Mohon tunggu...
Barliy Brasila
Barliy Brasila Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Dosen MKDU, Ilmu Sosial dan Politik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menakar Kabinet Kementerian Prabowo dan Gibran

29 Mei 2024   22:31 Diperbarui: 30 Mei 2024   00:12 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usai Pengumuman terpilihnya calon presiden dan calon wakil presiden pemenang pemilihan umum 2024 oleh KPU 20 Maret 2024. Prabowo dan Gibran akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029, pada 20 Oktober 2024 yang sudah dijadwalkan oleh KPU.  

Harapan dan keinginan "utopis"  dari seluruh rakyat Indonesia akan terselenggarannya pemerintahan yang dapat melanjutkan estafet pemerintahan sebelumnya Jokowi dan Maruf Amin. 

Tentunya sudah dijanjikan pada masa kampanye, masa debat capres dan wapres dan dituliskan pada blue print Asta Cita  dari Visi dan Misi Pasangan terpilih yang akan mewujudkan Indonesia Emas 2045.  

Mewujudkan visi dan misi bukan perkara mudah, tidak bekerja berdiri sendiri, Presiden dan Wakil Presiden memerlukan dukungan dari pembantunya yaitu kabinet. 

Membentuk sebuah kabinet, presiden memiliki hak istimewa sebagai kepala pemerintahan dan negara yaitu hak prerogratif, apa maksud hak prerogratif jika kita telurusi Google maka secara konklusif ialah sebagai kekuasaan atau hak yang dimiliki oleh kepala negara (dalam hal ini presiden) yang bersifat istimewa, mandiri, dan mutlak yang diberikan oleh konstitusi dalam lingkup kekuasaan pemerintahan. 

Selanjutnya dijelaskan pada pasal 16 dan 17 UUD 1945, secara teoritis dan kontitusional negara memberikan kewenangan kepada presiden sehingga Presiden memiliki kekuasaan yang besar untuk mencapai keinginannya yang ditulis pada Asta Cita.

Jika dlihat sudah menjadi tradisi politik di Negara ini Presiden merekrut pembantunya dari orang-orang dari partai dan on partai politik. Apakah di dominasi orang partai atau orang non partai semua itu tergantung dari selera Presiden? 

Ada dua faktor yang perlu digarisbawahi bersama urgensi presiden membentuk kementrian ialah untuk membantu kinerja Presiden dan Wakil Presiden dan faktor adanya konsekuensi dari sistem presidensial rasa parlementer, Presiden perlu membentuk koalisi pemerintahan yang terdiri dari partai baik partai pengusung dan partai luar pengusung saat pemilu. 

Pembentukan koalisi tersebut bukan hanya sebagai ugensi kinerja namun upaya memperkuat posisi pemerintah di lembaga legislatif tapi ditinjau lebih jauh pembentukan koalisi dapat menyebabkan perimbangan kekuasaan tidak seimbang.

Wacana atas isu pembentukan kementrian menjadi hangat, karena jumlah kementrian akan ditambah dari 34 ke 40 bahkan sudah masuk dalam pembahasan di Baleg DPR RI  revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan Yusril sebagai timses Parbowo dan Gibran pada 18 Mei 2024 yang dikutip detik.com mengungkap potensi penambahan Kementerian ini sepenuhnya menjadi hak prerogatif dari Presiden terpilih. Menurutnya, kemungkinan penambahan kementerian ini dapat terealisasi. 

Dari pemberitaan di media Presiden tidak menjadi masalah presiden mengurangi dan menambahkan Kementrian bahkan sampai 100 kementrian dapat dimungkinkan, hal ini dikarena hak prerogratif namun yang perlu dikritisi  bersama ialah ugensi ideal menambahkan kementrian dari 34 ke 40, apakah untuk kinerja atau mengakomodasikan semua kekuatan politik sehingga porsi pemerintah di Lembaga Legislatif  menjadi "Gemoy".

Melalui juru bicara Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak yang dikutip  kompas.com, 27 Februari 2024,  menyebut Prabowo membuka komunikasi dengan banyak pihak, termasuk, partai politik di luar koalisi Prabowo dan Gibran pada Pilpres  2024. Sebelumnya bertempatan pada Nasdem Tower, Jakarta Pusat 22 Februari 2024, pertemuan Prabowo dan Surya Paloh Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh di depan awak media terang benerang siap mendukung penuh pemerinatahan baru Prabowo dan Gibran.

Kemudian 24 April 2024, di kantor DPP PKB, pertemuan Parbowo dengan Ketua Partai PKB Muhaimin atau yang akrab disapa cak imin, cak imin secara jelas menyatakan hal yang sama apa yang disampaikan Surya Paloh,  PKB bersedia bekerja sama dengan pemerintahan Prabowo dan Gibran. Di lain pihak partai lain seperti PDIP, PKS belum menyatakan sikap resmi atau tanda akan merapat ke pemerintahan.

Dari dinamika politik yang dilakukan elit politik, kita dapat manakar  seperti apakah wajah kabinet Prabowo-Gibran? pasti Parbowo dan Gibran akan terbuka ke semua partai politik sebab konsolidasi kekuatan politik tujuan memperkuat posisi pemerintah berhadapan dengan legislatif atau memperkuat posisi pemerintah di legislatif.  

Jika hanya Golkar 102 kursi, Gerindra 86 kursi, PAN 48 kursi dan Demokrat 44 kursi sisanya PDIP, PKS, Nasdem dan PKB di luar pemerintah  perlu ada tambahan, tetapi apakah tambahan koalisi ke arah koalisi kelas menengah dengan hanya menghadirkan Nasdem saja dengan jumlah kursi 69 atau bentuk koalisi gemoy dengan tambahan PKB 68 dan ditambah lagi lebih gemoy dengan mengajak PKS 53 kursi dan menyisakan PDIP 110 kursi diluar. 

Menurut hemat saya kemungkinan besar  bisa terjadi hanya pada  Nasdem dan PKB karena dua partai tersebut memiliki relasi atau hubungan baik dengan Prabowo-Gibran dan Jokowi dibelakangnya, dari rekam jejak politik Nasdem dan PKB selama priode pemerintahan tidak pernah menjadi oposisi. 

PKS walaupuan memiliki relasi hubungan baik dengan Prabowo-Gibran tetapi partai ini selalu konsisten dengan sikap politiknya dan selanjutnya PDIP rumit menemukan relasi hubungan dengan Prabowo-Gibran. 

Kenapa rumit? Prabowo dengan Megawati memiliki hubungan baik, lain hanya dengan Jokowi yang dibelakang Prabowo  perlahan memulai memudar, disisi lain Mantan Capres dari PDIP Ganjar menolak secara tegas bergabung ke pemerintah namun masih ada jalan kepada PDIP untuk bergabung dengan pemerintah karena belum menyatakan secara resmi kelembagaan.  

Pembahasan revisi uu kementrian dengan menambahan Kementrian dari 34 ke 40 sebagai poin jalan karpet merah untuk partai diluar pengusung masuk ke pemerintahan. Jika fenomena politik ini terwujud semakin menunjukan Kementrian Prabowo dan Gibran sebagai Kabinet Kementrian "Gemoy" mengakomondasi semua kekuatan politik atau bagi-bagai kue kekuasaan. 

Ugensinya untuk kinerja jauh dari kata ideal, karena dengan adanya penambahan kementrian perlu adanya pos anggaran baru untuk menunjang administrasi dan implementasi dan lembaga di bawahnya baik di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota harus memiliki struktur hierarki di atasnya dan selain masuknya partai di luar ke pemerintah. Bandingkan dengan AS sistem pemerintahan yang sama "Sistem Presidensial",  wilayahnya lebih luas dan masyarakatnya lebih banyak hanya 15 kementrian untuk memenuhi kebutuhan pemerintahan, Indonesia berbanding terbalik. 

Selanjutnya pembentukan koalisi ini yang harus diperhatikan Prabowo dan Gibran balance of power seandainya benar terjadi partai seperti Nasdem dan PKB masuk ke pemerintahan, political jealousy akan muncul dan tidak dapat dihindarkan, karena partai politik tersebut tidak ikut berjuang pada pilpres handir dipilpres sebagai antitesis dari Prabowo-Gibran, tiba-tiba masuk dan ditawar.  

Secara pragtis jumlah kursi seperti Nasdem dan PKB sangat menjanjikan untuk memperkuatkan posisi di DPR RI dibandingkan PAN dan Demokrat sehingga posisi tawar Nasdem dan PKB pada Kabinet Kementrian lebih tinggi dari PAN dan Demokrat. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun