Dan tampak dari kejauhan, lampu-lampu terang benderang mulai nampak di depan mata. Tiang pancang yang mengelilingi ka`bah yang sedang di perluas pun terlihat. Dua pilar tinggi khas pintu utama memasuki mas jidil haram terlihat. Ya allah, sampai sini air mata saya sudah tak terbendung lagi. Dalam jarak beberapa meter lagi, saya akan berada di sana.Â
Bis besar ini pun memutar di sebrang hotel yang bersebrangan dengan masjidil haram. Dan ternyata, hotel yang akan saya tempati berada persis di depan pelataran mas jidil haram. Masya Allah.Â
Turun dari bis kaki saya mulai gemetar, hati senang. Musyrif pun mengingatkan untuk segera ke kamar bersiap dalam waktu 20 menit ditunggu untuk langsung ke masjidil haram, shalat tahajud dan ibadah lainnya. Koper pun saya geret menuju kamar yang disediakan.Â
Karena hotel bintang 5, pelayanannya sangat memuaskan. Ga pake bingung dimana saya harus mencari kamar dan sebagainya. Satu kamar diisi empat orang. Sepertinya kamar ini awalnya hanya untuk dua orang, jadi kelihatannya nambah bed gitu.Â
Saya memilih bed yang paling pinggir, persis di samping jendela besar. Karena apa? Karena dari jendela besar ini, saya bisa memandang langsung masjidil haram tanpa batas. Masya Allah. Â Setelah koper disimpan, saya ambil air wudlu. Membawa botol kosong dan peralatan kecil lainnya dalam tas ransel.Â
Saya pun bergegas menuju lobby hotel untuk berkumpul dengan rombongan jama`ah lainnya. Bersiap menuju rumahMu yang dari jendela kamar saya terlihat dengan jelas masjidil haram. Sampai di lobby hotel ternyata jamaah sudah banyak yang berkumpul. Kami pun dibagikan alat receiver untuk mendengarkan musyrif, oleh panitia.Â
Dan ternyata ketua rombongan saya berbeda dengan yang di bus tadi. Kami pun mulai dikumpulkan dalam satu kelompok. Briefing pun dimulai. Beliau mengingatkan alur perjalanan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama berproses ibadah di sana nanti. Apa yang harus dilakukan bila terpisah. Terakhir, beliau memberi tahu letak hotel kami ada di sebelah mananya pintu masjidil haram. Insya allah tercatat baik di kepala saya.
Musyrif kami, sudah selesai memberikan penjelasan terkait alur perjalanan ibadah dan hal teknis lainnya kepada seluruh anggota kelompok. Musyrif Mengantarkan jamaah menuju halaman Masjidil haram. perjalanan pun dimulai, saya dan rombongan masuk melalui pintu paling kiri dekat pintu king Abdul Aziz pintu nomor 91 kalau tidak salah.Â
Bersebelahan dengan leave dan jalan menanjak menuju Pelataran Masjidil haram paling atas. persis depan pintu 91 ini, saya dan rombongan masukan sendaljepit ke dalam tas kecil yang sudah disiapkan masing masing. Para Askar sudah siap mengecek Bawan seluruh jamaah satu persatu. saya membawa Ransel kecil Yang berisi handphone, Sajadah, botol kecil, dan Al-Quran.
Dari kejauhan sudah mulai tampak bangunan yang sangat megah yaitu kabbah, Air mata pun tak kunjung terbendung lagi. sepanjang hidup saya saya hanya bisa melihat lewat televisi internet ataupun buku tetapi saat ini saya bisa melihat langsung dengan kepala dan mata saya sendiri dan saya sangat takjub.
setelah itu saya dan rombongan melakukan tawaf selama melakukan tawa air mata pun tak kunjung berhenti meneteskan air mata, mata saya seolah olah ikut merasakan rasa kebahagiaan dan keharuan yang sedang saya rasakan.Â