu Curative Journalism dan Hyperlocalisation Journalism. Â
Curative Journalism adalah pengumpulan informasi berita yang diambil dari berbagai sumber yang kemudian diolah kembali dan dijadikan satu produk berita.Â
Sedangkan, Hyperlocalisation Journalism adalah jurnalisme yang berbasis lokal atau dengan ruang lingkup yang sempit. Salah satu contohnya adalah Radar Tasikmalaya yang khusus mengangkat berita di wilayah Tasikmalaya.
Masyarakat umum juga akan mengalami perubahan pada jurnalisme masa depan ini. Masyarakat atau audiens kini menjadi lebih cerdas dan dapat menyelidiki sendiri kebenaran konten berita yang ada.
Oleh karena itu jurnalis harus berhati-hati dalam mengangkat konten berita dan benar-benar paham betul dengan berita yang akan dipublikasikan.
Jurnalis masa depan setidaknya harus dapat menguasai lima skill yang berhubungan dengan digital, di antaranya:
1. Multimedia Storyteller
Memiliki banyak skill yang berhubungan dengan digital untuk menghasilkan berita yang tepat pada waktu yang tepat. Hal ini berhubungan dengan produksi, video editing, live streaming, dan lain-lain.
2. Community Builder
Kemampuan dalam memfasilitasi interaksi yang beragam di antara audiens.
3. Trusted Pointer
Memiliki kemampuan mencari dan menyalurkan konten berita yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
4. Blogger and Curator
Memiliki kemampuan mengkurasi konten digital yang berkualitas dan memiliki personal voice
5. Able to Work Collaboratively
Dapat bekerja sama dengan siapa saja tanpa terkecuali.
Nasib Jurnalisme di Masa Pandemi
Masa pandemi ini memberikan dampak yang sangat besar pada media pers.
Baik dari segi perusahaan media maupun pekerja medianya.Â
Dilansir dari republika.id, ketua Forum Pemimpin Redaksi Kemal E Gani mengungkapkan bahwa, pandemi Covid-19 telah membuat pendapatan media merosot hingga 50-70 persen.
Jurnalisme di masa pandemi harus dapat memberikan konten berita yang akurat dan cepat.
Peran jurnalisme sangat penting di masa pandemi ini.Â
Jurnalis di masa ini harus bisa melaksanakan jurnalisme damai dan jurnalisme pengawas (watchdog journalism).
Menurut Jake Lynch, jurnalisme damai adalah situasi ketika para editor dan wartawan membuat pilihan mengenai apa yang akan dipublikasikan dan bagaimana mempublikasikannya dengan mempertimbangkan nilai non-kekerasan terhadap konflik yang terjadi.
Lalu jurnalisme pengawas adalah jurnalisme yang tujuannya mengawasi dan mempersempit ruang gerak non-pers, dalam menyebarkan berita hoaks di media sosial ataupun media mainstream lainnya. Terutama mengenai konten berita yang berhubungan dengan Covid-19.
Dalam hal ini konten berita harus memikirkan nilai humanis dan tidak menyebabkan konflik yang memecah belah. Dengan mempertimbangkan banyaknya masyarakat yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H