Mohon tunggu...
Edukasi Artikel Utama

Pelegalan PP Aborsi di Indonesia

12 Mei 2015   22:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:06 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan alasan pihak-pihak yang setuju dengan adanya peraturan ini mengemukakan alasannya seperti berikut:

Aborsi menjadi legal karena angka kematian ibu pada saat melahirkan anak di Indonesia tertinggi di Asia. Dari 100 ribu kelahiran ada 300 lebih ibu yang meninggal dunia dan 50% diakibatkan oleh aborsi tidak aman karena sembunyi dan tidak steril. Itulah sebabnya diperlukan pengaturan diijinkannya aborsi yang aman (safe abortion).

Legalisasi aborsi telah sesuai dengan fatwa MUI pada tahun 2005 yang membolehkan aborsi dengan syarat janin belum memiliki roh dan jiwa atau sebelum 40 hari dan hanya dilakukan atas alasan darurat medis atau hamil akibat pemerkosaan karena ini mengancam keselamatan jiwa si ibu dari sisi psikis.

Aborsi merupakan hak yang dimiliki oleh korban perkosaan namun penerapan aborsi harus pula diikuti dengan mempertimbangkan ajaran agama korban perkosaan terkait penerapan aborsi ini tapi keputusan untuk melakukan aborsi tetap berada di tangan korban perkosaan, kemudian perlu ada pembuktian hukum kuat bagi pihak yang melakukan aborsi.

Legalisasi aborsi tersebut tidak bertentangan dengan HAM karena konsep HAM hanya mengatur hak hidup, dan hak hidup tidak bisa digantikan. PP Kesehatan Reproduksi memberikan pengecualian untuk pertimbangan indikasi medis dan korban perkosaan, di mana perempuan sendiri menjadi korban dan hal itu tidak melanggar HAM.

PP ini justru lebih melindungi perempuan dan mencegah perempuan kembali ke dukun untuk melakukan aborsi dengan sembarangan proses yang berakibat pada hilangnya nyawa.

Peraturan pemerintah ini diharapkan mampu melindungi kesehatan reproduksi sebagai hak dasar perempuan yang menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Pelegalan aborsi untuk perempuan korban pemerkosaan dilakukan dengan pertimbangan korban memiliki trauma yang cukup panjang, masih di bawah umur dan mereka tidak siap untuk punya anak.

Peraturan perundang-undangan telah mengatur berbagai tindakan yang harus dilakukan sebelum dan setelah tindakan aborsi termasuk konseling dan kesiapan mental dan fisik korban sehingga peraturan ini dianggap lengkap dan dapat meminimallisir segala persoalan yang mungkin timbul setelah tindakan aborsi

Adapun solusiyang diajukan untuk menyelesaikan persengkataan ini adalah :

§Mempertegas dan memperberat hukuman bagi pelaku pelecehan seksual khususnya perkosaan.

§Melakukan pendampingan, konseling serta rehabilitasi bagi wanita korban perkosaan agar siap menerima keberadaan bayi yang dilahirkan

§Pemberian bantuan mental dan recovery bagi korban serta jaminan kesalamatan bagi bayi yang nantinya dilahirkan. Bila kemudian korban perkosaan tidak menginginkan bayi yang telah dilahirkan maka kemudian bayi tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah.

§Dilakukan sosialisasi secara menyeluruh dan kontinyu tentang perundang-undangan yang ada serta prosedur, tahapan dan kejelasan biaya –diharapkan negara memberikan fasilitas lebih kepada korban sehingga dapat mendapatkan layanan kesehatan secara gratis dan mudah-. Sosialisasi diharapkan mampu membantu pemahaman masyarakat tentang aborsi dengan semua dampak positif dan negatifnya.

§Membatasi dan mengatur segala sesuatu yang dapat memicu terjadinya tindak kejahatan perkosaan dan/atau kejahatan seksual lainnya, misalnya membatasi peredaran situs porno, mempertegas batasan dan sanksi tindak pornografi dan pornoaksi, melarang fasilitas kemaksiatan termasuk diantaranya peraturan berpakaian, penjualan minuman-minuman serta obat-obatan  dan melarang hal-hal yang membangkitkan nafsu seksual.

§Pelaku pidana yang melarikan diri diharapkan tidak akan menghambat pelaksanaan perundang-undangan karena diharapkan sidang dapat dilakukan tanpa kehadiran pelaku.

§Mengkaji kembali batasan perundangan tentang perzinahan, agar pelaku perzinahan yang didasarkan atas suka sama suka yang kemudian merasa dirugikan karena perbuatannya dan ingin melakukan aborsi dengan dalih sebagai korban perkosaan juga dapat ditindak lanjuti dan diberikan solusi yang nyata secara hukum agar tidak ada kerancuan dengan undang-undang yang ada ini.

§Penyidikan, pemeriksaan pembuktian serta penyelesaian hukum tindak kejahatan perkosaan ditangani oleh pihak-pihak khusus sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melakukan segala proses hukum tersebut tidak lebih dari 30 hari dan korban dapat mendapatkan kesempatan untuk melakukan aborsi sesuai perundang-undangan tepat waktu.

§Dilakukan pendampingan dan konseling bagi remaja dan/atau pelajar agar tidak melakukan seks pranikah.

§Melakukan tindakan hukum yang tegas dan pantas bagi tenaga medis dan/atau dukun dan semua pelaku yang membantu proses aborsi gelap untuk mencegah terjadinya kesalahan aborsi yang mengakibatkan kematian dan komplikasi lainnya.

§Adanya kejelasan tentang batasan hak anak dan hukum aborsi, sehingga tidak ada tumpang tindih peraturan perundangan-undangan yang dianggap bersebrangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun